Karangturi, Gantiwarno, Klaten

desa di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

Karangturi adalah desa di kecamatan Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia.

Karangturi
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenKlaten
KecamatanGantiwarno
Kode pos
57455
Kode Kemendagri33.10.02.2002 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Sejarah Desa

sunting

Berdasarkan penuturan dan cerita dari para sesepuh pini sepuh mengatakan bahwa nama Desa Karangturi berasal dari kata “Kok Arang” yang berarti Jarang dan “Turi” yaitu nama sejenis pepohonan.

Menurut cerita, pada kurun waktu tahun 1880an, ada 2 (dua) orang tokoh Abdi Dalem Keraton Surakarta, yaitu :

1.     Ki Bei Surongso

2.     Ki Demang Ronowiryo

Beliau berdua menempati wilayah yang subur, aman, baik untuk tempat tinggal maupun mencari mata pencaharian keluarganya.

Setelah itu bertahun – tahun berada di tempat yang dipilih untuk keluarga dan para pendhereknya, beliau berdua didesak dan dibujuk untuk melaporkan dan memohon kejelasan status tanah yang ditinggali tersebut kepada Kanjeng Susuhunan Pakubuwono di Surakarta Hadiningrat.

Akhirnya beliau berdua sowan dan dikabulkan permohonannya oleh Kanjeng Susuhunan Pakubuwono. Kanjeng Susuhunan Pakubuwono berpesan dalam hidup ini agar tidak melupakan Tuhan Yang Maha Kuasa, serta ridak boleh meninggalkan adat, tradisi dan budaya yang sudah ada karena sebagai peninggalan dari leluhur dan nenek moyang sejak jaman dahulu yang wajib diuri-uri atau dilestarikan.

Sepulang dari pisowanan, beliau berdua mengadakan musyawarah untuk mengadakan gotong royong untuk membuka lahan yang disebut “Mapar Tunggal”. Sebelum kegiatan “Mapar Tunggal” dimulai Ki Bei Surongso dan Ki Demang beserta keluarga dan pengikutnya mengadakan ritual doa memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberi Keselamatan, diberi petunjuk yang baik dan kelancaran tanpa ada gangguan suatu apapun agar nantinya bias ditempati dengan aman, damai, ayem dan tentrem hingga turun temurun kepada anak cucu.

Dalam kerja Bhakti “Mapar Tunggal” tersebut, semua pepohonan ditebang habis. Sesudah kegiatan tersebut, konon ceritanya Ki Bei Surongso mendapatkan wisik/ilham, yang menyatakan agar tanah yang sudah tidak ada pepohonannya untuk ditanamai pohon Turi. Kemudian beliau menceritakan kepada Ki Demang Ronowiryo, yang segera memerintahkan kepada pengikutnya untuk mencari bibit Turi dan menanamnya di lahan yang kosong. Keesokan hari Ki Bei Surongso dan Ki Demang Ronowiryo beserta para warga meninjau lahan tempat menanam tanaman Turi. Setelah tiba, mereka terkejut, karena tanaman Turi yang baru di tanam sudah tumbuh dengan baik, kemudian Ki Bei Surongso berkata kepada yang hadir bahwa beliau merasa senang dan bersyukur tanaman yang baru saja ditanam sudah tumbuh dengan baik dan asri, akan tetapi jarang “kok arang” tanaman Turinya. Kemudian bertanya apakah bibit Turi tersebut masih ada dan para pengikutnya dengan perasaan takut Ki Bei Surongso menjadi marah menjawab bibit tersebut sudah habis.

Dengan Bijaksana Ki Bei Surongso menanggapi, beliau tidak akan marah, kemudian berdasarkan kejadian tersebut Ki Bei Surongso menamakan wilayah yang mereka tinggali tersebut dengan nama “KARANGTURI”.

Dan sampai saat ini wilayah tersebut berkembang menjadi Desa Karangturi, adapun kedua sesepuh sebagai cikal bakal Desa Karangturi dimakamkan di wilayah Desa Karangturi, Ki Bei Surongso dimakamkan di Makam Bulu Dukuh Sorogenen, Karangturi adapun Ki Demang Ronowiryo dimakamkan di Makam Kembang Dukuh Jetakan, Karangturi.

Kepala Pemerintahan Desa Karangturi dari tahun 1950 sampai sekarang yaitu :

1.     Ki Demang Ronowiryo        ( Tahun 1898 –  Tahun 1923 )

2.     Ki Demang Manguntinoyo   ( Tahun 1924 –  Tahun 1947 )

3.     Samsi Karto Sudarmo          ( Tahun 1947 – Tahun 1985 )

4.     Sarwono                                ( Tahun 1986 – Tahun 1994 )

5.     Anang Sarwoko                    ( Tahun 1994 – Tahun 2007 )

6.     Sarno                                     ( Tahun 2007 –  Tahun 2013 )

7.     Sukarmin                               ( Tahun 2013 – Tahun 2019 )

Pranala luar

sunting