Ghurab

Kapal dagang dan kapal perang besar Nusantara

Ghurab atau gurab adalah jenis kapal niaga dan kapal perang dari kawasan Nusantara. Kapal ini adalah hasil dari pengaruh mediterania di kawasan, terutama diperkenalkan oleh orang Arab, Persia, dan Ottoman.[1] Untuk armada perang mereka, orang Melayu lebih suka menggunakan kapal-kapal panjang dengan sarat air dangkal, berdayung, yang mirip dengan galai; contohnya lancaran, penjajap, dan kelulus.[catatan 1] Hal ini sangat berbeda dengan orang Jawa yang lebih menyukai kapal-kapal bundar dengan sarat air yang dalam dan dapat mencapai jarak jauh seperti jong dan malangbang. Alasan perbedaan ini adalah karena orang Melayu mengoperasikan kapal mereka di perairan sungai, zona selat terlindung, dan lingkungan kepulauan, sedangkan orang Jawa sering aktif di laut lepas dan berombak tinggi. Setelah pertemuan dengan orang Iberia, baik armada perang orang Jawa maupun Melayu mulai lebih banyak menggunakan ghurab dan ghali.[4]:270-277, 290-291, 296-301[5]:148, 155

Bagian dari atlas Miller, menunjukkan sebuah galai, dhow, and ghurāb-ghurāb Turki Usmani di laut Arab.

Etimologi

sunting
 
Di samudra Hindia, 1519.

Nama lain dari kapal ini antara lain gorap, gorab, gurab, ghurap, gurap, dan benawa gurab. Namanya berasal dari kata bahasa Arab "ghurāb" atau "ghorāb", berarti burung gagak. Kata itu juga berarti "kapal" atau "galai" dalam bahasa Arab atau Persia.[6]:86, 98, 100[7]:279, 350, 406 Kata benawa atau banawa berasal dari bahasa bahasa Jawa kuno, yang berarti perahu atau kapal.[8]:75[9]:201 Dalam bahasa Melayu artinya kurang lebih sama. Dalam bahasa yang berbeda, kata tersebut dapat merujuk pada jenis kapal dan perahu yang berbeda, tergantung pada konteks kalimatnya.[10]:195-196

Deskripsi

sunting
 
Di Selatan pulau Seram, 1519.

Ghurab adalah kapal dagang berukuran sedang hingga besar. Mereka dapat dikonversi menjadi kapal perang dengan menambahkan meriam putar (rentaka). Ghurab awalnya mirip seperti galai, ia memiliki dayung selain layar untuk bergerak.[5]:163, 165

Ghurab yang lebih besar memiliki 2 meriam yang mengarah kedepan (bow-chaser) dan 15 di setiap sisi, dengan total 32 meriam. Yang lebih kecil membawa 2 ke arah depan dan 10 di setiap sisi (22 meriam).[11]:379 Ghurab memiliki buritan yang menonjol.[12]:205 Mereka dapat dilengkapi sampai dengan 3 buah tiang layar.[13]:201 H. Warington Smyth, pada tahun 1902 menggambarkan sebuah gurap niaga bertiang dua yang besar, dibangun dari kayu giam. Dimensinya sebagai berikut: 300 kaki (91,4 m) panjangnya, lebar 30 kaki (9,1 m), kedalaman 20 kaki (6,1 m), lambung bebas air 11 kaki (3,4 m). Kapasitasnya adalah 100 koyan (241,9 ton metrik), dengan tiang layar utama setinggi 100 kaki (30,5 m), diawaki oleh 30 orang. Kapal itu menggunakan layar depan-dan-belakang yang dibuat dengan kain, dengan yard (tiang layar atas) dan gap layar puncak.[14]:578, 582

Ghurab digunakan sebagai kapal dagang dan juga kapal perang. Salah satu kisah paling awal tentang ghurab berlatar belakang pertengahan abad ke-14, disebutkan dalam Hikayat Raja-Raja Pasai yang ditulis tahun 1390-an. Ghurab dikatakan merupakan kapal kerajaan Majapahit, digunakan untuk membawa seorang putri bernama Radin Galoh Gemerenchang untuk menikah dengan seorang bangsawan Pasai.[13]:95, 97, 154, 156, 201 Ghurab juga digunakan sebagai kapal perang di samping jong oleh senapati ing alaga (panglima utama) Majapahit.[13]:98, 157, 202

Hikayat Hang Tuah, yang berlatar akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16 dan disusun tidak lebih awal dari abad ke-17, menyebut bahwa dua pencalang dan dua ghurab digunakan kerajaan Majapahit untuk mengirim surat dan hadiah untuk meningkatkan hubungan dengan kesultanan Melaka. Ghurab-ghurab itu dikatakan "dalam gaya kapal Arab".[15]:258

