Gempa Besar Kantō 1923

Gempa Besar Kantō (関東大地震, Kantō dai-jishin) atau Gempa Besar Tokyo adalah peristiwa gempa bumi yang sangat dahsyat yang menerjang Tokyo di Dataran Kanto, pulau utama Jepang Honshu, berpusat di Prefektur Kanagawa pada pukul 11.58.44 JST (02.58.44 UTC) pada hari Sabtu, 1 September 1923. Berbagai laporan menunjukkan gempa itu berlangsung sangat lama antara empat hingga delapan menit.[9]

Gempa bumi besar Kantō 1923
関東大地震 関東大震災
Penghancuran area di sekitar kuil Sensō-ji di Asakusa
Gempa Besar Kantō 1923 di Jepang
Gempa Besar Kantō 1923
Tokyo
Tokyo
Nagoya
Nagoya
Sendai
Sendai
Waktu UTC1923-09-01 02:58:35
ISC911526
USGS-ANSSComCat
Tanggal setempat1 September 1923 (1923-09-01)
Waktu setempat11:58:32 JST (UTC+09:00)
Lama4 menit, 48 detik[1][2]
Kekuatan7.9–8.2 Mw[3]
Kedalaman23 km (14 mi)
Episentrum35°19.6′N 139°8.3′E / 35.3267°N 139.1383°E / 35.3267; 139.1383[4]
JenisMegathrust
Wilayah bencanaJepang, Wilayah Kanto, (Tokyo, Yokohama, Shizuoka, Kanagawa)
Kerusakan totalEkstrem
Intensitas maks.XI (Ekstrem)
JMA 7
TsunamiHingga 12 m (39 ft)
di Atami, Shizuoka, Tōkai[5]
LandslidesYa
Gempa susulan6 hingga 7,0 M atau lebih[6]
Korban105.385–142.800 tewas[7][8]

Gempa bumi ini merupakan Gempa bumi megathrust berkekuatan 7,9 skala besaran momen (Mw),[10] dengan fokusnya jauh di bawah Pulau Izu Ōshima di Teluk Sagami. Penyebabnya adalah pecahnya bagian dari batas konvergen di mana Lempeng Laut Filipina melakukan subduksi di bawah Lempeng Okhotsk di sepanjang garis Palung Sagami.[11] Gempa ini menimbulkan kerusakan massal pada wilayah Kanto: Tokyo, kota pelabuhan Yokohama, dan prefektur di sekitarnya: Prefektur Chiba, Prefektur Kanagawa, dan Prefektur Shizuoka.

Total korban tewas mencapai 142,000 orang, kebanyakan korban tewas akibat kebakaran hebat di Yokohama dan Shizuoka, menjadikan salah satu bencana paling dahsyat dalam sejarah Kekaisaran Jepang, setelah Serangan bom atom Hiroshima dan Nagasaki, dan bencana gempa bumi paling mematikan pada abad ke-20.

Setelah gempa bumi, Pembantaian Kantō dimulai. Desas-desus muncul bahwa etnis Korea di Jepang telah meracuni sumur atau berencana untuk menyerang kota. Sebagai tanggapan, polisi Jepang dan gerombolan pasukan bersenjata membunuh warga sipil etnis Korea dan siapa pun yang mereka curigai sebagai orang Korea. Perkiraan jumlah korban tewas dari pembantaian tersebut bervariasi, dengan sebagian besar sumber pihak ketiga menyebutkan jumlah korban tewas berkisar antara 6.000 hingga 10.000.

Gempa bumi tersebut memicu dampak jangka panjang terhadap masyarakat Jepang. Gempa bumi tersebut meningkatkan kecenderungan Jepang untuk melakukan militerisasi, yang akan berkontribusi terhadap Perang Dunia II. Sejak tahun 1960, setiap tanggal 1 September ditetapkan oleh pemerintah Jepang sebagai Hari Pencegahan Bencana Nasional (防災の日, Bōsai no hi), atau hari untuk memperingati dan mempersiapkan bencana alam besar termasuk tsunami dan angin topan. Latihan, serta acara promosi pengetahuan, dipusatkan pada tanggal tersebut serta upacara penghargaan bagi orang-orang yang berjasa.

