Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar bin al-Khattab (bahasa Arab: عبد الله بن عمربن الخطاب) lahir sekitar 613 M–wafat 693 M) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad dan putra Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam Islam. Ia masuk Islam sejak kecil dan hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Saat Perang Badar (624 M), ia ingin ikut serta tetapi ditolak karena usianya yang masih sekitar 11–12 tahun. Ia juga belum diperbolehkan ikut Perang Uhud (625 M) dan baru aktif dalam pertempuran sejak Perang Khandaq (627 M). Saudarinya, Hafsah, menjadi istri Nabi Muhammad.[1]
![]() ![]() | |
Nama dalam bahasa asli | (ar) عبد الله بن عمر ابن الخطاب ![]() |
---|---|
Biografi | |
Kelahiran | k. 610 ![]() Makkah ![]() |
Kematian | 693 ![]() Makkah ![]() |
Data pribadi | |
Agama | Islam ![]() |
Kegiatan | |
Pekerjaan | pemimpin militer, mufasir, muhaddith (en) ![]() ![]() |
Murid | Nafi maula Ibnu Umar, Thawus bin Kaisan, Bukayr ibn al-Àkhnas al-Sadussí (en) ![]() ![]() ![]() |
Konflik | Pertempuran Badar, Pertempuran Uhud, Pertempuran Khandaq, Pertempuran Mu'tah, Ekspedisi Tabuk dan Pembebasan Mekkah ![]() |
Keluarga | |
Pasangan nikah | Safiyya bint Abi-Ubayd (en) ![]() ![]() |
Anak | Salim bin Abdullah, Waqed ibn Abdullah ibn Umar (en) ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
Orang tua | Umar bin Khattab ![]() ![]() |
Saudara | Ashim bin Umar, Hafshah binti Umar dan Ubaidullah bin Umar ![]() |
Ibnu Umar mewarnai janggutnya dengan warna kuning dengan rambut yang panjang sampai pundak. Ia juga memakai cincin dengan ukiran namanya.[1] Ia menikah dengan Shafiyyah binti Abu Ubaid bin Mas'ud ats-Tsaqafi pada tahun 16 H[2] dan memilik 7 anak, lalu dengan budaknya memiliki 9 anak.[1]
Abdullah bin Umar termasuk dalam jajaran sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis, dengan lebih dari 2.600 riwayat yang tercatat dalam kitab-kitab utama seperti Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, terdapat lebih 100 orang yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Amru.[1] Ia dikenal sangat selektif dalam meriwayatkan hadis, lebih mengutamakan riwayat yang ia dengar langsung dari Nabi Muhammad, tetapi juga meriwayatkan dari sahabat terpercaya seperti ayahnya. Ia kuat solat malam, dan selama 40 tahun tidak pernah makan sampai kenyang.[3]
Selama Fitnah Pertama (656–661 M), ia menolak berbaiat kepada Ali bin Abi Thalib maupun Muawiyah bin Abu Sufyan. Menurut Ibnu Sa’ad dalam al-Tabaqat al-Kubra, sikap ini mencerminkan upayanya menjaga netralitas dalam konflik politik Muslim saat itu.
Sebagai ahli fikih, pendapat hukumnya menjadi salah satu rujukan penting dalam Mazhab Maliki melalui muridnya, Nafi‘—seorang mantan budak (mawla) yang menjadi perawi terkemuka. Riwayatnya juga dikutip dalam literatur Mazhab Hanbali, terutama dalam diskusi fikih generasi awal.
Biografi
suntingIbnu Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya dalam Perang Badar, tetapi Rasulullah menolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang Khandaq.[1] Ia ikut berperang bersama Ja'far bin Abu Thalib dalam Perang Mu'tah, dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah).
Setelah Nabi Muhammad meninggal, semasa Khalifah Abu Bakar, ia ikut dalam Perang Yamamah[3], Perang Yarmuk dan pada masa Khalifah Umar, ayahnya, ia terlibat dalam penaklukan Nahawand[2] di Persia, di Mesir serta daerah lainnya di Afrika. Ketika Umar ditikam dan dibawa ke rumahnya, Abdullah bin Umar menjelaskan jika ia ditikam oleh Abu Lu'lu budak Mughirah bin Syubah, Umar bersyukur karena ditikam bukan oleh muslim, dan ia minta Abdullah untuk meminta ijin pada Aisyah agar dimakamkan di samping Nabi Muhammad.[2]
Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat sebagai hakim, tetapi ia tidak mau menerimanya.[1] Pada tahun 30 H / 651 M, Abdullah bin Umar mengikuti pembebasan wilayah Jurjan dan Tabaristan dipimpin Said bin Ash bersama sahabat lainnya seperti Hassan, Husain, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amru dan lainnya.[2]
Setelah Utsman terbunuh, sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai'atnya menjadi khalifah, tetapi ia juga menolaknya. Ali memintanya untuk ke Syam (Suriah) sebagai Gubernur namun ia menolak dan malah pergi ke Mekah[1]. Ia tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik.