Sampai awal abad ke 16 kapal dagang dan kapal perang utama orang Jawa adalah jong, Sejak pertengahan abad ke-16 kekuatan-kekuatan maritim di Nusantara mulai menggunakan tipe-tipe perahu tempur gesit baru yang dapat dilengkapi dengan meriam berukuran lebih besar: Dalam berbagai serangan atas Malaka yang dilancarkan pada Melaka Portugis setelah kekalahan Pati Unus, mereka tidak lagi menggunakan jong, tetapi menggunakan lancaran, ghurab, dan ghali.[16]:205–213[5]

Pada 1515, Bintan menyerang Kampar dan Melaka Portugis dengan 24 lancaran dan 6 yang besar yang dipanggil gurab.[16]:212 Catatan kosakata Italia-Melayu buatan Antonio Pigafetta tahun 1521 (terbit tahun 1524) menyebut gurap Melayu sebagai sebuah galai (a la galia).[17]:137[18]:238

 
Sebuah ghurab, di bagian Barat Aceh, Sumatra.

Hikayat Aceh menyatakan bahwa kesultanan Aceh memiliki 120 ghurab besar pada tahun 1570-an. Ghurab negara (ghorab istana) milik Aceh, Daya, dan Pedir dikatakan membawa 10 meriam, 50 lela, dan 120 cecorong (tidak termasuk istinggar). Yang kecil membawa 5 meriam, 20 lela, dan 50 cecorong.[19]:175

Pada 1624, armada perang Kesultanan Mataram berjumlah 2.000 kapal yang terdiri dari gurab dan perahu kecil.[16]:212 Pada 22 Agustus 1628, 59 gorap angkatan laut Sultan Agung muncul di Batavia, menurunkan pasokan makanan untuk Pengepungan Batavia.[20]:376

Kapal dengan nama yang mirip

sunting
 
Sebuah gelue dari Laut Merah.

Ada beberapa jenis kapal yang secara historis juga disebut sebagai ghurab atau nama serupanya. Namun, deskripsi dan konstruksi masing-masing kapal belum tentu sama.

Laut Mediterania

sunting

Menurut Al-Maqrizi (tahun 1441 masehi), ghurāb dari laut tengah adalah galai perang yang besar. Menurut Ibnu Mammati (1209 masehi), kapal-kapal ini memiliki 140 dayung. Al-Maqrizi menyebut galai Muslim dan Kristen sebagai ghurāb.[21]:188-189, 349 Reinaud mengatakan bahwa ghorāb adalah nama yang diberikan orang Moor (muslim) untuk galai sejati. Ubaldo (1181 masehi) menceritakan tentang ghurāb sebagai kapal-kapal yang berlayar ke dan dari Tripoli.[22]:363

Surat-surat Genizah menyebutkan tentang ghurāb kargo yang berlayar dari Maghrib dan Sisilia serta yang beroperasi di Sungai Nil, membawa pengiriman carob dan flaks.[23]:476-477

Samudra Hindia

sunting

Ghurāb samudra Hindia, yang sering muncul dalam catatan abad ke-17 adalah kapal kargo, bajak laut, dan kapal perang asli Arab-Persia dan India.[24]:80-82

Abu Shama pada sekitar 1266–1267, dalam Kitab al-rawdatayn fi akhbar al-dawlatayn, menulis tentang ghurab:[25]:321

"Mereka berlayar dengan tiang kapal mereka (yaitu layar); mereka (terlihat seperti) tempat anak panah, tetapi menembus seperti panah. . . Tidak mengherankan bahwa mereka disebut ghurāb karena mereka melebarkan sayap mereka seperti merpati"

Sidi Ali pada tahun 1552, menggambarkan ghurāb sebagai “kapal besar (yang didayung)”; dia juga mengatakan bahwa ghurāb yang lebih kecil adalah “galiot dengan dayung”.[26]:300

Kapal grab dari pesisir Malabar, India, adalah kapal yang pada umumnya dangkal, dan lebar jika dibandingkan dengan panjangnya. Ukurannya bisa berkisar antara 150 ton dan paling besar mencapai 500 ton (bm).[24]:80-82