Kekuatan gempa

sunting
 
Kebakaran di Wilayah Kantō

Gempa bumi ini menghancurkan Tokyo, kota pelabuhan Yokohama, dan prefektur sekitarnya Chiba, Kanagawa, dan Shizuoka, serta menyebabkan kerusakan yang meluas di seluruh wilayah Kantō. Kekuatan gempa bumi ini begitu besar sehingga di Kamakura, lebih dari 60 km (37 mil) dari episentrum, patung Buddha Besar yang beratnya sekitar 121 ton, hampir 60 sentimeter, tergeser.[12]

Diperkirakan korban tewas mencapai sekitar 142.800 orang, termasuk sekitar 40.000 orang yang hilang dan diduga tewas. Menurut laporan konklusif perusahaan konstruksi Jepang Kajima Kobori Research pada September 2004, 105.385 kematian dikonfirmasi dalam gempa bumi Tokyo tahun 1923.[13][14]

Kerusakan akibat bencana alam ini merupakan salah satu yang terbesar yang dialami oleh Kekaisaran Jepang. Pada tahun 1960, pada peringatan 37 tahun gempa bumi, pemerintah menetapkan tanggal 1 September sebagai "Hari Pencegahan Bencana" tahunan.

Dampak dan korban jiwa

sunting

Karena gempa bumi terjadi saat orang-orang sedang memasak, banyak yang tewas akibat kebakaran besar yang terjadi. Kebakaran dimulai segera setelah gempa bumi. Beberapa kebakaran berkembang menjadi sebuah badai api yang melanda kota-kota. Banyak orang meninggal ketika kaki mereka tersangkut di aspal yang mencair. Kerugian jiwa terbesar disebabkan oleh pusaran api yang melanda Rikugun Honjo Hifukusho (sebelumnya Depot Pakaian Angkatan Darat) di pusat kota Tokyo, tempat sekitar 38.000 orang yang berlindung di sana selama gempa bumi terbakar. Gempa bumi merusak pipa air di seluruh kota, dan memadamkan api memakan waktu hingga larut pagi tanggal 3 September, hampir dua hari penuh.[15]

 
Kehancuran Nihonbashi dan Kanda terlihat dari atap gedung Dai-ichi Sogo

Topan dahsyat yang berpusat di lepas pantai Semenanjung Noto di Prefektur Ishikawa membawa angin kencang ke Teluk Tokyo pada waktu yang hampir bersamaan dengan gempa bumi. Angin ini menyebabkan kebakaran menyebar dengan cepat.

Kaisar Taishō dan Permaisuri Teimei sedang menginap di Nikko ketika gempa bumi melanda Tokyo, dan tidak pernah dalam bahaya apa pun. Konsul Jenderal Amerika Serikat Max David Kirjassoff dan istrinya Alice Josephine Ballantine Kirjassoff meninggal dalam gempa bumi tersebut. Konsulat itu sendiri kehilangan seluruh catatannya dalam kebakaran berikutnya.[16]

Banyak rumah terkubur atau tersapu oleh tanah longsor di daerah pesisir pegunungan dan perbukitan di Prefektur Kanagawa bagian barat; sekitar 800 orang meninggal. Lereng gunung yang runtuh di desa Nebukawa, sebelah barat Odawara, mendorong seluruh desa dan kereta penumpang yang membawa lebih dari 100 penumpang, bersama dengan stasiun kereta api, ke laut.

Banyak rumah terkubur atau tersapu tanah longsor di daerah pesisir pegunungan dan perbukitan di Prefektur Kanagawa bagian barat; sekitar 800 orang meninggal. Lereng gunung yang runtuh di desa Nebukawa, sebelah barat Odawara, mendorong seluruh desa dan kereta penumpang yang membawa lebih dari 100 penumpang, beserta stasiun kereta api, ke laut.

 
Kebakaran hebat di Tokyo pasca gempa bumi

Tsunami dengan gelombang setinggi 10 m (33 kaki) menghantam pantai Teluk Sagami, Semenanjung Bōsō, Pulau Izu, dan pantai timur Semenanjung Izu dalam hitungan menit. Tsunami tersebut menyebabkan banyak korban jiwa, termasuk sekitar 100 orang di sepanjang Pantai Yui-ga-hama di Kamakura dan sekitar 50 orang di jalan lintas Enoshima. Lebih dari 570.000 rumah hancur, menyebabkan sekitar 1,9 juta orang kehilangan tempat tinggal. Para pengungsi diangkut dengan kapal dari Kantō hingga sejauh Kobe di Kansai. Kerusakan diperkirakan telah melebihi US$1 miliar (atau sekitar $18 miliar saat ini).[17] Ada sekitar 57 gempa susulan datang kemudian.