Saat musim haji di Mekah, Ibnu Umar bersama Ibnu Abbas biasa mengisi majelis-majelis ilmu di masjidil haram sembari memberikan fatwa dari pertanyaan masyarakatnya.[1]
Muawiyah mengirimkan hadiah 100.000 dirham (sekitar 400 juta rupiah) pada Ibnu Umar dalam setahun sudah ia habiskan untuk bersedekah pada yang lain[1]. Ketika Yazid bin Muawiyah naik menjadi Khalifah, Ibnu Umar berkata,
"Jika ia baik, maka kami ridho. Jika ia menjadi bencana, maka kami sabar."[1]
Penduduk Mekah ingin membaiat Ibnu Umar sebagai Khalifah, termasuk sahabat Abu Musa mendukung, tetapi ia menolak karena tak ingin ada pertumpahan darah[1]. Ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat itu telah menjadi penguasa Makkah.
Periwayat hadits
suntingIbnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti ke mana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan berkata:"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar". Ia bersikap sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah, karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Di antara para Tabi'in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah anaknya Salim dan mantan hamba sahayanya, Nafi'. Salah satu pesan Ibnu Umar :
"Berbuat kebaikan itu mudah: wajah berseri dan perkataan yang lembut.”[3]
Pujian dari Sahabat
suntingKesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat Nabi dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah berkata: " Tidak ada di antara kami disenangi oleh dunia dan dunia senang kepadanya, kecuali Umar dan putranya Abdullah."[1] Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: "Ibnu Umar meninggal dan keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup pada masa yang tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia".[1]
Ibnu Umar banyak memerdekakan budak bahkan sampai lebih 1.000 budak. Ia pernah diberi uang 20.000 dirham (sekitar 80 juta rupiah) hanya secepat kilat ia bagikan ke orang-orang.[1] Ibnu Umar sering menyampaikan salam pada orang-orang di jalanan.
Ibnu Umar adalah seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga banyak berderma. Ia hidup sampai 60 tahun setelah wafatnya Rasulullah. Ia kehilangan pengelihatannya pada masa tuanya. Ulama Ibnu Hazm mengatakan bahwa para sahabat Nabi yang banyak mengeluarkan fatwa adalah Umar bin Khathab, anaknya Abdullah, lalu Ali, Aisyah, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, dan Zaid bin Tsabit. [1]
Kematian
suntingIa wafat dimakamkan di Fakh, Mekkah pada 73 H / 693 M dalam usia 84 tahun[1]. Sejumlah sumber seperti Tarikh al-Tabari menyebut adanya ketegangan antara Ibnu Umar dan gubernur Umayyah, Al-Hajjaj bin Yusuf. Beberapa riwayat menyatakan bahwa ia mengalami luka akibat serangan tombak beracun seorang prajurit Al-Hajjaj yang mengenai kaki Ibnu Umar[1][3], karena saat Hajjaj berkhotbah di Masjidil Haram memfitnah Abdullah bin Zubair, disanggah oleh Abdullah bin Umar. Saat sakti, Hajjaj menjenguk Ibnu Umar, tetapi Ibnu Umar menutup mata dan tidak menjawab salamnya. Akibat luka tombak itu yang diduga mempercepat wafatnya[1]. Hal itu membuat ia menyesal tidak membela Ali saat menghadapi Muawiyah. Ia dimakamkan di Al-Hajun / al-Ma'la, meninggalkan metodologi periwayatan hadis yang ketat dan diakui oleh ulama lintas generasi.
