F-5 E/F Tiger II dalam TNI AU

F-5 E/F Tiger II adalah pesawat tempur tipe F-5 E/F Tiger II yang dimiliki oleh TNI AU sebanyak enam belas pesawat atau satu skadron yang ditempatkan di Skadron Udara 14, Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur.

F-5 E/F Tiger II dalam TNI AU
F-5E/F Tiger II milik TNI AU.
TipePesawat tempur serang
PerancangEdgar Schmued
Terbang perdana30 Juli 1959 (F-5A)
11 Agustus 1972 (F-5E)
StatusDipensiunkan sejak 3 Mei 2016
Pengguna utamaAmerika Serikat
Pengguna lainIndonesia
Brasil
35 negara lain
Jumlah produksi836 A/B/C
1400+ E/F
Harga satuanUS$2,1 juta (F-5E)[1]
Acuan dasarT-38 Talon
VarianCanadair CF-5
F-20 Tigershark

Para penerbang tempur F-5 E/F Tiger II TNI AU mendapat julukan Eagle, dimana penerbang pertama adalah Eagle 01, kedua Eagle 02 dan seterusnya. Hingga akhir pengabdian pesawat ini bersama TNI AU, tercatat tidak kurang ada 82 Eagle.

Sejarah sunting

Latar Belakang sunting

Paruh akhir tahun 1970-an pesawat F-86 Avon Sabre (hibah dari pemerintah Australia) dari Skadron Udara 14, Lanud Iswahyudi perlu untuk dicarikan penggantinya karena pesawat itu sudah tua dan diproduksi pada tahun 1950-an. Di Angkatan Udara Australia sendiri, pesawat ini sudah dihentikan operasinya dan digantikan dengan pesawat Mirage-IIIO ( Mirage III yang diproduksi secara underlicence di Australia).[2]

Dari kajian yang dilakukan, terpilihlah penggantinya pesawat F-5E Tiger II dan proses pengadaannya dilaksanakan mulai tahun 1978 dengan nama Operasi Komodo. Operasi ini merencanakan tentang pengadaan pesawat, pendidikan penerbang dan teknisi, serta pembangunan fasilitas prasarana dan sarana pendukung operasional pesawat ini. Hal itu mencakup, perpanjangan landasan pacu sepanjang 500 meter (sehingga ukurannya menjadi 3.050 x 60 meter, hingga sekarang), pembangunan pagar elektronik, pembentukan saluran air, fasilitas landasan serta pembangunan dan rehabilitasi bangunan hanggar.[3]

Pembangunan lainnya adalah pembangunan perumahan perwira, bintara dan perbaikan Graha Cirro Srtatus Sarangan; Perbaikan tower, test cell, power check area, swing compass area (area untuk mengeset arah kompas pesawat agar sejajar dengan arah kompas bumi), arming/dearming area dan pembangunan lox plant; pemasangan lampu di landasan, lampu tower dan lampu pendaratan; penambahan daya listrik hingga 250 Kva; Peningkatan kelengkapan alat bantu navigasi udara dengan membangun aerodrome ground aids (aga), air traffic control (atc) termasuk pemasangan radio UHF di tower, radio aid navigation termasuk pemasangan alat navigasi tactical air navigation (TACAN), aeronautical fix telecommunication network, peralatan meteorologi, pemadam kebaran dan SAR.[3]

Dengan adanya operasi ini, maka TNI AU kembali memasuki era pesawat-pesawat tempur supersonik dan dengan sistem senjata yang memadai seperti radar, mampu membawa rudal AIM-9 Sidewinder, yang setara dengan era MiG-21 yang disegani pada tahun 1960-an. Dan juga karena pesawat-pesawat F-86 Sabre itu tidak dilengkapi dengan persenjataan yang mumpuni.[4]

Bersamaan dengan pengadaan pesawat ini, TNI AU juga mengadakan pembelian dua skadron (32 pesawat) A-4 Skyhawk dari Israel dan satu skadron (16 pesawat) Mk-53 Hs Hawk dari Britania Raya. Pengadaan satu skadron (16 pesawat) F-5 dipergunakan oleh TNI AU sebagai sarana untuk membina kemampuan tempur penerbang dan untuk menaggulangi ancaman bidang pertahanan udara nasional.[3]

Pengadaan sunting

Pendidikan Kru Macan sunting

Sesuai dengan kontrak, mulai dikirimkan para perwira teknik dan penerbang ke Amerika Serikat untuk belajar mengenai teknik pesawat dan pendidikan konversi di F-5 bertempat di Skadron 225th Tactical Fighter Training mempergunakan pesawat F-5 B dan F-5 E/F. Tercatat penerbangan yang diberangkatkan adalah:[5]

Awalnya penerbang ketiga yang akan dikirimkan adalah Kapten Pnb Lambert F. Silooy, namun dibatalkan karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan.[5]

Pendidikan disana dimulai dari 27 Januari 1980 dengan empat macam silabus, dimana setiap silabus terdiri atas tiga tahap. Empat silabus itu adalah :[5]

  • Silabus A dan B, diperuntukkan bagi penerbang yang baru lulus sekolah penerbang
  • Silabus C dan D, untuk para penerbang tempur yang berpengalaman

Sedangkan tiga tahap itu adalah:[5]

  • Tahap Transisi
  • Tahap Penguasaan Pertempuran Udara
  • Tahap Penyerangan Sasaran Darat

Ketiga penerbang tempur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara menempuh silabus D dengan rincian:[5]

  • Transisi : 12 jam/30 hari
  • Pertempuran Udara : 20,7 jam/44 hari
  • Serangan Darat : 5,5 jam/1 hari