Kerugian

sunting

Total korban tewas mencapai 142,000 orang dan banyak bangunan yang hancur menurut almanak Data Sains (Rika Nenpyou) terbitan tahun 2006 menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan data total korban dari Laporan Dewan Peneliti Penanggulangan Gempa Bumi (Shinsaiyobo Chosakai Hokoku) yang sering dikutip sampai tahun 2005. Penelitian mengungkap kemungkinan salah hitung pada laporan yang diterbitkan 2 tahun sesudah terjadinya gempa sehingga jumlah korban menjadi berlipat ganda.

 
Kerusakan pada rel kereta api dekat stasiun Tokaido di Prefektur Kanagawa

Gempa Bumi terjadi pada saat makan siang sehingga banyak terjadi kebakaran hebat akibat api dari dapur. Berdasarkan peta cuaca pada hari itu, kebakaran meluas dengan cepat akibat angin kencang yang bertiup ke berbagai daerah yang ada di wilayah Kanto disebabkan angin topan yang melanda Semenanjung Noto yang terletak di sisi Laut Jepang. Penduduk kota Yokohama yang selamat dari gempa Bumi mengungsi ke daerah pantai Teluk Yokohama tewas terbakar akibat tangki penyimpanan minyak yang meledak. Korban jiwa terbanyak di suatu tempat terjadi ketika sekitar 30.000 penduduk kota Tokyo yang mengungsi di lapangan terbuka bekas gedung penyimpanan pakaian angkatan darat bersama-sama tewas dihanguskan badai api. Kebakaran baru berhasil dipadamkan 2 hari sesudahnya pada tanggal 3 September 1923 sekitar pukul 10 pagi karena pipa distribusi air pecah dan hidran tidak dapat digunakan.

 
Kehancuran total di Yokohama

Gedung Ryōunkaku di Asakusa, Tokyo yang pada saat itu merupakan bangunan pencakar langit berlantai 12 mengalami kerusakan berat sehingga nantinya harus diruntuhkan. Sebagian besar gedung-gedung pemerintah berikut markas besar polisi terbakar habis. Kandajinbo-cho yang merupakan daerah tempat berkumpulnya penerbit, toko buku, percetakan, akademi dan universitas, termasuk Perpustakaan Universitas Tokyo beserta bangunan lain yang menyimpan dokumen bernilai sejarah tinggi juga ikut terbakar.

Menurut Kantor Meteorologi Tokyo, akibat panas yang ditimbulkan oleh kebakaran yang terjadi di mana-mana, sehari sesudah gempa (2 September 1923) suhu udara tercatat mencapai 47,3℃.

Di bagian barat Prefektur Kanagawa rumah-rumah yang dibangun di daerah pegunungan dan daerah pantai yang berbukit-bukit terbawa tanah longsor sehingga merenggut korban jiwa 800 orang. Di kampung Nebukawa yang terletak di sebelah barat Odawara, kereta api berpenumpang lebih dari 100 orang berikut bangunan stasiun Nebukawa dan perkampungan penduduk sekaligus diseret masuk ke laut oleh tanah longsor yang berasal dari gunung.

Sebanyak 3 orang kerabat dekat kaisar yang sedang berlibur di rumah peristirahatan mencari kesejukan di musim panas ikut tewas. Puteri Hiroko dari keluarga Kaninnomiya tewas di Odawara, Pangeran Moromasao (6 tahun) dari keluarga Higashikuninomiya dan Puteri Sakiko dari keluarga Yamashinanomiya tewas di Yokosuka.

Akibat gempa bumi

sunting
 
Kantor polisi metropolitan setelah gempa Kanto
 
Kerusakan di Tokyo

Gempa bumi terjadi saat Jepang dalam keadaan tidak stabil karena Perdana Menteri Kato Tomosaburo tutup usia 8 hari sebelumnya dan jabatan perdana menteri sedang kosong. Hubungan komunikasi dan transportasi terputus akibat gempa Bumi sehingga surat kabar hanya bisa mengandalkan kabar burung. Halaman utama surat kabar dihiasi judul-judul berita yang ditulis berdasarkan kabar bohong yang beredar, mulai dari Tokyo musnah dan tenggelam, anggota kabinet Jepang semuanya tewas, Kepulauan Izu binasa karena gunung meletus, sampai tsunami yang katanya mencapai Gunung Akagi yang terletak ujung wilayah Kanto.

