Indosat

perusahaan asal Indonesia
(Dialihkan dari Indosat Ooredoo Hutchison)

Indosat Ooredoo Hutchison (atau Indosat) adalah salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia.[2] Perusahaan ini menawarkan layanan komunikasi untuk pengguna telepon genggam dengan pilihan prabayar maupun pascabayar dengan merek IM3 dan 3, ditambah jasa-jasa lainnya seperti saluran internet melalui media serat optik dengan merek Indosat HiFi; saluran komunikasi via suara untuk telepon tetap, termasuk sambungan langsung internasional; serta layanan multimedia dan komunikasi data.[3]

PT Indosat Tbk
Indosat Ooredoo Hutchison
Sebelumnya
  • PT Indonesian Satellite Corporation (1967-1984)
  • PT Indosat (Persero) Tbk (1984-2003)
Publik
Kode emitenIDX: ISAT
Komponen LQ45
IndustriTelekomunikasi
PendahuluBimagraha Telekomindo (1992-2003)
Satelindo (1993-2003)
Indosat-M3 (2001-2003)
Hutchison 3 Indonesia (2000-2022)
MNC Kabel Mediacom (2013-2024)
Didirikan10 November 1967; 56 tahun lalu (1967-11-10)
PendiriITT Corporation
Kantor pusatJalan Medan Merdeka Barat No. 21, Jakarta, Indonesia
Tokoh kunci
Halim Alamsyah (Komisaris Utama)
Vikram Sinha (Direktur Utama)
ProdukJasa komunikasi untuk telepon genggam, sambungan tetap dan MIDI (Multimedia, Data, Internet)
MerekIM3
3
Indosat HiFi
PendapatanKenaikan Rp 51,2 triliun (2023)
Penurunan Rp 4,5 triliun (2023)
Total asetKenaikan Rp 114,7 triliun (2023)
Total ekuitasKenaikan Rp 30,7 triliun (2023)
PemilikOoredoo Hutchison Asia (65,64%)
Karyawan
2.975 (2023)
Anak usahaPT Aplikanusa Lintasarta
Indosat Singapore Pte. Ltd.[1]
Situs webindosatooredoo.com

Sejarah

Logo pertama Indosat (1984-2 Februari 2005)[4]
Logo kedua Indosat (2 Februari 2005-18 November 2015)
Logo ketiga Indosat Ooredoo (18 November 2015-3 Oktober 2019)
Logo terakhir Indosat Ooredoo (3 Oktober 2019-4 Januari 2022)

Pendirian dan perkembangan awal

Indosat (singkatan dari Indonesian Satellite Corporation, dalam Bahasa Indonesia artinya Perusahaan Satelit Indonesia) didirikan pada 10 November 1967 sebagai salah satu perusahaan penanaman modal asing (PMA) pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telekomunikasi internasional melalui satelit internasional Intelsat. Kelahirannya terjadi saat pemerintah hendak menerapkan teknologi komunikasi satelit di Indonesia, namun terkendala biaya sehingga memberikan kesempatan pengembangannya pada pihak swasta.[5]

Datanglah kemudian International Telephone & Telegraph (ITT), sebuah perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat yang menawarkan pengerjaan proyek tersebut. Kesepakatan ITT dan pemerintah RI kemudian ditandatangani pada 9 Juni 1967, yang berisi perjanjian bahwa perusahaan tersebut akan membangun stasiun bumi. Ketika selesai dibangun, infrastrukturnya akan diserahkan kepada negara, namun ITT akan tetap mengoperasikannya dengan menyewanya dari pemerintah selama 20 tahun[6] dan bekerjasama dengan PN Telekomunikasi. Selanjutnya, pembangunan stasiun bumi tersebut dimulai sejak Agustus 1968 dan diresmikan pada 29 September 1969 yang dikenal sebagai Stasiun Bumi Jatiluhur.[7][8]

Adapun ITT menguasai Indosat lewat anak usahanya American Cable & Radio Corporation (ACR), dengan modal awal sebesar US$ 6 juta.[5] Meskipun demikian, 50% pendapatan bersihnya per tahun diberikan ke pemerintah RI. Dengan kehadiran Indosat, lalu lintas telekomunikasi internasional dari dan ke Indonesia naik pesat, baik dalam jasa telepon maupun teleks, yang ikut membuat pendapatannya naik 33% per tahun dari 1969 hingga 1979.[9] Namun, pemerintah kemudian mulai tidak puas pada kesepakatannya dengan ITT, khususnya melihat posisi Perumtel (d/h PN Telekomunikasi) yang dirasa tidak mendapatkan keuntungan apa-apa walaupun Indosat menggunakan infrastrukturnya. Melalui sejumlah perundingan di tahun 1974 dan 1978, dicapai kesepakatan antara Perumtel dan Indosat, dimana sekitar 15% pendapatan Indosat dalam jasa telepon internasional dan pengoperasian kabel laut akan diberikan pada Perumtel.[6]

