Gamelan gembung adalah sebuah gamelan yang berasal dari seruas bambu di mana kedua ujungnya tertutup buku ruas.[1] Dari ruas bambu tersebut dikerat dua lembar pita dari kulit bambu yang kedua ujungnya masih melekat dengan kuat pada tabung bambu tersebut.[1] Kedua pita tersebut merupakan tali atau dawai yang disebut dengan ''senteng''.[1] Dengan ditopang kuda-kuda kecil pada bagian bawahnya, maka kedua pita bambu tersebut akan meregang dan dapat bergetar.[1] Supaya kulit bambu tidak terkelupas dari tabungnya, maka dililitkanlah tali rotan atau tali dari bambu dengan erat pada kedua ujung tabung.[1]

Bonang, salah satu komponen dalam Gamelan gumbeng

Pada bagian bawah dawai, kita dapat menemukan sekeping daun penggetar yang disebut dengan siwil atau bindingan.[1] Kemudian pada kulit bambu yang tipis di bawah dua dawai diberi lubang gema yang mana ketika ditabuh menggunakan tongkat kecil, maka akan menimbulkan bunyi yang menggema.[1] Di daerah Jawa Tengah, alat musik ini dinamakan dengan gumbeng, sedangkan di Kediri, Surakarta, dan Yogyakarta dinamakan bumbung.[1] Di beberapa tempat di Jawa Timur dan Jawa Tengah, biasanya gamelan ini ditempatkan secara berkelompok di atas sebuah rancakan sederhana dengan nama bonang, saron, gong, kempul, kenong dan ketuk.[1][2] Instrumen-instrumen inilah yang disebut dengan gamelan gumbeng atau orkes gamelan bumbung.[1] Selain di Indonesia, ternyata alat musik ini juga terdapat di Madagaskar dengan sebutan walika.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k Shadily, Hassan (1980).Ensiklopedia Indonesia.Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve. Hal 1067
  2. ^ Soedarsono, R.M. (1992).Pengantar Apresiasi Seni.Jakarta:Balai Pustaka.Hal 27