Keistimewaan Abdullah bin Umar
sunting- Menjadi Muslim sejak kanak-kanak yaitu diusia 13 tahun.[4]
- Meneladani Rosulallah dengan sangat detail. Dikisahkan, Pernah Rosulallah disuatu tempat berdo'a sambil berdiri, Abdullah bin umar pun dilain kesempatan saat sampai ditempat itu juga berdo'a sambil berdiri. ketika dilokasi yang lain rosulallah berdo'a sambil duduk, maka ketika Abdullah bin Umar ra lewat ditempat tersebut, juga berdo'a sambil duduk. Bahkan ketika suatu ketika unta Rosulallah berputar dua kali disuatu tempat dimakkah sebelum beliau turun dari atasnya untuk melaksanakan sholat dua rekaat, karena boleh jadi ingin mencari posisi yang nyaman untuk menjerum, maka Abdullah bin Umar ketika sampai dilokasi tersebut, juga memutarkan untanya dua kali baru kemudian sholat dua rekaat. inilah bukti betapa cintanya Abdullah bin Umar ra kepada Rosulallah .[4]
- Sangat berhati-hati dalam menyampaikan hadits dan bertawa. Orang-orang dimasanya mengatakan, "Tak seorangpun diantara sahabat Rosulallah . yang lebih berhati-hati agar tidak tercecer atau terkurangi satu huruf pun dalam menyampaikan hadits Rosulallah . sebagaimana Ibnu Umar ra." Ibnu Umar adalah seorang ulama sahabat yang hafal ribuan hadits juga hidup bersama Nabi Muhammad, tetapi ketika ada orang yang meminta fatwa kepada beliau dan beliau tidak mengetahuinya, beliau berkata, "Aku tidak tahu masalah yang engkau tanyakan" maka orang itu pergi. Ibnu umar pun menggosok-gosokkan tangannya tanda suka cita dan berkata pada dirinya, "Ibnu Umar ditanyai orang tentang yang tidak diketahuinya maka ia menjawab tidak tahu."[4]
- Menolak jabatan, Suatu ketika beliau ditawari jabatan Hakim oleh Khalifah Utsman, namun hal tersebut langsung ditolak oleh Ibnu Umar. Utsman terus mendesaknya, bahkan berkata, "Apakah engkau tidak menaati perintahku?". Ibnu Umar menjawab, "Sama sekali tidak, hanya saya dengar hakim itu ada tiga macam, Pertama: Hakim mengadili tanpa ilmu, maka ia didalam neraka, Kedua, hakim yang mengadili berdasarkan nafsu, Maka ia juga didalam neraka, Ketiga, Hakim yang beritjihad dan hasil itjihadnya benar, maka ia dalam keadaan berimbang, tidak berdosa tidak pula berpahala. atas nama ALlah, saya memohon kepadamu agar dibebaskan dari jabatan itu"[4]
- Beliau dikenal sebagai "Sahabat malam" dan "sekutu waktu sahur" karena begitu rajinnya beliau sholat malam[4]
- Sering menangis jika membaca Al-Qur'an, bahkan pernah jatuh pingsan tatkala membaca al-Qur'an surah AL Muthafifin 1-6: وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (6) Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?[4]
- Sangat dermawan. DIkisahkan suatu ketika beliau mendapatkan uang sebanyak 4.000 dirham (sekitar 16 juta rupiah) dan sehelai baju dingin. besoknya, ada yang melihat beliau membeli makanan untuk tunggangannya tidak dengan cara kontan. maka ditanyalah kepada keluarganya, maka keluarganya menceritakan, "Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya. setelah itu ia mengambil baju dingin itu dan pergi, ketika pulang baju itu sudah tidak ada, ketika kami tanya, ia menjawab bahwa baju itu sudah diberikan kepada orang miskin.[4]
Referensi
sunting- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala Vol.7. Hal. 327-380. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
- ^ a b c d Tabari, Imam (1993). History of al-Tabari Vol 13-15. New York: State University of New York Press. ISBN 0-7914-0851-5
- ^ a b c d Muhammad Raji Hassan, Kinas (2012). Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Jakarta: Penerbit Zaman. ISBN 978-979-024-295-1
- ^ a b c d e f g Muhammad KHalid, KHalid (Robiul awal 1439 H). Biografi 60 sahabat Nabi. Jakarta timur: UMMUL QURO. hlm. 110. ISBN 9786029896886. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
Bacaan lanjutan
sunting- Mursi, Muhammad Said. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI & Achmad Fauzan, Lc, MAg. Cet-1, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 2007.
Pranala luar
sunting- (Inggris) Abdullah bin Umar (radhiyallahu anhu) Diarsipkan 2008-05-14 di Wayback Machine. at The Darul-Uloom Al-Islamiyya Website.