Masalah lain pun muncul ketika di bulan Maret 1979, pemerintah Indonesia dan Malaysia menyepakati pembangunan jalur kabel bawah laut Pulau Pinang-Medan, namun Indosat menolak ikut dalam proyeknya karena dianggap tidak menguntungkan. Presiden Soeharto pun kecewa mendengar penolakan tersebut.[9] Belum lagi suara-suara yang merasa bahwa sudah saatnya sarana komunikasi satelit dikelola oleh putra-putri bangsa, bukannya investor asing.[10] Hal tersebut membuat pemerintah RI mulai merencanakan untuk mengambilalih Indosat dari tangan ITT.

Sempat ada usulan untuk menasionalisasi Indosat tanpa ganti rugi atau memberikan hukuman tegas pada ITT atau Indosat atas penolakannya. Namun kemudian salah satu menteri, J.B. Sumarlin, menyarankan agar pemerintah membeli seluruh saham ITT/ACR di Indosat dengan baik-baik, dikarenakan pemerintah sedang mendapatkan keuntungan dari boom minyak 1979, ditambah keinginan agar tidak mengganggu iklim investasi. Soeharto pun setuju dan membentuk "tim akuisisi" yang diketuai Sumarlin.[5] Adapun negosiasi antara ITT dan pemerintah RI dimulai sejak September 1980, dengan target sebelum 31 Desember 1980 100% saham Indosat sudah beralih ke tangan negara. Perundingan alot pun terjadi, dengan ITT menawarkan harga akuisisi sebesar US$ 72,6 juta, sedangkan pemerintah hanya bersedia mengeluarkan US$ 30 juta.[9]

Nasionalisasi dan perkembangan hingga 2000

Akhirnya, pada 20 November 1980, pemerintah RI dan ITT menyepakati kontrak pembelian 100% saham Indosat senilai US$ 43,8 juta, dengan memperhitungkan seluruh aset dan nilai kontrak keduanya dari 1969 hingga 1989.[10] Awalnya ditargetkan pelunasannya akan diselesaikan di tanggal 15 Januari 1981, namun pemerintah memutuskan melakukannya lebih awal, yaitu pada 30 Desember 1980.[9] Penuntasan transaksi tersebut menjadikan Indosat sebagai salah satu perusahaan telekomunikasi internasional pertama yang dibeli dan dimiliki 100% sahamnya oleh Pemerintah Indonesia. Setelah akuisisi tersebut, Indosat ditetapkan sebagai perusahaan tunggal yang memonopoli komunikasi internasional,[11] berdampingan dengan Perumtel yang memonopoli komunikasi domestik. Indosat pun "berganti baju", dari PMA menjadi BUMN persero sesuai Peraturan Pemerintah No. 52 dan No. 53/1980.[12]

Dalam menjalankan monopoli komunikasi internasional itu, Indosat menjalankan sejumlah usaha seperti menyediakan jasa telepon internasional; teleks internasional; telegram internasional; televisi internasional; Sambungan Langsung Internasional (yang kemudian menjadi produk utamanya); biro faks internasional (kerjasama dengan PN Pos dan Giro); Sambungan Komunikasi Data Paket Internasional (kerjasama dengan Perumtel); stasiun pengendali dan penguji komunikasi satelit dengan satelit Intelsat; transmisi digital TDMA; pengelolaan dan pembangunan Sentral Gerbang Internasional; transmisi satelit Intelsat dan Inmarsat; pengelolaan dan pembangunan komunikasi kabel laut; perencanaan, pembangunan, pengelolaan dan penyediaan sarana telekomunikasi umum; pengelolaan satelit internasional; dan layanan telekomunikasi lainnya. Indosat juga aktif sebagai salah satu anggota Inmarsat, Intelsat dan Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU).[13][14][15]

