Kake'ane, Kakekane (juga ditulis Kakeane atau kek) adalah sebuah kata yang menjadi ciri khas komunitas masyarakat di Jawa Tengah bagian Pantura, terutama Karesidenan Semarang dan sekitarnya. Selain itu, kata ini juga digunakan oleh masyarakat Demak, Kudus dan Jepara. Meskipun memiliki konotasi buruk, kata kake'ane menjadi kebanggaan serta dijadikan simbol identitas bagi komunitas penggunanya, bahkan digunakan sebagai kata sapaan untuk memanggil di antara teman, untuk meningkatkan rasa kebersamaan. Kata ini dapat dimisalkan dalam bahasa Indonesia dengan sialan, dan dalam bahasa Jawa, sapaan asem ik lebih sopan dibandingkan kake'ane.

Normalnya, kata tersebut digunakan sebagai umpatan pada saat emosi meledak, marah, atau untuk membenci dan mengumpat seseorang. Kata Kake'ane juga menjadi simbol keakraban dan persahabatan khas Pantura bagian timur.

Etimologi sunting

Istilah “Kake'ane, Kakekane, Kakeane atau kek” memiliki makna “sialan, keparat, berengsek (ungkapan berupa perkataan umpatan untuk mengekspresikan kekecewaan atau bisa juga digunakan untuk mengungkapkan ekspresi keheranan atas suatu hal yang luar biasa)”.

Untuk penulisan dalam aksara Jawa, kata kake'ane dapat ditulis ꦏꦏꦺꦏ꧀ꦲꦤꦺ dan dalam abjad Pegon كَاكَيكْ أَنَي

Sejarah sunting

Kata ini memiliki sejarah yang masih rancu. Konon dulu zaman Belanda ada seorang anak kecil yang sering dimarahi kakeknya saat sedang asyik bermain hingga lupa waktu. Terlalu sering dimarahi sang kakek akhirnya si anak ketika bermain dan diledek teman-temannya "Sana pulang entar dimarahin kakek" dan si anak menjawab "ah jan kowe pancen koyo kakek ane (ah dasar kamu emang kayak kakek saya)". hingga akhirnya menjadi kata "Kake'ane". Sering kali marah dan sampai berkelahi dengan temannya ketika anak sering diledek dengan kata tersebut, hingga masyarakat menggunakan kata tersebut sebagai kata kasar serta umpatan atau kemarahan akan suatu hal. Kake'ane dalam kepastian sejarah masih simpang siur. Namun banyak pemerhati sejarah yang menyepakati bahwa pisuhan ini mulai gaul pada zaman post kolonial Belanda. Kata tersebut sering kali diucapkan dan menjadi kata gaul oleh anak-anak Indo-Belanda sekitar tahun 1940an. Pengucapan dilakukan oleh anak Jepara. Hal ini terjadi karena di Jepara terdapat perbedaan kelas yang sangat menonjol antara anak-anak Indo-Belanda dengan anak-anak pribumi.

Makna sunting

Kata “Kaké'ane” merupakan kata yang tabu digunakan oleh masyarakat Pulau Jawa secara umum karena memiliki konotasi negatif. Namun, penduduk Jepara, menggunakan kata tersebut sebagai identitas komunitas mereka[1] sehingga kata “Kaké'ane” memiliki perubahan makna ameliorasi (perubahan makna ke arah positif).

Kata seru sunting

Kata "Kake'ane", atau “kek” dalam bentuk singkatnya, digunakan sebagai kata seru untuk menunjukkan perasaan yang muncul, baik perasaan yang bersifat negatif maupun positif. Contoh kalimat:

  1. "Kek, gak usah kakehan ngomong!" ("Kek, tidak usah banyak bicara!")
  2. "Wih, apik'e, Kek!" ("Wih, bagusnya, Kek!")

Kata sapaan sunting

Di antara para pengguna, kata “Kake'ane” juga digunakan sebagai kata sapaan untuk mengungkapkan kemarahan atau menunjukkan kedekatan hubungan di antara teman.[1] Karena konotasi buruk yang melekat pada istilah “Kake'ane”, seseorang akan menjadi marah jika dipanggil menggunakan kata tersebut. Hal tersebut tidak berlaku di antara teman karib, yang malah menunjukkan bahwa kedekatan hubungan mereka membuat mereka tidak akan saling marah jika dipanggil dengan kata “Kaké'ane”. Meskipun tergolong bahasa gaul anak muda, kata tersebut masih terasa tidak pantas untuk digunakan memanggil orang tua karena arti sebenarnya adalah perkataan kotor.

Contoh kalimat:

  1. "Kek, nang endi ae kowe?" ("Kek, ke mana saja kamu?")
  2. "Ojo meneng ae, Kek!" ("Jangan diam saja, Kék!")
  3. "Ning pante yok, Kek." ("kepantai yuk, Kék.")

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama warkop