Shafi bin Shayyad: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SkullSplitter (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{Infobox person | name = Shafi bin Shayyad |native_name= الصف بن الصياد‎ | image = <!-- filename only, no "File:" or "Image:" prefix, a...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 23 Oktober 2019 10.31

Shafi bin Shayyad (Arab: الصف بن الصياد‎) adalah seorang anak remaja Yahudi Arab yang mengaku kenabian dihadapan Nabi Muhammad. Ia diduga kuat Dajjal yang sedang menyamar sebagai manusia biasa oleh Umar bin Khattab, namun Nabi Muhammad sendiri tidak mengetahu secara pasti apakah anak ini Dajjal atau bukan.[1]

Shafi bin Shayyad
Nama asalالصف بن الصياد‎
LahirAbad ke-7 Masehi
Provinsi Madinah, Jazirah Arab (sekarang Saudi Arabia)
MenghilangDesember 632
Dataran Aqraba, Yamamah, Najd, Kekhalifahan Rasyidin (sekarang Saudi Arabia)
StatusMati
Nama lainIbnu Shayyad, Abdullah bin Sa'id, Ibnu Sa’id
Dikenal atas

Awal kehidupan

Ia dilahirkan dari keluarga Arab beragama Yahudi, Ibnu Shayyad mengaku bahwa dia adalah seorang nabi ketika dia berada di ambang masa remaja, dan pada awalnya ia diyakini sebagai mesias palsu, karena karakteristiknya sama dengan karakteristik mesias palsu (Dajjal). Permusuhannya dengan Muhammad memberi alasan kuat para ulama bahwa ia adalah Dajjal.

Mengetahui keberadaan Dajjal

Sosok Ibnu Shayyad sempat diidentikan dengan figur Dajjal, semua ini berawal saat dirinya menyertai Abu Sa’id dalam suatu perjalanan. Ibnu Shayyad mendengar apa-apa yang dibicarakan manusia tentang-nya, lalu dia merasa sangat terluka karenanya. Dia membela diri bahwa dia bukanlah Dajjal, dan berhujjah bahwa yang dikabarkan oleh nabi ﷺ tentang sifat-sifat Dajjal tidak sesuai dengan keadaannya.

Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Sa’id, dia berkata, “Kami pernah keluar untuk melakukan haji atau umrah dan Ibnu Sa'id ikut bersama kami, kemudian kami singgah. Selanjutnya orang-orang berpisah sementara aku bersamanya. Aku merasa sangat takut karena apa yang dikatakan manusia tentangnya.” (Abu Sa’id) berkata, “Dia datang dengan perbekalannya, lalu dia meletakkannya bersama perbekalanku.”

Aku berkata kepadanya, “Udara sangat panas, sebaiknya engkau meletakkannya di bawah pohon itu,” (Abu Sa’id) berkata, “Akhirnya dia melakukannya.” Kemudian kami diberikan satu ekor kambing, lalu dia pergi dan kembali dengan membawa satu wadah besar, dia berkata, “Minumlah wahai Abu Sa’id!” Aku berkata, “Sesungguhnya udara sekarang ini panas sekali, dan susu itu juga panas,” sebenarnya tidak ada masalah bagiku, hanya saja aku tidak ingin meminum sesuatu yang berasal dari tangannya, (atau dia berkata) mengambil dari tangannya,” lalu dia berkata, “Wahai Abu Sa’id, sebelumnya aku hendak mengambil tali, lalu menggantung-kannya di pohon, kemudian aku ikat leherku (karena merasa sakit hati) terhadap segala hal yang dikatakan oleh semua orang.

Wahai Abu Sa’id, siapakah yang tidak mengetahui hadits rasulullah ﷺ. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari kalian wahai orang-orang Anshar. Bukankah engkau orang yang paling mengetahui hadits rasulullah ﷺ? Bukankah rasulullah ﷺ telah bersabda, ‘Dia (Dajjal) adalah orang kafir, sementara aku adalah seorang muslim? Bukankah rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa dia (Dajjal) adalah orang yang tidak memiliki anak, sementara aku telah meninggalkan anak-anakku di Madinah? Bukankah rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa dia (Dajjal) tidak akan pernah memasuki Madinah dan Makkah, sementara aku datang dari Madinah menuju Makkah?” Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Hampir saja aku menerima alasannya.”

