Konteks (linguistik)

Faktor non-kebahasaan yang dapat meningkatkan pemahaman terhadap komunikasi
(Dialihkan dari Konteks)

Konteks atau lingkup adalah kondisi ketika suatu keadaan terjadi.[1] Konteks secara penggunaan bahasa merupakan kendala relevan dari situasi komunikatif yang mempengaruhi penggunaan bahasa, variasi bahasa, dan ringkasan wacana.

Konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian. Ada beberapa jenis konteks. Konteks fisik meliputi ruangan, objek nyata, pemandangan, dan lain sebagainya. Konteks menurut faktor sosio-psikologis menyangkut faktor-faktor seperti status orang-orang yang terlibat dalam hubungan komunikasi, peran mereka, dan tingkat kesungguhannya. Dimensi pemilihan waktu atau tempo suatu konteks meliputi hari dan rentetan peristiwa yang dirasakan terjadi sebelum peristiwa komunikasi.[2]

Etimologi sunting

Kata "konteks" dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris yaitu context. Kata tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu contextus dan merupakan bentuk lampau dari contexere. Kata ini berasal dari kombinasi dua kata dalam bahasa yang sama, yaitu con- yaitu "bersama" dan texere yang berarti "menenun".[3][4]

Jenis-jenis sunting

Konteks verbal sunting

Konteks verbal merupakan konteks yang terkandung dalam sebuah kalimat yang mana sebenarnya makna dari kalimat tersebut masih ditentukan oleh teks sebelumnya, baik yang bersifat lisan maupun yang tertulis.[5] Konteks verbal dapat ditemui dalam beberapa penggalan paragraf atau kalimat yang biasanya hanya menampilkan satu atau dua kalimat atau kata yang hal tersebut masih bersifat ambigu dan dapat dijelaskan dengan rantaian kalimat yang ada pada berikutnya atau sebelumnya.[6] Konteks verbal dalam berbagai literatur juga sering disebut sebagai "koteks".[7] Konteks verbal pada umumnya berguna dalam mengetahui suatu kutipan yang sulit dimengerti atau menghasilkan penafsiran yang bermacam-macam dan konteks tersebut terdapat dalam kalimat sebelum maupun sesudahnya.[8] Seperti contoh dalam berikut ini:

"Kupukul kepalanya dengan palu sampai hancur"

Untuk memahami kalimat dengan benar, maka diperlukan konteks yang jelas. Dalam kasus tersebut, konteksnya adalah ada seorang yang bernama Budi dan Joko sedang memburu tikus yang mengganggu rumah mereka. Joko pun menemukan tikus itu dan Budi menanyai Joko dengan pertanyaan "Apa yang kau lakukan terhadap tikus itu?" dan Joko menjawabnya dengan kalimat yang ada di atas. Maka, kalimat pertanyaan yang Budi buat untuk ditujukan kepada Joko adalah konteks verbal dari jawaban Joko. Tanpa konteks verbal, maka kalimat tersebut sangat berpotensi untuk ditafsirkan dalam makna lain, misalnya kata "kepalanya" ditafsirkan sebagai kepala manusia sehingga Joko dianggap telah melakukan pembunuhan.

Konteks situasional sunting

Konteks situasional adalah situasi atau keadaan lingkungan yang menjadi tempat lahirnya sebuah teks, sedangkan Kalman dan Tron mendefinisikan konteks situasional sebagai situasi komunikasi berarti keseluruhan keadaan di mana suatu komunikasi berlangsung.[9] Konteks situasional termasuk dalam konteks sosial.[10] Konteks situasional menurut Mulyana dianggap sebagai sebab terjadinya suatu dialog atau pembicaraan itu sendiri.[11][12] Konteks situasional biasanya dianggap sebagai jenis konteks yang sesungguhnya sesuai definisi.[7] Konteks situasional bisa sangat kompleks dalam hal komponennya. Menurut Coșeriu, komponen tersebut bisa terdiri atas komponen fisik, empiris, alami, praktis, historis, budaya.[13] Di antara komponen konteks situasional seperti status sosial, peran sosial, tradisi, pengalaman, keakraban, umur, jenis kelamin, pengetahuan yang dimiliki, dan tujuan pembicaraan[14][15] umumnya dapat menentukan laras bahasa yang digunakan oleh pembicara,[16] laras yang memanifestasikan dirinya melalui kosakata dan juga melalui fitur-fitur kebahasaan lainnya.[13][17] Dalam latar belakang sosial budaya yang tinggi, komunikasi yang sangat sopan, pidato, dll., ada kemungkinan seseorang akan mengadopsi ragam bahasa yang bersifat formal. Antara orang-orang yang tidak saling kenal, mereka yang terjadi kontak dalam kehidupan sehari-hari (kontak dengan administrasi, hubungan profesional, dll), atau antara orang-orang yang saling mengenal tetapi tidak dekat satu sama lain, baik mereka berada atau tidak di tingkat hierarki yang sama, mereka memilih ragam bahasa formal sebagai gantinya.[18]

Kegunaan sunting

Penafsiran Teks sunting

Dalam ilmu hermeneutika, sangat penting untuk melibatkan konteks dalam menafsirkan teks.[19] Menurut Paul Ricœur, dalam setiap makna yang ditemui pada wacana tulis dipastikan terdapat konteks yang menjadi unsur non-kebahasaan yang ada dalam realitas.[20] Menurutnya, tindakan penafsiran bukanlah melulu berbicara mengenai ilmu bahasa, melainkan jauh lebih dari itu adalah tindakan untuk memaknainya. Tak dapat dipungkiri bahwa setiap orang yang membaca teks, maka dia pasti melakukan proses pemaknaan supaya orang itu dapat memahami apa yang dia baca.