Untuk memfokuskan bisnisnya, di tahun 1982 pemerintah menata ulang kepemilikan dan pengelolaan sejumlah aset telekomunikasi (baik yang dimiliki secara langsung atau lewat BUMN), dengan yang ditujukan untuk komunikasi dalam negeri dialihkan ke Perumtel dan untuk komunikasi internasional dialihkan ke Indosat. Aset tersebut seperti jaringan komunikasi, hak pemilikan pada jalur kabel komunikasi bawah laut, dan fasilitas lainnya. Indosat juga mengembangkan sarana Sentral Gerbang Internasional di beberapa tempat, yaitu di Medan (1985), Batam (1992) dan Surabaya (1995), yang menjadi tempat masuknya arus komunikasi internasional (baik lewat satelit, gelombang mikro dan kabel bawah laut) ke dalam negeri. Memasuki tahun 1999, Indosat menghubungkan Indonesia dengan 257 lokasi di seluruh dunia, kapasitas komunikasinya mencapai 624,1 Mbps, lalu lintas komunikasi telepon mencapai 644,7 juta menit, dan sistem transmisi serta switching-nya sudah menggunakan teknologi digital.[8]

Pada 19-20 Oktober 1994, Indosat menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek New York,[8] dengan kepemilikan Pemerintah Indonesia menjadi 65% dan publik 35%. Sekitar 25% saham dilepas di NYSE, sedangkan 10%-nya dilepas di BEJ dan BES. Pemerintah mendapatkan US$ 1,1 miliar dari transaksi ini.[16] Adapun rencana IPO tersebut sebelumnya telah dicanangkan sejak 1993, dengan awalnya hanya direncanakan akan dilepas di NYSE, sebagai cerminan status Indosat yang menjadi gerbang komunikasi Indonesia dengan dunia internasional.[17] Dengan IPO ini, Indosat menjadi BUMN sekaligus perusahaan Indonesia pertama yang mencatatkan sahamnya di luar negeri.[18]

Restrukturisasi, privatisasi dan perubahan kepemilikan

Pada 2000-2002, Indosat mengambil alih saham mayoritas PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) serta mendirikan PT Indosat Multimedia Mobile (Indosat-M3 - pelopor jaringan GPRS dan layanan multimedia) dan PT Indosat Mega Media (IndosatM2 - bergerak di bidang penyedia jasa internet dan televisi berlangganan). Hal ini dilakukan demi menghadapi liberalisasi industri telekomunikasi, yang membuat Indosat tidak boleh sekadar menjadi pemain utama (atau memonopoli) jasa komunikasi internasional seperti sebelumnya. Sebagai gantinya, Indosat kini harus menjadi penyedia bisnis telekomunikasi yang lengkap dan terintegrasi[19] dalam waktu lima tahun. Demi mencapai hal tersebut, Indosat memiliki strategi 4 in 1, yang memfokuskan bisnisnya pada pengelolaan jaringan, operator seluler, layanan internet, dan layanan multimedia.[8] Selain tiga perusahaan diatas, Indosat masih memiliki 17 anak usaha lain saat itu.[11]

Penghapusan monopoli Indosat dalam komunikasi luar negeri (dan Telkom dalam komunikasi domestik) merupakan amanat dari UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi yang lebih mendukung pasar bebas. Pada 1 Agustus 2002, Indosat resmi mendapat izin untuk mengembangkan layanan telepon tetapnya sendiri, seiring dengan penghapusan monopoli Telkom di tanggal 31 Juli 2002. Setahun kemudian, pada 1 Agustus 2003, monopoli Telkom dalam layanan SLJJ (dan Indosat dalam layanan SLI) dihapus,[20][21] yang disusul pemberian izin SLJJ bagi Indosat (dengan nomor 011) pada Juli 2004.[22] Sebagai kompensasi bagi penghentian dini monopoli telekomunikasi internasionalnya yang awalnya direncanakan pada 2004,[23] Indosat mendapat lisensi GSM 1800 pada 14 Agustus 2000 (yang kemudian jaringannya dioperasikan oleh Indosat-M3),[24] ditambah hak SLJJ dan telepon tetap diatas.[25] Penghapusan monopoli tersebut juga diiringi kesepakatan bernilai US$ 1,5 miliar pada 15 Februari 2001 yang menghapus kepemilikan bersama/silang Telkom dan Indosat di sejumlah perusahaan.[26] Indosat menjual 35% sahamnya di Telkomsel senilai US$ 945 juta, sedangkan Telkom menjual sahamnya di Lintasarta sebesar 37,66% senilai US$ 38 juta, mengalihkan haknya di kerjasama operasional Divre (Divisi Regional) IV Jateng/DIY senilai US$ 375 juta, serta menjual 22,5% sahamnya di Satelindo senilai US$ 186 juta kepada Indosat.[27] Pemerintah kemudian menetapkan Indosat dan Telkom sebagai pelaku duopoli dalam pelayanan telekomunikasi tetap dalam negeri, sebagai langkah awal membangun iklim usaha yang kompetitif.[21]