 
Rumah rusak di Prefektur Kanagawa

Menteri Dalam Negeri menyatakan negara dalam keadaan darurat dan memerintahkan polisi agar mengambil segala tindakan untuk memelihara keamanan dan memulihkan ketertiban. Salah satu pesannya mengatakan kalangan minoritas yang tinggal di Jepang dikhawatirkan mengambil keuntungan dari situasi kacau. Pesan ini diangkat oleh beberapa surat kabar yang dibesar-besarkan menjadi kabar bohong penyebab kerusuhan yang memakan banyak korban jiwa di kalangan minoritas seperti orang Korea dan orang Jepang keturunan Okinawa.

Kerusuhan akibat terputusnya hubungan komunikasi diharapkan tidak akan pernah terjadi lagi di Jepang, sehingga di dalam segala terbitan tentang persiapan menghadapi gempa Bumi selalu dicantumkan pentingnya membawa radio portabel setelah terjadi gempa Bumi untuk mendengarkan informasi dari sumber resmi dan tidak percaya kabar bohong.

Pasca gempa

sunting

Dimulai pada tahun 1960, setiap tanggal 1 September ditetapkan sebagai Hari Pencegahan Bencana Nasional untuk memperingati gempa bumi dan mengingatkan orang-orang tentang pentingnya kesiapsiagaan, karena bulan Agustus dan September adalah puncak musim topan. Sekolah dan organisasi publik dan swasta menyelenggarakan latihan bencana.

Tokyo terletak di dekat zona patahan aktif di bawah Semenanjung Izu, dan rata-rata menyebabkan gempa bumi besar sekitar setiap 70 tahun sekali, dan juga terletak di dekat Palung Sagami, zona subduksi besar yang berpotensi menyebabkan gempa bumi megathrust sewaktu-waktu.[18]

Setiap tahun pada tanggal ini, sekolah-sekolah di seluruh Jepang mengheningkan cipta tepat pada saat gempa bumi terjadi untuk mengenang nyawa yang hilang. Beberapa tugu peringatan tersembunyi terletak di Taman Yokoamicho di Distrik Sumida, di lokasi ruang terbuka di mana sekitar 38.000 orang tewas oleh satu pusaran api. Taman ini memiliki museum/aula peringatan bergaya Buddha, lonceng peringatan yang disumbangkan oleh umat Buddha Taiwan, tugu peringatan untuk para korban serangan udara Tokyo pada Perang Dunia II, dan tugu peringatan untuk warga Korea yang menjadi korban pembunuhan main hakim sendiri.

Potensi gempa bumi di masa depan

sunting
 
Gempa besar di wilayah Kanto dan Tokyo pada masa lalu

Gempa bumi Kanto Selatan (南関東直下地震) atau Gempa bumi Tokyo Raya (首都直下地震) adalah istilah untuk gempa bumi besar yang terjadi berulang kali secara historis di bagian selatan wilayah Kanto (Tokyo, Kanagawa, Chiba, Saitama, Shizuoka. Wilayah Tokyo Raya).[19][20]

Menurut penelitian terbaru, bahwa ada sekitar 70% kemungkinan gempa bumi berkekuatan M7.0 atau lebih besar akan terjadi di bagian selatan wilayah Kanto dan Tokyo dalam 30 tahun ke depan, mengingat gempa besar terakhir di wilayah Tokyo terjadi pada tahun 1923.[21][22]

Di wilayah Kantō, kemungkinan terjadinya gempa besar paling tinggi terjadi di Kota Chiba, yaitu 85 persen. Kemudian 82 persen di Yokohama dan 81 persen untuk Mito. Daerah Shinjuku di Tokyo terletak di area dengan probabilitas 48 persen. Di wilayah Tokai, kemungkinan Shizuoka 80 persen dan Nagoya 46 persen.[23]

Tokyo (Tokyo Raya) merupakan salah satu kota terbesar di dunia (menurut populasi), jika gempa besar terjadi di bagian selatan wilayah Kanto, kerusakan yang ditimbulkan diperkirakan akan sangat besar. Selain itu, kerusakan tidak langsung yang disebabkan oleh gempa tersebut diperkirakan akan meluas ke seluruh dunia dalam jangka waktu yang lama.

Dalam skenario terburuk, jika gempa besar terjadi di wilayah Tokyo Raya, maka akan menewaskan setidaknya 23.000 orang.[24][25][26]

Berikut adalah daftar gempa bumi besar yang menyebabkan kerusakan di wilayah selatan Kanto dan Tokyo di masa lalu.

