Hubungan Bali dengan Sunda

hubungan antar kelompok etnis

Hubungan Bali dengan Sunda adalah hubungan antara masyarakat Sunda dan Bali yang telah terjalin sejak berkuasanya Kerajaan Galuh di pulau Jawa bagian barat. Hubungan ini meliputi peradaban, kepercayaan, kebahasaan, kebudayaan, dan lain-lain.

Peta wilayah tradisional suku Sunda (hijau) dan suku Bali (biru) di Indonesia.

Menurut I Gusti Ngurah Sudiana, seorang budayawan Bali, budaya Sunda merupakan asal-muasal dari terbentuknya budaya Bali. Ia juga menyebutkan bahwa Bali hanyalah bagian kecil dari budaya besar Pasundan (nama lain Sunda) yang masih dijaga dan dirawat hingga saat ini. Dalam penjelasan lain juga menyebutkan mayoritas umat Hindu Bali mengakui bahwa mereka adalah masyarakat Sunda Kecil yang termasuk ke dalam bagian dari peradaban Sunda.[1]

Sejarah sunting

Menurut sejarah, masyarakat Hindu Bali awalnya berasal dari Kerajaan Galuh yang dimulai ketika masa kejayaan Hindu dan Budha di Nusantara, hingga kemudian pada masa masuknya pengaruh Islam dari Kesultanan Cirebon ke wilayah Galuh. Di masa ini, mereka yang tetap ingin memeluk agama Hindu atau ajaran leluhur kemudian memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya di Galuh dan pergi ke daerah sekitar Gunung Bromo di Jawa bagian timur. Ketika berada disana, mereka kembali terdesak oleh penyebaran Islam dari Kesultanan Demak. Kemudian setelah itu, mereka memutuskan pergi ke arah timur dan menyebrang ke pulau Bali, hingga kemudian mereka berasimilasi dengan penduduk yang telah ada sebelumnya.[1]

Bahasa sunting

Berdasarkan klasifikasi oleh ahli bahasa, bahasa Sunda dan Bali dimasukkan kedalam cabang Melayu–Polinesia dari rumpun Austronesia.[2] Beberapa contoh kesamaan dalam kosakata kedua bahasa ini dapat dilihat dari kata gedang, berbeda dalam bahasa Jawa yang memiliki arti "pisang", dalam bahasa Sunda dan Bali memiliki arti yang sama, yakni "pepaya". Untuk menyebut "minum" dalam bahasa Sunda adalah nginum, sedangkan dalam bahasa Bali adalah inum.[3]

Palinggih sunting

Ratu Bagus Sundawan merupakan nama salah satu palinggih yang terdapat di Pura Negara Gambur Anglayang. Pura ini terletak di Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali. Palinggih sendiri merupakan salah satu tempat untuk memuja leluhur dalam kepercayaan masyarakat Bali.[4]

Latar belakang berdirinya palinggih ini merupakan salah satu ungkapan rasa terima kasih dari sekelompok pedagang yang kapalnya karam di Pantai Kutabanding, Kubutambahan. Kelompok pedagang tersebut disebutkan merupakan orang Sunda penganut Kekristenan yang datang dari arah barat pulau Bali. Menurut cerita rakyat, Ratu Bagus Sundawan sendiri merupakan seorang laki-laki yang tampan.[4]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b "Sejarah Peradaban Sunda dan Bali, Umat Hindu Bali Adalah Masyarakat Sunda Kecil". www.jurnalflores.co.id. 3 Agustus 2023. Diakses tanggal 5 Oktober 2023. 
  2. ^ Adelaar, K. Alexander (2005). "The Austronesian languages of Asia and Madagascar: a historical perspective". In Adelaar, K. Alexander; Himmelmann, Nikolaus (eds.). The Austronesian languages of Asia and Madagascar. London: Routledge. pp. 1–42.
  3. ^ "Sulinggih Bali Saba Banten 1: Persamaan Budaya Sunda Banten Dengan Bali". bingar.id. 10 Juli 2023. Diakses tanggal 5 Oktober 2023. 
  4. ^ a b "Palinggih Ratu Bagus Sundawan Berkaitan dengan Umat Kristen". baliexpress.jawapos.com. 17 Januari 2023. Diakses tanggal 5 Oktober 2023.