Kendalbulur, Boyolangu, Tulungagung

desa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

Kendalbulur adalah desa di kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia.

Kendalbulur
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenTulungagung
KecamatanBoyolangu
Kode pos
66235
Kode Kemendagri35.04.02.2006
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-

SEJARAH TERBENTUKNYA NAMA DESA KENDALBULUR

Sejak zaman Kerajaan Majapahit ketika Pemerintahan Sang Prabu Hayam Wuruk dan Ratu Gayatri di desa ini terdapat sebuah peninggalan bersejarah yaitu berupa sebuah pemandian. Konon kabarnya pemandian tersebut adalah pemandian Ratu Gayatri. Pemandian Ratu Gayatri tersebut terletak di tengah – tengah wilayah desa ini. Hingga saat inipun peninggalan bersejarah itu masih ada, yaitu berupa kedung. Sejarah peninggalan Majapahit itu dapat dibuktikan pula dengan diketemukannya 2 buah patung arca, yang dengan tidak sengaja patung arca tersebut ditemukan oleh seorang warga desa ini yang bernama “ MUKENI “. Pada tahun 2006 yang lalu orang tersebut menemukan patung arca ketika mencangkul di kebunnya yang terletak tidak jauh dari pemandian Ratu Gayatri. Kemudian patung arca tersebut akhirnya diamankan di Museum Daerah. Terlepas dari itu, terbentuknya Desa Kendalbulur ini berawal dari pecahnya Perang Diponegoro ( Zaman Kerajaan Mataram ) melawan penjajah Belanda sekitar tahun 1825 – 1830. Pada saat itu ada seorang wirotamtomo dari Kerajaan Mataram yang keplayu sampai di tempat ini bersama isterinya. Beliau bernama “ Mbah Talap “. Mbah Talap inilah menurut cerita para sesepuh desa yang pertama kali babat wilayah desa ini. Belum begitu luas Mbah Talap babat alas di wilayah ini akhirnya beliau meninggal dunia dan isterinya juga meninggal dunia di tempat ini. Sampai saat ini makam Mbah Talap dan isterinya masih ada yang terletak di sebelah selatan Pemandian ratu Gayatri. Waktu terus berlalu, ketika Perang Diponegoro melawan Kompeni Belanda masih berlangsung ada seorang wirotamtomo dari Begelen Mataram yang juga keplayu sampai di wilayah ini pula. Beliau bernama “ Mbah Kondho Seco “. Beliaulah yang meneruskan babat alas di wilayah ini setelah Mbah Talap. Mbah Kondho Seco ini adalah seorang prajurit Mataram yang linuwih/ sakti mondroguno namun keadaan fisiknya cacat. Beliau senang berkelana atau mengembara. Dalam pengembaraannya beliau bertemu dengan perempuan yang cantik jelita dari tlatah Mataram yang bernama Dewi Rosima. Perempuan tersebut setiap bertemu dengan Mbah Kondho Seco selalu menghinanya karena kecacatan Mbah Kondho Seco. Lalu Mbah Kondho Seco bertekad untuk melakukan pertapaan di Gunung Budeg selama 40 hari. Selama bertapa beliau mendapat wangsit berupa klicen. Konon kabarnya klicen itu dapat digunakan untuk meluluhkan hati wanita (pengasihan ). Dengan perantaraan klicen inilah, perempuan cantik tersebut dapat ditaklukan hingga akhirnya dapat menikah dan dikaruniai seorang anak. Anak tersebut diberi nama Eko Semito. Dan ketika Eko Semito masih kecil Dewi Rosima kembali pulang ke Mataram. Lalu Eko Semito diasuh oleh seorang perempuan cantik yang bernama Sulastri. Dari cerita para sesepuh desa, Sulastri adalah seorang perempuan cantik yang disegani banyak lelaki. Tidak terhenti sampai disini kisah perjalanan Mbah Kondho Seco, beliau meneruskan membabat alas di wilayah ini hingga beliau mempunyai ladang / kebun. Dari hasil kebun itulah Mbah Kondho Seco dan anaknya bisa makan. Pada suatu ketika Mbah Kondho Seco sedang berkelana atau mengembara. Dalam pengembaraannya