Larangan penjualan permen karet di Singapura

hukum Singapura

Larangan penjualan permen karet di Singapura telah diterapkan sejak tahun 1992. Pada tahun 2004, hadir pengecualian bagi permen karet gigi, terapeutik, dan nikotin,[1] yang dapat diperoleh dari dokter atau apoteker terdaftar. Saat ini, tidaklah ilegal untuk mengunyah permen karet di Singapura, tetapi cenderung kepada larangan untuk mengimpor dan menjualnya, terlepas dari pengecualian yang disebutkan di atas.[2]

Permulaan sunting

Lee Kuan Yew sunting

Dalam memoarnya,[3] Lee Kuan Yew mengatakan pada tahun 1983, ketika menjadi Perdana Menteri Singapura, sebuah proposal larangan diajukan oleh Teh Cheang Wan kepadanya yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pembangunan Nasional. Permen karet menyebabkan masalah perawatan di perumahan apartemen umum, di mana orang tak bertanggung jawab membuang bekas permen karet di kotak surat, lubang kunci, serta tombol lift. Permen karet yang dibuang di tanah, tangga, serta trotoar di tempat umum meningkatkan biaya perawatan dan jumlah peralatan kebersihan yang rusak. Permen yang menempel di bangku bus umum juga dinilai bermasalah. Namun, Lee berpikir bahwa sebuah larangan akan "terlalu drastis".

Mass rapid transport beserta implementasi sunting

Di tahun 1987, Mass Rapit Transit (MRT), sistem perkeretaapian lokal senilai $5 miliar mulai beroperasi. Menjadi proyek infrastruktur publik terbesar yang pernah dikerjakan di Singapura.

Dilaporkan bahwa orang yang tak bertanggung jawab mulai menempelkan permen karet pada sensor pintu kereta MRT, mencegah pintu berfungsi dengan baik dan menyebabkan ketidaknyamanan pada layanan kereta. Insiden semacam itu jarang terjadi tetapi sangat merugikan, dan juga pelakunya sulit untuk ditangkap. Di Januari 1992, Goh Chok Tong, yang baru saja menjadi Perdana Menteri, menerapkan larangan. Pembatasan pada peredaran permen karet diberlakukan dalam Singapore Statute Chapter 57, "Control of Manufacture Act", yang juga mengatur pembatasan beberapa produk alkohol dan tembakau tertentu.[4]

Hasil sunting

Setelah pelarangan diberlakukan, aktivitas impor permen karet langsung dihentikan. Seusai masa transisi yang memperbolehkan toko untuk membersihkan stok yang ada, penjualan permen karet dilarang sepenuhnya.

Saat pertama kali diperkenalkan, pelarangan tersebut menuai banyak kontroversi dan pelanggaran terbuka. Beberapa orang bersusah payah bepergian ke negara tetangga Johor Bahru, Malaysia, untuk membeli permen karet. Para pelanggar secara publik "disebutkan dan dipermalukan" oleh pemerintah demi mencegah calon penyeludup lainnya. Tidak ada pasar gelap untuk permen karet yang pernah hadir di Singapura, walau beberapa orang Singapura sering kali masih menyelundupkan beberapa permen karet dari Johor Bahru untuk konsumsi pribadi.

Peraturan pelarangan itu sebagian telah dicabut, sebab beberapa jenis permen karet diperbolehkan seperti permen karet untuk kesehatan gigi. Akan tetapi, pemerintah menolak untuk mencabut total pelarangan diakibatkan risiko permen karet kembali mencemari.