Dalam periode yang sama, pemerintah melepas mayoritas sahamnya di Indosat, dimulai dari 8,1% pada 16 Mei 2002 dengan harga Rp 1,1 triliun.[28] Tidak sampai disitu, pemerintah kemudian membuka tender untuk menjual 41,94% sahamnya di BUMN ini. Sejumlah investor pun mendaftarkan diri, seperti Telekom Malaysia (TM), Singapore Technologies Telemedia (STT, dimiliki oleh perusahaan investasi pemerintah Singapura Temasek Holdings), Desa Mahir Sdn. Bhd., Essar Teleholdings Ltd. (perusahaan telekomunikasi India), AcrossAsia Multimedia Ltd. (perusahaan patungan Lippo-Hutchison), dan Gilbert Global Equity Capital Asia. Setelah melalui dua kali pembicaraan dan seleksi, akhirnya hanya tersisa STT dan TM sebagai calon pembeli Indosat.[29][30]

Akhirnya, pada 15 Desember 2002, STT terpilih sebagai pemenang divestasi tersebut, dengan total penjualan Rp 5,62 triliun (434 juta saham, Rp 12.950/lembar). STT mengakuisisi saham pemerintah di Indosat lewat anak usahanya, Indonesia Communications Limited (ICLM). Perusahaan Singapura tersebut terpilih karena menawarkan harga pembelian yang lebih tinggi,[31] dan sudah melunasi biaya pembeliannya pada 20 November 2003.[32] Dengan penjualan tersebut, saham pemerintah di Indosat tersisa 14,96%,[11] sehingga statusnya kembali menjadi PMA sejak 7 Februari 2003.[24] Hingga kini, transaksi tersebut masih dianggap kesalahan besar dan ditolak banyak pihak, karena sejumlah hal seperti angka penjualan yang terlalu murah dan adanya sarana komunikasi penting yang dikelola Indosat.[11] Namun bagi pemerintah saat itu, divestasi terpaksa dilakukan demi mengatasi defisit keuangan negara.[5] Sebenarnya, sempat muncul wacana pengakuisisian Indosat oleh Telkom atau merger keduanya,[11][33] namun gagal. Hingga kini, topik tentang pengambilalihan kembali (buyback) Indosat ke tangan negara masih sering diperbincangkan, seperti dalam masa pemilihan umum.

Pasca-akuisisi, STT memilih memfokuskan bisnis Indosat pada layanan telepon seluler,[34] dengan target menjadi full network service provider (FNSP). Konsolidasi pun dilakukan, dengan menggabungkan layanan seluler, fixed dan MIDI ke dalam satu organisasi yang menghadirkan layanan komprehensif.[18] Salah satu perwujudannya adalah lewat penggabungan Indosat dengan anak usahanya, yaitu PT Indosat-M3, PT Bimagraha Telekomindo dan PT Satelindo yang dimulai pada 20 November 2003 dan dituntaskan di tahun 2005.[35] Produk-produk dari IM3 dan Satelindo kemudian dijadikan produk Indosat, dengan Mentari dan Matrix (eks-Satelindo) menjadi produk utama prabayar dan pascabayar; IM3 (eks-Indosat-M3) menjadi produk prabayar khusus anak muda; sedangkan untuk sambungan internasional, SLI-001 menjadi layanan utama dan SLI-008 (eks-Satelindo) ditujukan bagi pelanggan yang membutuhkan tarif terjangkau.[36]

Selain upaya konsolidasi, Indosat juga berusaha menciptakan kebijakan transformasi yang menyeluruh, meliputi sumber daya manusia, budaya dan nilai-nilai korporat, platform dan teknologi. Citra baru pun hadir dengan penggunaan logo "Techno Flower" pada 2 Februari 2005, sebagai simbol dari perusahaan yang maju, bersahabat, berkomitmen melayani dan dekat dengan pelanggan maupun stakeholders.[36] Indosat kemudian juga mendapatkan lisensi jaringan 3G dan selanjutnya memperkenalkan layanan 3,5G di Jakarta dan Surabaya pada 29 November 2006, serta meluncurkan produk CDMA bernama StarOne. Program transformasi dan konsolidasi tersebut berhasil memperkuat posisi Indosat, dengan mencatatkan pendapatan Rp 10 triliun di tahun 2004, dan selanjutnya di tahun 2007 meraih hasil terbaik dalam kinerja, cakupan jaringan, inovasi dan pelayanan seperti meraih 24,5 juta pengguna jaringan seluler yang dilayani 10.760 BTS.[18]