Di dalam teks, sangat memungkinkan terjadinya ambiguitas makna. Terkadang suatu kata atau kalimat yang ditulis atau diucap oleh seseorang dengan yang dibaca maupun didengar oleh orang lain dapat berbeda maknanya sama sekali. Beberapa kata tertentu secara fonetis terdengar sama namun secara leksikal dan gramatikal dapat berlainan artinya dan bahkan terdapat sejumlah kata yang ditingkat leksikal dan gramatikal masih bisa bersifat ambigu seperti dalam kasus homonim dan polisemi. Dalam hal ini, konteks diperlukan untuk menghilangkan ambiguitas yang ada dalam teks.[21]

Kegunaan konteks dapat diilustrasikan dengan kalimat berikut ini:

"Anak saya tadi mendapatkan bunga yang sangat besar."

Apabila ditinjau dari segi kebahasaan, kalimat tersebut bersifat ambigu karena kata "bunga" dalam kalimat tersebut sifatnya multitafsir. Apabila merujuk pada KBBI, kata "bunga" sendiri memiliki arti bagian tumbuhan dan arti lainnya adalah imbalan jasa atas penggunaan uang.[22] Menurut Paul, pengetahuan konteks terhadap suatu teks sangat diperhatikan dalam penafsiran karena dengan konteks tersebut, seorang penafsir dapat menetralisir ambiguitas yang ada dalam unsur kebahasaan.[23]

Catatan kaki sunting

  1. ^ (Inggris) Free Online Dictionary: Context
  2. ^ Floyd, James (2002). Komunikasi bisnis dan profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. hlm. 9. ISBN 979-514-681-5. 
  3. ^ Company, Houghton Mifflin Harcourt Publishing. "The American Heritage Dictionary entry: context". www.ahdictionary.com. Diakses tanggal 2021-12-10. 
  4. ^ "CONTEXT English Definition and Meaning | Lexico.com". Lexico Dictionaries | English (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-10. Diakses tanggal 2021-12-10. 
  5. ^ Dubois, Jean, dll. (2002). Dictionnaire de linguistique. Paris: Larousse-Bordas/VUEF. 
  6. ^ Halliday, M.A.K; Ruqaiya Hasan (1985). Language Context and Text aspects of language in social semiotic perspective (PDF). Deakin University. hlm. 5. 
  7. ^ a b Kridalaksana, Harimurti (2011). Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia. hlm. 137. 
  8. ^ Brown, Gillian dan Yule, George. (1984). Discaurse Analysis (PDF). Cambridge: Cambridge University. hlm. 3. 
  9. ^ Kálmán, László et Trón, Viktor, (2007). Bevezetés a nyelvtudományba (PDF) (dalam bahasa Hungaria). Budapest: Tinta. hlm. 45. 
  10. ^ Wiratno, Tri (2013). "Bahasa, Fungsi Bahasa, dan Konteks Sosial" (PDF). Repository Universitas Terbuka. Diakses tanggal 2023. 
  11. ^ Panggabean, Sarma. Pengantar Wacana (PDF). Universitas HKBP Nommensen. hlm. 43. 
  12. ^ Riani (2015). "Kajian Wacana Iklan Pada Pesan Singkat". Balai Bahasa DI Yogyakarta. 4 (1): 50. 
  13. ^ a b Bidu-Vrănceanu, Angela dll. (1997). Dicționar general de științe. Științe ale limbii (dalam bahasa Romania). Bukares: Editura științifică. hlm. 98. 
  14. ^ Crystal, David (2008). A Dictionary of Linguistics and Phonetics (dalam bahasa Inggris). New Jersey: Blackwell Publishing. hlm. 109. ISBN 978-1-4051-5296-9. 
  15. ^ Bussmann, Hadumod (1998). Dictionary of Language and Linguistics (PDF) (dalam bahasa Inggris). New York: Londres. hlm. 245. ISBN 0-203-98005-0. 
  16. ^ Sandra, Dominiek; Taft, Marcus (1994). Morphological Structure, Lexical Representation and Lexical Access (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. hlm. 244. ISBN 978-0-86377-926-8. 
  17. ^ Duranti, Alessandro (2008-04-15). A Companion to Linguistic Anthropology (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. ISBN 978-0-470-99726-0. 
  18. ^ Lubinda, John (2021-03-11). Kitenge-Ngoy, Tunda; Nglasso-Mwatha, Musanji, ed. Sensibilisation aux registres de langue et applications en classe de FLE. Études africaines et créoles. Pessac: Presses Universitaires de Bordeaux. hlm. 245–263. ISBN 979-10-300-0673-5. 
  19. ^ Wachid, Abdul. "Hermeneutika dalam Sistem Interpretasi Paul Ricoeur". Kementerian Pendidikan dan Budaya. Diakses tanggal 10-12-2021. 
  20. ^ B.S, Abdul Wachid. "Hermeneutika Sebagai Sistem Interpretasi Paul Ricoeur dalam Memahami Teks-Teks Seni". STAIN Purwokerto: 204. 
  21. ^ Ricoeur, Paul (1982). Hermeneutics and The Human Science: Essays on Language, Action, and Interpretation. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 212. 
  22. ^ "Bunga - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2021-12-10. 
  23. ^ Ricoeur, Paul (1978). The Rule of Metaphore: Multi-Disciplinary Studies of the Creation of Meaning in Language. London: Routledge & Kegan Paul Ltd. hlm. 89.