beliau bertemu dengan 2 jim. Jim itu bernama “ Onggojoyo “. Lalu beliau bertempur melawan dua jim tersebut. Dan karena kelebihan Mbah Kondho Seco jim itu dapat ditaklukan. Kemudian kedua jim itu menjadi pengikut Mbah Kondho Seco dan ikut pulang ke rumah Mbah Kondho Seco. Akhirnya jim tersebut disuruh menjaga kebun Mbah Kondho Seco yang terletak dekat dengan pemandian Ratu Gayatri. Dan akhirnya tempat tinggal Jim Onggojoyo itu diberi nama “ Sentono Beji Ampel “. Hingga saat ini tempat itu masih diuri – uri oleh sebagian warga Desa Kendalbulur yang mempunyai kepercayaan tersendiri terhadap tempat bersejarah tersebut. Dalam perjalanannya yang panjang Mbah Kondho Seco tetap meneruskan perjuangannya untuk membabat wilayah ini. Dalam perjalanan membabat alas ini Mbah Kondho Seco menemukan sebuah Pohon Kendal. Ketika pohon Kendal itu dibabat ternyata keluar sulurnya. Mungkin dari sinilah akhirnya wilayah ini dinamakan “ Desa Kendalbulur “. Dan penamaan Desa Kendalbulur ini menurut cerita para sesepuh desa masa lampau diambil dari nama pohon Kendal yang keluar sulur nya. Akhirnya terbentuklah sebuah nama desa yakni Desa Kendalbulur. Lambat laun pohon Kendal ini tumbuh di mana – mana di desa ini. Namun pada saat sekarang ini kelihatannya pohon Kendal itu sendiri sudah langka. Akhir cerita dari Mbah Kondho Seco, beliau pergi berkelana entah kemana yang akhirnya tidak diketahui tempat tinggalnya ataupun makamnya. Tak lama kemudian peristiwa ini disusul dengan terdengarnya berita bahwa Pangeran Diponegoro tertangkap di Magelang pada tanggal 28 Maret 1830 oleh Kompeni Belanda. Saat itu pula banyak para pengikut / prajurit Pangeran Diponegoro yang keplayu kearah timur melalui pesisir pantai selatan hingga akhirnya sampai di Kabupaten Ngrowo / Tulungagung. Para prajurit itu diantaranya adalah Mbah Langkir di Winong, Mbah Wongso Kromo di Doroampel, Mbah Ironggono di Kendalbulur dan masih banyak lagi para prajurit yang lain yang melarikan diri pada waktu itu. Dalam pelariannya para pengikut Pangeran Diponegoro itu tidak hanya tinggal diam di tempat tinggalnya yang baru, melainkan mereka kembali menyusun kekuatan dengan cara mereka, untuk turut serta mengusir penjajah Belanda dari bumi ini. Untuk menghilangkan jejak demi keselamatan mereka dari orang – orang kompeni, yang konon kabarnya Pemerintah Belanda menganggap seluruh laskar Diponegoro sangat berbahaya, maka salah satu upaya untuk menyembunyikan diri mereka, para prajurit Pangeran Diponegoro menyamar ( nylamur laku ) dan mengganti namanya. Termasuk Ki Ironggono juga merubah namanya menjadi Mbah Klipah. Menurut cerita dari sesepuh desa ini di bagian utara Desa Kendalbulur terdapat sebuah Punden yang diberi nama Punden Lo. Entah mengapa Punden tersebut bernama Punden Lo? Mungkin karena punden tersebut terletak di bawah pohon Lo. Dan konon di sebelah timur Punden Lo ini terdapat sebuah padepokan milik Mbah Klipah. Mbah Klipah sering mengadakan pertemuan atau sarasehan bersama teman – teman sesama pelarian dan penduduk setempat. Dan kira – kira 100 m di sebelah barat padepokan ada sebuah “ Rong “ atau ruang rahasia bawah tanah tempat Mbah Klipah berlindung dari incaran tentara Kompeni Belanda. Selain itu rong tersebut juga digunakan untuk menyimpan pusaka milik Mbah Klipah yang jumlahnya 3 buah. Adapun nama – nama pusaka Mbah Klipah diantaranya adalah “ CIS, Tilam Sari dan Kotang Ontokusumo “. Lalu dalam perjalanan perjuangannya terakhir beliau sempat melarikan diri, akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Tawing. Dari