Namun, masalah mengenai privatisasi Indosat tetap menjadi isu panas, yang mengarah ke sejumlah gugatan yang gagal.[5] Lalu, masalah tersebut berbuntut ke tuduhan monopoli oleh Temasek, yang ikut memegang 35% saham Telkomsel lewat anak usahanya yang lain, Singtel. Akhirnya, setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki kasus tersebut, terbuktilah bahwa Temasek melakukan monopoli operator seluler lewat kedua anak perusahaannya sehingga mampu mengendalikan harga lewat putusan yang dibacakan pada 19 November 2007. Sebagai hukumannya, Temasek harus membayar denda[37] dan melepas satu dari dua operator yang dimilikinya.[38] Berusaha naik banding, perusahaan "Negeri Singa" tersebut kalah sampai ke MA.[39]

Akhirnya, pada 6 Juni 2008, STT memilih menjual 40,81% saham Indosat (secara tidak langsung, lewat Indonesia Communications Limited dan Indonesia Communication Pte. Ltd.) kepada perusahaan telekomunikasi Qatar, Qtel dengan total transaksi Rp 16,7 triliun.[40][41] Disusul pada 20 Januari 2009, Qtel membeli saham seri B sebanyak 24,19% dari publik dalam proses tender offer,[42] sehingga menjadi pemegang saham mayoritas Indosat dengan kepemilikan sebesar 65%. Sebenarnya, akuisisi tersebut masih menyisakan kontroversi, seperti Temasek dianggap "melangkahi" putusan pengadilan dan adanya aturan pembatasan kepemilikan asing 49% bagi perusahaan yang bergerak di bidang telepon tetap (Indosat memiliki PSTN dan FWA StarOne)[43] yang sempat membuat isu bahwa Indosat wajib melepas layanan telepon tetapnya. Namun, kemudian pemerintah membolehkan akuisisi tersebut tanpa perlu melakukan spin-off.[44][45] Pada tahun yang sama, Indosat memperoleh lisensi tambahan frekuensi 3G dari Kementerian Komunikasi dan Informatika serta memenangkan tender untuk lisensi WiMAX yang diadakan pemerintah.

Perkembangan di bawah Ooredoo

Setahun kemudian, Indosat melakukan transformasi kembali untuk menjadi perusahaan yang lebih fokus dan efisien dengan restrukturisasi organisasi, memodernisasi dan ekspansi jaringan seluler serta inisiatif untuk mencapai keunggulan operasional. Tercatat, di tahun 2011, Indosat menguasai 21% pangsa pasar.[2] Dua tahun berikutnya (2013), Indosat memiliki 58,5 juta pelanggan,[46] yang menjadi 54,9 juta di tahun 2014, dan 68,5 juta di tahun 2015 (naik 24,7%).[47]

Di tanggal 16 Mei 2013, Indosat resmi menghentikan perdagangan sahamnya di NYSE,[48] setelah diundur sejak 2009.[49] Delisting tersebut dikarenakan performa harga sahamnya di bursa efek tersebut yang terus menurun,[50] dan membuat saham Indosat hanya diperdagangkan di BEI sampai saat ini. Namun, pada tahun yang sama, Indosat tetap berekspansi, seperti dengan mengadakan komersialisasi jaringan 3G di frekuensi 900 MHz, yang disusul hal serupa pada layanan 4G di 900 MHz dengan kecepatan hingga 42 Mbps di beberapa kota besar di Indonesia.

Pada tanggal 19 November 2015, Indosat berganti nama dagang menjadi Indosat Ooredoo dan berdampak pada logo yang digunakan perusahaan tersebut.[51] Hal ini seiring dengan perubahan nama pemegang saham utama Indosat dari Qtel menjadi Ooredoo sejak Februari 2013, yang dilanjutkan dengan penyeragaman nama pada anak-anak usahanya di sejumlah negara.[52]

Merger menjadi IOH

Memasuki periode 2010-an, seperti banyak operator seluler lainnya, Indosat mulai dihinggapi isu merger dan akuisisi, seperti dengan Smartfren[53] dan XL Axiata; suatu isu yang dibenarkan oleh pimpinannya.[54] Isu tersebut muncul di tengah penurunan penggunanya yang drastis (dari 110 juta menjadi 58 juta pada 2017-2018 akibat kebijakan wajib registrasi),[55] munculnya "perang tarif" yang menggerogoti pendapatan perusahaan, belum lagi sempat merugi Rp 2,4 triliun di tahun 2018.[56] Hal tersebut sempat membuat Indosat berencana terjun ke bisnis baru, seperti layanan hosting dan penyediaan piranti komputer, serta menerapkan strategi baru.[57] Indosat kemudian juga gagal meluncurkan Satelit Nusantara Dua di tahun 2020, yang memaksanya melepas bisnis satelit eks-Satelindo tersebut karena dirasa tidak menguntungkan dan haknya sudah dialihkan ke Telkomsat. Tercatat, di tanggal 21 Oktober 2020, Indosat melepas 43,48% saham PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera kepada PT Pasifik Satelit Nusantara.[58]