Kemudian dia berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengenalnya dan mengetahui tempat kelahirannya, dan di mana dia sekarang.” Abu Sa’id berkata, “Aku berkata kepadanya, ‘Celakalah engkau pada hari-harimu.’”[2]

Dalam satu riwayat lain, Ibnu Shayyad berkata, “Demi Allah, sesungguh-nya aku mengetahui di mana dia (Dajjal) sekarang, dan mengenal bapak juga ibunya.” (Perawi berkata) dikatakan kepadanya, “Apakah engkau senang jika engkau adalah dia?” Dia menjawab, “Jika ditawarkan kepadaku, maka aku tidak akan membencinya.”[3]

Kemudian disaat yang lain pula Ibnu Umar bertanya tentang cahaya matanya yang redup, kemudian Ibnu Shayyad berbohong dengan bersumpah atas nama Allah, kisah ini diriwayatkan oleh Abdurrazzaq.[4] Pada akhirnya, hal tersebut menjadi sebuah kerancuan dalam kisah-kisahnya tentang jatidiri siapa sebenarnya Ibnu Shayyad ini.

Mengaku sebagai seorang nabi

Abdullah bin Umar meriwayatkan, bahwa Umar bin Khattab pergi bersama nabi dalam satu rombongan kecil menemui Ibnu Shayyad. Nabi menemukannya sedang bermain bersama teman-teman sebayanya didekat benteng Bani Maghalah.

Ketika itu Ibnu Shayyad berusia baligh (sekitar usia 15 tahun). Ia tidak merasakan kedatangan rasulallah ﷺ sampai beliau menepuk punggungnya. Lalu terjadilah dialog berikut ini: Rasul ﷺ bertanya kepadanya, "Apakah engkau bersaksi, bahwa aku utusan Allah?" Ibnu Shayyad pun menoleh kepada nabi dan menyahut, "Aku bersaksi, bahwa engkau adalah utusan kepada orang-orang yang tidak dapat membaca." Ia lalu balik bertanya, "Apakah engkau bersaksi, bahwa aku adalah utusan Allah?"

Rasulallah ﷺ tak mau mengakui dan menjawab, "Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya." Rasulallah ﷺ lantas bertanya kembali kepadanya, "Apa yang engkau lihat?" Ibnu Shayyad menjawab, "Aku didatangi oleh seorang yang jujur dan seorang pendusta." Rasulullah pun memotong pembicaraan itu, "Sosokmu meragukan." Rasulullah melanjutkan, "Aku menyimpan sesuatu darimu." Ibnu Shayyad menjawab, "Yang engkau simpan itu adalah kata Dukh." Rasulallah pun menyahut, "Diam! Kemampuanmu tdak bisa mencapainya."

Umar bin Khattab lalu angkat bicara, "Wahai rasulallah, izinkan aku memenggal lehernya." Nabi pun bersabda. "Jika benar bahwa Ibnu Shayyad itu Dajjal, maka engkau tidak bisa membunuhnya." Nabi melanjutkan lagi, "Jika ia bukan Dajjal, maka tidak ada gunanya engkau membunuhnya."

Pertemuan di kebun kurma

Salim bin Abdullah juga menuturkan, ia mendengar Abdullah bin Umar meriwayatkan, bahwa setelah kejadian itu rasulallah ﷺ dan Ubay bin Ka'ab al Anshari mendatangi kebun kurma, tempat Ibnu Shayyad berada. Ketika memasuki kebun kurma itu, rasulallah ﷺ berjalan perlahan dibalik pepohonan, dan mengendap-endap mendekati Ibnu Shayyad, untuk mendekati Ibnu Shayyad untuk mendengar apa saja yang dibicarakan, sebelum ia melihat kedatangan nabi.

Pada saat itu, rasulallah ﷺ melihatnya sedang berbaring di atas selembar kain, menggumamkan kalimat-kalimat samar yang nyaris tidak bisa dipahami. Pada saat bersamaan ibu Ibnu Shayyad melihat rasulallah yang bersembunyi dibalik pohon kurma. Ia pun berteriak kepada anak lelakinya, "Hai Shafi, Muhammad datang!" Mendengar teriakan ibunya itu, Ibnu Shayyad langsung bangun. Rasulallah pun berkata, "Jika ibunya membiarkan, kita pasti bisa tahu siapa dia sebenarnya."

Pendapat Ulama

Abu ‘Abdillah al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Pendapat yang benar bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajjal, berdasarkan dalil-dalil yang telah lalu, dan tidak mustahil bahwa dia telah ada sebelumnya di pulau tersebut, dan ada di depan para sahabat di waktu yang lain.”[5]

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah berkata, ‘Kisahnya itu musykil (sulit difahami), dan perkaranya samar-samar, apakah dia itu Masihud Dajjal yang terkenal atau yang lainnya? Akan tetapi tidak diragukan bahwa dia termasuk Dajjal di antara para Dajjal.