kisah perjalanan Mbah Klipah dalam perjuangannya melawan tentara kompeni Belanda di Desa Kendalbulur ini, maka terciptalah nama sebuah dusun yaitu “ Rongganan “. Yang konon kabarnya nama Dusun Rongganan diambil dari kisah adanya rong tempat menyimpan pusaka ( gaman ) milik Mbah Ironggono atau Mbah Klipah. Jadi penamaan Dusun Rongganan di Desa Kendalbulur ini dapat dikaitkan atau diambil dari kisah perjalanan / perjuangan beliau selama berdomisili di Desa Kendalbulur. Lalu menurut cerita dari beberapa sumber, telah dikisahkan bahwa dari masing – masing Pusaka Mbah Klipah memiliki Qodam atau Gimbang berupa seekor Kuda Putih kemudian seekor Klabang Raksasa dan seekor Harimau Putih. Kira – kira 20 tahun yang lalu menurut cerita sesepuh desa ini, Gimbang Pusaka Mbah Klipah ini masih sering muncul di setiap Bulan Suro, yaitu berupa seekor macan putih. Dan pada umumnya masyarakat Dusun Rongganan menyebutnya dengan sebutan “ Mbah Glipo “ atau “ Macan Kopek “. Kemudian para sesepuh Desa menciptakan sebuah tembang Dhangdang Gulo yaitu : “ SINARKORO KIDUNG DHANDANG GENDHIS KAKI KLIPAH MENGSAH WALONDO DIPONEGORO LASKARE KAPIYAN DELING KEWUH TILAMSARI KANJENG KYAI CIS GEGIMBANGE SARDULO WIS AKEH SING WERUH MYANG KOTANG ONTOKUSUMO KETELUNE PUSOKO MATARAM NAGRI MAPAN NENG IRONGGANAN“ Tahun demi tahun berlalu setelah terbentuknya Dusun Rongganan, penghuni desa ini semakin berkembang dan sudah bertambah banyak sekitar tahun 1901 ketika desa ini dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama Mbah Suro Joyo, tepatnya pada Hari Kemis Wage tanggal 12 Bulan Besar ( Dzulhijjah ) di Desa Kendalbulur ini muncullah seekor harimau ( macan gembong ) yang kelaparan ingin mencari mangsa. Kejadian tersebut membuat resah seluruh penghuni desa. Dan semua warga penduduk bersatu untuk melawan harimau yang konon kabarnya sangat sakti. Mereka membawa senjata berupa tumbak sebagai alat untuk melumpuhkan harimau itu. Namun sekian banyak tumbak yang dimiliki warga penduduk tidak mempan melawan harimau sakti itu. Akhirnya minta bantuan dari para sesepuh desa lain untuk membantu memusnahkan harimau tersebut. Namun apa yang terjadi, seorang warga Desa Kendalbulur yang bernama KATIMAN kemudian meninggal dunia akibat serangan dari harimau tersebut. Lalu disusul seorang yang dianggap sakti di desa ini yaitu MBAH SODIKROMO juga turut membantu memusnahkan harimau itu namun beliaunya juga tidak mampu. Tubuhnya hancur dicabik – cabik harimau. Mbah Sodikromo mengerang kesakitan karena luka yang dideritanya sangat parah. Akhirnya berita gempar itu terdengar sampai di Kabupaten dan Kawedanan. Lalu Kanjeng Bupati bersama Ndoro Wedono berkenan rawuh di Desa Kendalbulur ini bersama para punggawa Kabupaten untuk turut serta memberantas harimau yang terkenal sakti itu. Tak lama kemudian Macan Gembong itu bisa dilumpuhkan dan mati. Lalu dikubur di bawah pohon serut yang terletak di sebelah timur Balai Desa Kendalbulur. Yang hingga masa sekarang tempat itu dijuluki dengan Petilasan MBAH SERUT. Sebagian warga Desa ini sampai saat ini masih menganggap bahwa tempat itu sebagai tempat keramat dan diuri – uri oleh sebagian warga terutama yang mau punya hajat, melakukan selamatan di tempat itu. Karena kejadian tersebut sangat menghebohkan warga masyarakat Desa Kendalbulur dan bahkan semua warga merasa ketakutan, maka kejadian tersebut dianggap suatu peristiwa yang sangat genting. Nah dari peristiwa inilah, akhirnya para sesepuh desa ini memberi nama atau menyebut tempat ini dengan sebutan Dusun Genting. Bukan