Isu merger yang akhirnya terbukti adalah antara Tri (PT Hutchison 3 Indonesia) dan Indosat. Pada 29 Desember 2020, pemilik Indosat, Ooredoo menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pemilik Tri, CK Hutchison Holdings (CKHH) untuk menggabungkan perusahaan mereka.[59][60] Setelah proses pengkajian yang berlarut-larut hingga waktu batasnya diundur beberapa kali (30 April 2021, 30 Juni 2021, 16 Agustus 2021, serta terakhir pada 23 September 2021),[61][62] kedua induk perusahaan resmi mengumumkan kesepakatan merger mereka pada 16 September 2021. Dalam rancangan merger senilai US$ 6 miliar ini, Indosat akan menjadi perusahaan yang menerima penggabungan dari PT Hutchison 3 Indonesia, dengan namanya berganti menjadi Indosat Ooredoo Hutchison, dan Ooredoo maupun CKHH akan menjadi pemegang saham bersama mayoritas di perusahaan hasil merger sebesar 50-50%.[63] Selain itu, Ooredoo Group dan CK Hutchison akan bersinergi membantu mengembangkan Indosat dalam hal infrastruktur, jaringan, teknologi, produk, serta layanan.[64]

Merger ini resmi dilakukan pada 4 Januari 2022 dan menghasilkan operator seluler terbesar kedua di Indonesia,[63][65] dimana pada akhir 2022 mencapai 102,2 juta pengguna.[66] Adapun komposisi kepemilikan Indosat pasca-merger terdiri dari Ooredoo Hutchison Asia Pte. Ltd. (perusahaan bersama Ooredoo dan Hutchison) 65,64%, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia 10,8%, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) 9,63%, dan masyarakat 14%.[67] Saham pemerintah sebelumnya sudah dialihkan ke PPA pada April 2021 yang mulanya sebesar 14,29%[68] dan terdilusi pasca-merger.[67] Namun, pemerintah secara langsung masih memiliki saham dwiwarna seri A di Indosat,[69] yang menandakan hak khusus dalam pengelolaan perusahaan.[70] Kepemilikan saham lainnya yang berubah kemudian adalah dari PT Tiga Telekomunikasi Indonesia, perusahaan milik Trinugraha Thohir yang melepas sebagian sahamnya ke publik pada 22 September 2022, sehingga kepemilikannya di Indosat tersisa 8,33%.[71]

Pada tanggal 9 September 2022, Indosat Ooredoo Hutchison meluncurkan layanan internet dengan teknologi serat optik (FTTH/Fiber-to-the-Home) dengan merek Indosat HiFi yang mampu memberikan kecepatan hingga 100 Mbps tanpa kebijakan FUP (Fair Usage Policy).[72] Hal ini dilakukan setelah IndosatM2 berhenti beroperasi selama hampir setahun, yang sebelumnya menyediakan layanan internet serat optik dengan merek Indosat GIG. Untuk memperluas bisnis "baru"-nya tersebut, pada November 2023 Indosat mengakuisisi 330.000 pelanggan MNC Play, yang menambahkan jumlah subscriber eksistingnya sebesar 20.000.[73]

Pasca-merger, Indosat Ooredoo Hutchison fokus melakukan integrasi jaringan dari bekas kedua perusahaan telekomunikasi tersebut yang ditargetkan rampung pada kuartal pertama tahun 2023.[74] Melalui sebuah siaran pers, pada April 2023, Indosat Ooredoo Hutchison beserta Tri Indonesia menyatakan telah sukses melakukan integrasi jaringan.[75] Selain itu, Indosat Ooredoo Hutchison juga melakukan proses pemadaman jaringan 3G atas perintah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) guna mengoptimalkan jaringan 4G dan 5G di Indonesia. Proses pemadaman jaringan 3G tersebut rampung pada tahun 2023.[76]

Produk

Retail

Skala besar

  • Mobile
  • Convergence
  • Machine to Machine (M2M)
  • IT Services
  • Connectivity
  • International & Roaming

Digital

  • CIPIKA
  • Dompetku
  • Dompetku Plus
  • Dompetku Pengiriman Uang
  • On De Go
  • Pay Up
  • IMX
  • Ideabox
  • Arena Seru
  • myIM3
    • myTV
  • Bima+

Operasional perusahaan

Manajemen[77]