Perhatian internasional sunting

Pada pertengahan 90-an, peraturan hukum di Singapura mulai mendapat liputan media internasional. Media AS menaruh perhatian besar pada kasus Michael P. Fay, seorang remaja yang dijatuhi hukuman pukulan rotan di Singapura karena vandalisme (menggunakan cat semprot, bukan permen karet). Mereka juga memperhatikan beberapa peraturan Singapura lainnya, termasuk aturan "wajib untuk menyiram kembali toilet umum".[5] Laporan yang membingungkan mengenai isu ini mengarah pada mitos bahwa penggunaan atau impor permen karet dapat dihukum dengan hukuman pukulan rotan. Faktanya, satu-satunya hukuman yang diatur dalam Chapter 57 adalah denda dan penjara.[6]

Ketika seorang reporter BBC menyatakan bahwa undang-undang tersebut dapat menghambat kreativitas masyarakat, Lee Kuan Yew mengatakan, "Jika Anda tidak dapat berpikir karena tidak bisa mengunyah permen karet, cobalah pisang."[7]

Perubahan sunting

 
Presiden AS George W. Bush dan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong menandatangani perjanjian perdagangan bebas di Gedung Putih, 6 Mei 2003. Foto Gedung Putih oleh Tina Hager.

Di tahun 1999, Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong sepakat untuk memulai diskusi antar kedua negara untuk perjanjian perdagangan bebas (USS-FTA).[8] Diskusi kemudian dilanjutkan di bawah administrasi baru Presiden George W. Bush. Pada tahap akhir negosiasi di awal tahun 2003, masih ada dua masalah yang belum terselesaikan: Perang di Irak serta permen karet.

Wm. Wringley Jr. Company yang berbasis di Chigago meminta bantuan pelobi Washington, D.C. dan Anggota Kongres Illinois Phil Crane, yang saat itu menjabat sebagai ketua United States House Ways and Means Subcommittee on Trade, untuk memasukkan permen karet ke dalam agenda Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Serikat-Singapura.[9] Hal ini menyebabkan sebuah dilema bagi Pemerintah Singapura. Diakui manfaat kesehatan dari beberapa permen, seperti merek permen karet bebas gula yang mengandung calcium lactate untuk memperkuat enamel gigi. Penjualan permen karet golongan baru ini diperbolehkan, dengan syarat dijual oleh dokter atau apoteker, yang harus mencatat tiap nama pembeli

Pada bulan Mei 2003, USS-FTA ditandatangani dan larangan tersebut diubah. "Mereka tangguh", kata Crane mengenai diskusi tersebut. Beberapa terkejut bahwa Wringley berjuang keras dalam pertempuran ini, mengingat kecilnya pasar permen karet di Singapura. Tetapi perusahaaan tersebut mengatakan bahwa itu sepadan. "Ada banyak contoh dalam sejarah kami tentang hal-hal yang mungkin tidak masuk akal secara finansial dalam rentang jangka pendek tetapi merupakan hal yang benar dalam arti filosofis maupun jangka panjang," kata Christoper Perille, direktur senior komunikasi perusahaan Wringley.[9]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ "Civil Aviation Authority Singapore (2010) National Regulations and Requirements Gen 1.3: Entry, Transit and Departure of Passenger and Crew" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-09-23. 
  2. ^ "Why Chewing Gum Is Not Allowed in Singapore". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-30. Diakses tanggal 2018-11-02. 
  3. ^ Lee Kuan Yew (2000). From Third World to First: The Singapore Story. ISBN 0-06-019776-5
  4. ^ "Control of Manufacture Act - Singapore Statutes Online". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-05. Diakses tanggal 2018-04-05. 
  5. ^ Metz, Elle (28 March 2015). "Why Singapore banned chewing gum - BBC News". BBC News (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 July 2016. Diakses tanggal 31 July 2016. 
  6. ^ "Regulation of Imports and Exports (Chewing Gum) Regulations". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-10-11. 
  7. ^ "Singapore's elder statesman". BBC News. 5 July 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 September 2010. Diakses tanggal 28 April 2010. 
  8. ^ Bill Clinton (2004). My Life. Knopf. ISBN 0-375-41457-6.
  9. ^ a b Prystay, Cris (4 June 2004). "At Long Last, Gum Is Legal in Singapore, But There Are Strings". The Wall Street Journal. New York. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 August 2016. Diakses tanggal 31 July 2016. 

Daftar pustaka sunting

  • Ho Khai Leong (2003) Berbagi Tanggung Jawab, Kekuatan yang Tidak Dibagi: Politik Pembuatan Kebijakan di Singapura, ISBN 981-210-218-3. (berbahasa Inggris)