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting
  1. ^ Kobayashi, Reiji; Koketsu, Kazuki (2005). "Source process of the 1923 Kanto earthquake inferred from historical geodetic, teleseismic, and strong motion data". Earth, Planets and Space. 57 (4): 261. Bibcode:2005EP&S...57..261K. doi:10.1186/BF03352562. 
  2. ^ Panda, Rajaram. "Japan Coping with a National Calamity". Delhi: Institute for Defence Studies and Analyses (IDSA). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-14. Diakses tanggal 21 December 2011. 
  3. ^ "首都直下地震モデル検討会" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2015-09-23. Diakses tanggal 2019-04-09.  首都直下のM7クラスの地震及び相模トラフ沿いのM8クラスの地震等の震源断層モデルと震度分布・津波高等に関する報告書
  4. ^ Usami, Tatsuo『最新版 日本被害地震総覧』 p272.
  5. ^ Hatori, Tokutaro. "Tsunami Behavior of the 1923 Kanto Earthquake at Atami and Hatsushima Island in Sagami Bay". Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 September 2015. Diakses tanggal 27 September 2015. 
  6. ^ Takemura, Masayuki (1994). "Aftershock Activities for Two Days after the 1923 Kanto Earthquake (M=7.9) Inferred from Seismograms at Gifu Observatory". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-08-20. Diakses tanggal 27 September 2015. 
  7. ^ Takemura, Masayuki; Moroi, Takafumi (2004). "Mortality Estimation by Causes of Death Due to the 1923 Kanto Earthquake". Journal of Jaee. 4 (4): 21–45. doi:10.5610/jaee.4.4_21. 
  8. ^ "Today in Earthquake History". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-02-02. Diakses tanggal 15 April 2016. 
  9. ^ James, Charles. "The 1923 Tokyo Earthquake and Fire" (PDF). University of California, Berkeley. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 16 March 2007. Diakses tanggal 21 December 2011. 
  10. ^ "Most Destructive Earthquakes". U.S. Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-11-02. Diakses tanggal 2013-02-18. 
  11. ^ Bakun, W.H. (2005). "Magnitude and location of historical earthquakes in Japan and implications for the 1855 Ansei Edo earthquake" (PDF). Journal of Geophysical Research. 110 (B02304). Bibcode:2005JGRB..11002304B. doi:10.1029/2004JB003329. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-05-28. Diakses tanggal 2019-04-09. 
  12. ^ Mainichi, The Osaka (September 15, 1923). "English: THIS IS AN IMAGE THAT IS PART OF A RAW IMAGE COLLECTIONGreat care should be taken to remove whitespace and captions before using these in a Wiki project. They are provided here in raw scanned quality to preserve as much of the historical value of this document as possible" – via Wikimedia Commons. 
  13. ^ "The 1923 Tokyo Earthquake". Diarsipkan dari versi asli tanggal November 9, 2001. Diakses tanggal 2007-02-22. 
  14. ^ Thomas A. Stanley; R.T.A. Irving (2001-09-05). "The 1923 Kanto Earthquake". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-04. Diakses tanggal 2007-02-22. 
  15. ^ Scawthorn; Eidinger; Schiff, ed. (2005). Fire Following Earthquake. Reston, Virginia: ASCE, NFPA. ISBN 978-0-7844-0739-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-28. Diakses tanggal 2012-07-26. 
  16. ^ "All Ships Aiding Relief". The New York Times, September 9, 1923; WNET/PBS, Savage Earth: The Restless Planet video/broadcast television program
  17. ^ "Billion Dollars' Damage in Japan". Miami Herald. Associated Press. September 26, 1923. hlm. 1. Diakses tanggal March 16, 2020 – via Newspapers.com.   
  18. ^ "The Big Ones by Lucy Jones | PenguinRandomHouse.com: Books". PenguinRandomhouse.com. 
  19. ^ 百科事典マイペディア,デジタル大辞泉. "首都直下型地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24. 
  20. ^ 日本大百科全書(ニッポニカ). "首都直下地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24. 
  21. ^ 百科事典マイペディア,デジタル大辞泉. "首都直下型地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24. 
  22. ^ 日本大百科全書(ニッポニカ). "首都直下地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24. 
  23. ^ 日本大百科全書(ニッポニカ). "南関東地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24. 
  24. ^ 百科事典マイペディア,デジタル大辞泉. "首都直下型地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24. 
  25. ^ 日本大百科全書(ニッポニカ). "首都直下地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24. 
  26. ^ 日本大百科全書(ニッポニカ). "南関東地震とは". コトバンク (dalam bahasa Jepang). Diakses tanggal 2021-05-24.