Dewan Komisaris
1 Komisaris Utama Halim Alamsyah
2 Wakil Komisaris Utama Canning Fok Kin-ning
3 Wakil Komisaris Utama Aziz Ahmad Al-Uthman Fakhroo
4 Komisaris Independen Hernando
5 Komisaris Independen Wijayanto Samirin
6 Komisaris Independen Elisa Lumbantoruan
7 Komisaris Independen Syed Maqbul Quader
8 Komisaris Independen Rudiantara
9 Komisaris Frank John Sixt
10 Komisaris Cliff Woo Chiu-man
11 Komisaris Patrick Sugito Walujo
12 Komisaris Nigel Thomas Byrne
13 Komisaris Rene Heinz Werner
14 Komisaris Ahmad Abdulaziz Al-Neama
15 Komisaris Meirijal Nur
Dewan Direksi
1 Direktur Utama Vikram Sinha
2 Direktur Armand Hermawan
3 Direktur Lee Chi Hung
4 Direktur Muhammad Danny Buldansyah
5 Direktur Irsyad Sahroni
CxO
1 Chief Commercial Officer Ritesh Singh
2 Chief Technology Officer Desmond Cheung
3 Chief Business Officer Bayu Hanantasena
4 Chief Integration Officer Sanjay Vaghasia
5 Chief Enterprise Data Analytics Officer Chirag Sukhadia
6 Chief Procurement Officer Vishal Gupta
7 Chief Internal Audit Officer Mohammed Afzal Lodhi