hanya tercipta sebuah nama dusun, tapi karena peristiwa itu juga terciptalah sebuah tembang Dhandang Gulo, yang diciptakan oleh para sesepuh desa ini pula. “DINO WAGE RANGKEPIRO KAMIS WULAN BESAR TANGGAL KAPING 12 KENDALBULUR MEDAL GEMBONGE WANODYO PATING PLAYU TITIR NGANGKANG TANSOYO NDADI NDORO DONO NITIH KERETO, GUSTI KANJENG RAWUH KATIMAN NANDHANG CILOKO, SODIKROMO SAMBATE SETENGAH MATI MBOTEN DANGU SIMO SEDO “ Tembang Dhandang Gulo tersebut sampai saat ini masih sering dikumandangkan atau dilantunkan oleh para warga Desa Kendalbulur ini. Setelah desa ini mempuyai sebuah nama hingga akhirnya mempunyai sejarah terbentuknya 2 dusun yaitu Rongganan dan Genting, lalu waktu demi waktu karena sejarahnya desa ini banyak pohon Kendal yang tumbuh utamanya yang paling banyak tumbuh di bagian selatan wilayah desa ini. Maka di tempat ini oleh para sesepuh desa dibentuklah sebuah nama dusun lagi yaitu Dusun Kendalbulur. Mungkin karena pertimbangan para sesepuh desa, wilayah ini cukup luas maka desa ini perlu penambahan pembentukan 1 buah dusun lagi. Yang akhirnya sampai sekarang desa ini terbagi menjadi 3 dusun. Yaitu : 1. Dusun Kendalbulur 2. Dusun Genting 3. Dusun Rongganan Dari masing - masing dusun tersebut mempunyai sejarah sendiri – sendiri yang masih tetap tercatat dalam sejarah terbentuknya Desa Kendalbulur. Dan dari perjalanan panjang kisah / cerita terbentuknya Desa Kendalbulur merupakan warisan sejarah dari leluhur kita. Dimana sejarah tersebut merupakan warisan budaya yang wajib kita abadikan dan terus kita jaga sampai nanti para generasi penerus kita. Dan perlu diketahui bahwa sejarah terbentuknya Desa Kendalbulur tidak dapat diketahui secara jelas atau pasti. Karena terbatasnya sumber informasi baik yang bersifat dokumenter maupun penuturan dari para sesepuh desa yang ada. Namun berdasarkan informasi yang kami terima dari salah satu Aparat Desa ini, dulu pernah mendapat informasi atau cerita dari mantan penjabat desa bahwa desa ini sejak tahun 1857 sudah memiliki seorang pemimpin atau Kepala Desa. Adapun data yang kami dapatkan nama – nama Kepala Desa yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Kendalbulur sejak tahun 1857 adalah sebagai berikut : 1. Sdr. GELAP menjabat pada tahun 1857 - 1881 2. Sdr. SURO JOYO menjabat pada tahun 1882 – 1902 3. Sdr. MAT SEMANGUN menjabat pada tahun 1902 – 1922 4. Sdr. WARSO MEDJO menjabat pada tahun 1922 – 1928 5. Sdr. KASIM menjabat pada tahun 1928 – 1939 6. Sdr. SURO DARJO menjabat pada tahun 1939 – 1940 7. Sdr. HIRO HARJO menjabat pada tahun 1940 – 1964 8. Sdr. MOERDI KONDHO MOERDIJAT menjabat pada tahun 1964 – 1990 9. Sdr. SAMUDI menjabat pada tahun 1990 – 2006 10. Sdr. EKO PRISDIANTO menjabat pada tahun 2007 – 2013 11. Sdr. EKO PRISDIANTO menjabat pada tahun 2013 – 2017 12. Sdr. ANANG MUSTOFA, SE menjabat pada tahun 2018 - sekarang Demikianlah kiranya yang dapat kami tuturkan dalam kisah Terbentuknya Nama Desa Kendalbulur, untuk memenuhi permintaan dari Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Semoga dengan disampaikannya sejarah tentang terbentuknya nama desa ini dapat mendukung program –program Pemerintah Kabupaten Tulungagung ke depannya. Dan apabila dalam penuturan sejarah ini ada yang kurang berkenan maka kami hanya dapat memohon maaf yang sebesar – besarnya dan mohon untuk dimaklumi. Sebagai bukti dari sejarah tersebut maka kami lampirkan foto – foto tempat bersejarah sebagai pendukungnya. “ SEKIAN TERIMA KASIH “ Kendalbulur, 28 Juli 2021 Kepala Desa ANANG MUSTOFA, SE

Pranala luar sunting