Para ulama berkata, ‘Nampak di dalam hadits-hadits tersebut bahwa nabi ﷺ tidak diberikan wahyu apakah dia itu Dajjal atau yang lainnya. Beliau hanya diwahyukan tentang sifat-sifat Dajjal, sementara Ibnu Shayyad memiliki ciri-ciri yang memungkinkan. Karena itulah nabi ﷺ tidak menyatakan secara pasti bahwa dia adalah Dajjal atau yang lainnya, dan karena itu pula beliau berkata kepada ‘Umar, ‘Jika dia memang Dajjal, maka engkau tidak akan pernah bisa membunuhnya.

Adapun alasan yang dikemukakan Ibnu Shayyad bahwa dia adalah seorang muslim sementara Dajjal adalah seorang kafir, Dajjal tidak memiliki keturunan sementara dia (Ibnu Shayyad) memiliki keturunan, dan Dajjal tidak akan bisa memasuki Makkah dan Madinah padahal dia bisa memasuki Madinah dan pergi menuju Makkah, semua ini bukan merupakan dalil karena nabi ﷺ hanya memberikan sifat-sifatnya ketika fitnahnya muncul dan ketika dia keluar mengelilingi bumi.

Di antara kerancuan kisahnya bahwa dia salah satu Dajjal pembohong adalah perkataannya kepada nabi ﷺ, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?!’ dan pengakuannya bahwa dia didatangi orang yang jujur dan orang dusta, dia melihat singgasana di atas air, tidak benci kalau ia Dajjal, dia mengetahui tempatnya, dan perkataannya, ‘Sesungguhnya aku mengenalnya, mengetahui tempat kelahirannya dan mengetahui di mana dia sekarang,’ dan kesombongannya yang memenuhi jalan.

Adapun sikapnya yang menampakkan keislaman, hajinya, jihadnya, dan pengingkarannya akan tuduhan yang ditujukan kepadanya sama sekali bukan dalil yang menunjukkan secara tegas bahwa dia bukan Dajjal.”[6]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Maka Rasulullah ﷺ berkata kepada ‘Umar bin Al-Khaththab: “Jika ia (Ibnu Shayyad) adalah dia (Dajjal), engkau tidak akan mampu mengalahkannya, dan jika bukan, sia-sialah kamu membunuhnya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad no. hadits 6075 dan 6076. Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitabul Jana`iz no. hadits 1354, Al-Imam Muslim dalam Kitabul Fitan wa Asyrathus Sa’ah no. hadits 2930, Al-Imam Abu Dawud, dalam Kitabul Malahim bab Fi Khabari Ibnu Sha’id no. hadits 4329, Al-Imam At-Tirmidzi dalam Kitabul Fitan ‘an Rasulillah no. hadits 2175).
  2. ^ Kitab Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah bab Dzikru Ibni Shayyad (XVIII/51-52, Syarh an-Nawawi).
  3. ^ Shahiih Muslim (XVIII/51, Syarh an-Nawawi)
  4. ^ Hadits shahih riwayat ‘Abdurrazzaq, di Kitab Al-Mushannaf (XX/306), tahqiq Habiburrahman al-A’zhami. Dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar, dia berkata, “Pada suatu hari aku berjumpa dengan Ibnu Shayyad (dia bersama seseorang dari kalangan Yahudi) ternyata cahaya sebelah matanya telah padam dan menonjol bagaikan mata keledai. Ketika aku melihatnya, aku berkata, “Sungguh, wahai Ibnu Shayyad! Sejak kapan cahaya sebelah matamu padam?” Dia menjawab, “Demi Allah aku tidak tahu.” Aku berkata, “Engkau telah berbohong, padahal dia ada di kepalamu.” Dia (Ibnu ‘Umar) berkata, “Lalu dia mengusapnya dan mendengus sebanyak tiga kali.” Kitab Nailul Authaar syarh Muntaqal Ahbaar (VII/230-231), karya asy-Syaukani, cet. Mushthafa al-Halabi, Mesir.
  5. ^ At-Tadzkirah (hal. 702).
  6. ^ Syarh Nawawi li Shahiih Muslim (XVIII/46-47).
  • Bencana dan Peperangan Akhir Zaman Sebagaimana Rasulullah ﷺ Kabarkan, karya: Ibnu Katsir, penerbit: Ummul Qura.

Pranala luar