Anak usaha

Bekas anak usaha

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama lapq4
  2. ^ a b http://www.indonesia-investments.com/business/indonesian-companies/indosat/item200
  3. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-29. Diakses tanggal 2013-05-01. 
  4. ^ Milestone Journey: 54 Tahun Indosat Ooredoo
  5. ^ a b c d e Sejarah Indosat: Dibeli Soeharto dari ITT, Dijual Megawati ke STT
  6. ^ a b Sejarah pos dan telekomunikasi di Indonesia, Volume 4-5
  7. ^ Focus on Indonesia
  8. ^ a b c d brief in history
  9. ^ a b c d Making Foreign Investment Safe: Property Rights and National Sovereignty
  10. ^ a b Sejarah dan pembangunan pariwisata, pos, dan telekomunikasi
  11. ^ a b c d e Indosat di Tangan Pemodal Asing
  12. ^ Dharmasena
  13. ^ Visualisasi hasil pembangunan Orde Baru Pelita I, Pelita II ..., Volume 2
  14. ^ Parlementaria, Volume 20-21
  15. ^ Laporan tahunan
  16. ^ Indonesia Beyond Suharto
  17. ^ Untold Story IPO Telkom di NYSE & BEJ
  18. ^ a b c Corporate Profile
  19. ^ 45 kisah bisnis top pilihan
  20. ^ Izin SLI Telkom dan SLJJ Indosat Diperkirakan Awal 2004
  21. ^ a b Cases in Management Seri 2 (Kasuskasus Manajemen)
  22. ^ Lisensi SLJJ Indosat Sudah Keluar
  23. ^ Telecommunications Reform in the Asia-Pacific Region
  24. ^ a b Lapkeu Indosat Q2 2013
  25. ^ Restrukturisasi Duopoli Telekomunikasi Selesai Awal 2004
  26. ^ JP/Telkom, Indosat end their cross-ownerships worth $1.5b
  27. ^ Sejarah Telkomsel, Dulunya Perusahaan Patungan Indosat-Telkom
  28. ^ Kisah Indosat: Dari Soeharto, Megawati hingga Jokowi
  29. ^ Tersisa Dua Investor Ingin Membeli Saham Indosat
  30. ^ Historia Bisnis: Tender Saham ISAT Milik Pemerintah Gugurkan Grup Lippo
  31. ^ Hari Ini Pemenang Divestasi Indosat Diumumkan
  32. ^ Singapore Telemedia Tak Miliki Langsung Saham ICL
  33. ^ Historia Bisnis : Sikap Telkom untuk Saham Indosat
  34. ^ ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN KARTU PRA BAYAR MENTARI SATELINDO DI YOGYAKARTA
  35. ^ RUPSLB Indosat Setuju Merger IM3 dan Satelindo
  36. ^ a b Indosat Perkenalkan Logo Baru
  37. ^ Temasek Terbukti Monopoli
  38. ^ KPPU : Temasek Harus Lepas Telkomsel atau Indosat
  39. ^ MA Tolak PK Temasek atas Putusan KPPU
  40. ^ Indosat Dijual ke Qatar
  41. ^ Indosat Ganti Nama Jadi Indosat Ooredoo
  42. ^ Qtel Gelar Tender Offer Saham Indosat 20 Januari 2009
  43. ^ Kontroversi Indosat Belum Berakhir
  44. ^ Jokowi Presiden, Indosat Dibeli Kembali?
  45. ^ Indosat Tak Perlu Spin Off
  46. ^ http://www.antaranews.com/en/news/87632/indosats-profit-plunges-525-pct
  47. ^ http://www.indotelko.com/kanal?c=id&it=Indosat-Operator-Nomor-Dua-Indonesia
  48. ^ Delisting Indosat dari NYSE efektif 16 Mei 2013
  49. ^ Indosat Kaji Kemungkinan Delisting dari NYSE
  50. ^ Indosat akan Delisting Saham di Bursa AS
  51. ^ R., Jeko I. Anestia, Corry, ed. "Ini Kisah `Perkawinan` di Balik Nama dan Logo Indosat Ooredoo". Liputan6.com. Diakses tanggal 29 Januari 2019. 
  52. ^ http://www.itp.net/592393-qtel-rebrands-as-ooredoo#.UYVVvYJQ0Vk
  53. ^ Rianto, Surya (2019-02-26). Rianto, Ahmad Rifai & Surya, ed. "Saham FREN Lepas dari Geng Gocap, Ini Kisahnya". Bisnis.com. Diakses tanggal 2022-06-06. 
  54. ^ Indosat Bahas Merger Akuisisi dengan Kompetitor Sejak 2018
  55. ^ Dua Operator Seluler Alami Penurunan Pelanggan Usai Penertiban SIM Prabayar
  56. ^ Indosat Catat Laba Rp6,75 Triliun pada 2021, Tertinggi Sejak 2017
  57. ^ Mengukur prospek indosat di tengah kinerja yang tersendat
  58. ^ Indosat Tinggalkan Bisnis Satelit
  59. ^ Media, Kompas Cyber (2021-01-12). "Ini Penjelasan Indosat Terkait Rencana Merger dengan Tri". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-02-08. 
  60. ^ developer, medcom id (2020-12-29). "Usai Merger, Apa Rencana Indosat dan Tri Selanjutnya?". medcom.id. Diakses tanggal 2023-02-08. 
  61. ^ Mediatama, Grahanusa (2021-07-01). "Ini update terbaru dari rencana merger Indosat dan Tri Indonesia". PT. Kontan Grahanusa Mediatama. Diakses tanggal 2023-02-08. 
  62. ^ Media, Kompas Cyber (2021-08-18). "Keputusan Merger Indosat-Tri Diundur Lagi hingga 23 September Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-02-08. 
  63. ^ a b "Indosat Ooredoo - Merger Plan". indosatooredoo.com. Diakses tanggal 2023-02-08. 
  64. ^ "Resmi Merger, Nilai Transaksi Indosat dan Tri Capai Rp 85 T". Republika Online. 2021-09-17. Diakses tanggal 2023-02-08. 
  65. ^ "Potensi dari Merger Raksasa Indosat - Tri - Infografik Katadata.co.id". katadata.co.id. 2021-09-24. Diakses tanggal 2023-02-08. 
  66. ^ Penyebab Jumlah Pelanggan Indosat (ISAT) Tembus 102 Juta, Melonjak 63 Persen
  67. ^ a b Merger Indosat dan Tri Berpotensi Pangkas Porsi Saham Pemerintah
  68. ^ Perkuat Struktur Permodalan PPA, Pemerintah Alihkan Saham Minoritas 5 Perusahaan
  69. ^ Shareholders
  70. ^ Dirut Indosat Dijabat Asing, Saham Dwi Warna Tak Berlaku?
  71. ^ Tiga Telekomunikasi Indonesia Lepas 196,36 Juta Saham ISAT Rp 1,1 Triliun
  72. ^ "Beri Pengalaman Internet Fiber yang Nyata Andalnya, IOH Meluncurkan Indosat HiFi". ioh.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-06. 
  73. ^ Akuisisi MNC Play, Indosat Langsung Caplok 300.000 Pelanggan
  74. ^ Indonesia, C. N. N. "IOH Targetkan Integrasi Jaringan Indosat dan Tri Selesai Awal 2023". teknologi. Diakses tanggal 2023-01-06. 
  75. ^ "Indosat dan Tri Kebut Integrasi Jaringan dalam Setahun Usai Merger". kumparan. Diakses tanggal 2023-07-14. 
  76. ^ Indonesia, C. N. N. "Suntik Mati 3G IOH: Sisa Jaringan Tri Tapi Sangat Sedikit". teknologi. Diakses tanggal 2023-01-06. 
  77. ^ "ioh-our-leaders" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-07-24. 

Pranala luar