Lihat juga

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Pada saat Portugis menyerang Kesultanan Melaka pada tahun 1511, orang Melayu menggunakan lancaran (lanchara) dan penjajap (pangajaoa).[2] Kelulus (calaluz) digunakan dalam beberapa ekspedisi sebelum dan sesudah jatuhnya Melaka.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ "I.1 The Maritime World :: Sejarah Nusantara". sejarah-nusantara.anri.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 2020-01-23. 
  2. ^ Birch, Walter de Gray (1875). The Commentaries of the Great Afonso Dalboquerque, Second Viceroy of India, translated from the Portuguese edition of 1774 Vol. III. London: The Hakluyt Society, halaman 68; dan Albuquerque, Afonso de (1774). Commentários do Grande Afonso Dalbuquerque parte III. Lisboa: Na Regia Officina Typografica, halaman 80–81.
  3. ^ Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', in Anthony Reid (ed.), Southeast Asia in the Early Modern Era (Ithaca: Cornell University Press), halaman 212.
  4. ^ Nugroho, Irawan Djoko (2011). Majapahit Peradaban Maritim. Suluh Nuswantara Bakti. ISBN 978-602-9346-00-8. 
  5. ^ a b c Manguin, Pierre-Yves (2012). Lancaran, Ghurab and Ghali: Mediterranean impact on war vessels in Early Modern Southeast Asia. Dalam G. Wade & L. Tana (Eds.), Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past (hlm. 146–182). Singapore: ISEAS Publishing.
  6. ^ Jones, Russell (2007). Loan-Words in Indonesian and Malay. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9786024331740. 
  7. ^ Agius, Dionisius A. (2008). Classic Ships of Islam: From Mesopotamia to the Indian Ocean. Leiden: Brill. ISBN 9789004158634. 
  8. ^ Maharsi (2009). Kamus Jawa Kawi Indonesia. Yogyakarta: Pura Pustaka. 
  9. ^ Zoetmulder, Petrus Josephus; Robson, S. O. (1982). Old Javanese-English Dictionary. 's-Gravenhage: Martinus Nijhoff. 
  10. ^ Rafiek, M. (Desember 2011). "Kapal dan Perahu dalam Hikayat Raja Banjar: Kajian Semantik". Borneo Research Journal. 5: 187–200. 
  11. ^ Tarling, Nicholas (1992). The Cambridge History of Southeast Asia: Volume 1, From Early Times to C.1800. Cambridge University Press. ISBN 9780521355056. 
  12. ^ Marsden, William (1812). A dictionary of the Malayan language; to which is prefixed a grammar, with an introduction and praxis. London: Longman, Hurst, Rees, Orme, and Brown. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-05. Diakses tanggal 2022-05-18. 
  13. ^ a b c Hill, A.H. (1960). "Hikayat Raja-Raja Pasai a revised romanised version of Raffles MS 67". Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. 33: 1–215. 
  14. ^ Smyth, H. Warington (May 16, 1902). "Boats and Boat Building in the Malay Peninsula". Journal of the Society of Arts. 50: 570–588 – via JSTOR. 
  15. ^ Robson-McKillop, Rosemary (2010). The Epic of Hang Tuah. ITBM. ISBN 9789830687100. 
  16. ^ a b c Manguin, Pierre-Yves (1993). 'The Vanishing Jong: Insular Southeast Asian Fleets in Trade and War (Fifteenth to Seventeenth Centuries)', in Anthony Reid (ed.), Southeast Asia in the Early Modern Era (Ithaca: Cornell University Press), 197–213.
  17. ^ Pigafetta, Antonio (1956). "Vocaboli de Questi Popoli Mori". Dalam Manfroni, Camillo. Relazione del primo viaggio intorno al mondo, Antonio Pigafetta, 1524. Istituto Editoriale Italiano. 
  18. ^ Bausani, Alessandro (December 1960). "The First Italian-Malay Vocabulary by Antonio Pigafetta". East and West. 11: 229–248. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-21. Diakses tanggal 2023-07-20 – via JSTOR. 
  19. ^ Iskandar, Teuku (1958). De Hikajat Atjeh. ‘s-Gravenhage: KITLV. 
  20. ^ Veth, Pieter Johannes (1896). Java. Geographisch, Ethnologisch, Historisch volume 1 Oude Geschiedenis. Haarlem: De Erven F. Bohn. 
  21. ^ Parkin, David; Barnes, Ruth (2016). Ships and the Development of Maritime Technology on the Indian Ocean. Routledge. ISBN 978-0-700-71235-9. 
  22. ^ Yule, Sir Henry (1886). Hobson-Jobson: The Anglo-Indian Dictionary. Wordsworth Editions Ltd. 
  23. ^ Goitein, Shlomo Dov (1999). A Mediterranean Society: The Jewish Communities of the Arab World as Portrayed in the Documents of the Cairo Geniza volume I. Berkeley: University of California. 
  24. ^ a b Solvyns, Balthazar (2001). Hardgrave Jr., Robert L., ed. Boats of Bengal: Eighteenth Century Portraits of Balthazar Solvyns. New Delhi: Manohar. ISBN 9788173043581. 
  25. ^ Agius, Dionisius A. (2007). Classic Ships of Islam: From Mesopotamia to the Indian Ocean. Brill Academic Pub. ISBN 9004277854. 
  26. ^ Yule, Sir Henry; Burnell, Arthur Coke (1886). Hobson-Jobson; being a glossary of Anglo-Indian colloquial words and phrases, and of kindred terms; etymological, historical, geographical, and discursive. London: J. Murray.