Dan dengan total 39,2 jam/85 hari. Tahap transisi terbagi atas enam kali terbang pengenalan, dua kali terbang instrumen dan tiga kali terbang formasi. Tahap Pertempuran Udara ditempuh dengan tiga kali terbang taktik formasi diteruskan dengan lima kali terbang dasar pertempuran udara (Basic Fighter Manouvre). Dan kemudian dilanjutkan dengan lima kali terbang Air Combat Manouvre dan lima kali terbang Air Combat Tactic, dan latihan penembakan darat. Di bagian akhir mereka menjalani pendidikan penembakan udara-ke-udara dan penembakan udara-ke-darat.[5]

Sehabis menamatkan pendidikan di jalur D, mereka melaksanakan kursus instruktur F-5 selama sepuluh kali penerbangan. Dalam modul ini, mereka belajar untuk mendarat dan memberikan instruksi dari kokpit belakang. Selain itu juga satu kali penerbangan dengan pesawat F-5 E serta belajar sebagai chaser, pesawat pendamping yang bertugas mengawal pesawat lain yang sedang ada masalah atau mendampingi pesawat yang sedang dikemudikan oleh penerbang baru. Akhirnya semua pendidikan terselesaikan dan akhir Mei 1980 mereka kembali ke tanah air dan siap untuk menjadi instruktur dan penerbang tempur F-5 E/F Tiger II.[5]

Pencetakan penerbang tempur F-5 E/F Tiger II di Skadron Udara 14 dilakukan dengan dua moda, moda konversi, yaitu para mantan penerbang tempur pesawat F-86 Sabre yang ditunjuk dan moda transisi, yaitu para penerbang tempur yang berasal dari Sekolah Penerbang TNI AU. Mereka yang berhasil lulus kemudian diberikan sebutan sebagai Eagle. Para penerbang itu juga menempuh pendidikan lanjutan di Fighter Weapon Instructur Course (FWIC) di Amerika Serikat, yaitu sekolah khusus untuk tingkat lanjut bagi para penerbang tempur milik Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF), semacam sekolah Top Gunnya AL AS. Pada pendidikan ini dipelajari teori dan praktek pertempuran udara secara detail dimana mereka harus mampu menguasai manajemen pertempuran udara. Berikut penerbang yang pernah menempuh pendidikan ini:[5]

Kedatangan Macan sunting

Gelombang Pertama kedatangannya terjadi pada 21 April 1980, dibawa oleh pesawat raksasa Lockheed C-5 Galaxy milik Military Airlift Command USAF yang membawa delapan unit dari enam belas pesawat yang dibeli dan mendarat di Lanud Iswahyudi, Madiun dengan disaksikan KASAU saat itu, Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi. Proses perakitan dilakukan oleh para teknisi TNI AU bersama para teknisi dari pabrik sehingga pada 28 April 1980 pukul 14;35 WIB, sebuah pesawat F-5 F, TL-0514, berhasil melaksanakan uji terbang diawaki oleh Kapten Bill Edward dan Kapten Tom Danilson, pesawat ini adalah bertempat duduk ganda. Pesawat F-5 E yang pertama diberi nomor registrasi TS-0501 dan pesawat selanjutnya menyesuaikan. Pada 5 Mei 1980 penggunaan pesawat F-5 E/F Tiger II diresmikan oleh Menhankam/Pangab kala itu, Jendral TNI M. Jusuf sebagai pesawat buru sergap menggantikan F-86 Sabre dengan terbitnya Surat Keputusan KASAU Nomor Skep/21/V/1980 tertanggal 3 Mei 1980. Pada 5 Juli 1980 datanglah pesawat Lockheed C-5 Galaxy sebagai gelombang kedua membawa delapan pesawat sisanya sehingga melengkapi satu skadron, sebanyak 16 pesawat.[5]

1.000 dan 2.000 Jam Terbang sunting

2.000 jam terbang sunting

Selama pengabdiannya, 35 tahun dalam menjaga kedaulatan udara, TNI AU berhasil mencetak para penerbang tempurnya yang berhasil melampaui 2.000 jam terbang, antara lain:[6]

1.000 jam terbang sunting

Selain itu, pesawat ini juga berhasil mencetak para penerbang tempur yang berhasil melewati 1.000 jam terbang:[10]

  • Mayor Pnb Suprihadi - Juni 1986
  • Mayor Pnb Djoko Suyanto - Juni 1986
  • Letkol Pnb Lambert F. Silooy - Agustus 1986
  • Letkol Pnb Wartoyo - Oktober 1986
  • Mayor Pnb Eris Haryanto - November 1986
  • Kapten Pnb Sumarwoto - Desember 1986
  • Kapten Pnb Dede Rusamsi - Januari 1987
  • Kapten Pnb Dradjad Rahardjo - November 1987
  • Kapten Pnb Madar Sahib - Mei 1987
  • Kapten Pnb Rodi Suprasodjo - Juli 1987
  • Lettu Pnb Irianto - Oktober 1988
  • Lettu Pnb Ismono Wijayanto - November 1988
  • Lettu Pnb Sugeng Hartoyo - Agustus 1988
  • Lettu Pnb Hadiyan Sumintaatmadja - Oktober 1989
  • Lettu Pnb Memed Alibasyah - Mei 1991

Baca juga sunting

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Knaack, Marcelle Size. Encyclopedia of US Air Force Aircraft and Missile Systems: Volume 1, Post-World War II Fighters, 1945-1973. Washington, DC: Office of Air Force History, 1978. ISBN 0-912799-59-5.
  2. ^ Sutisna 2002, hlm. 111.
  3. ^ a b c Sutisna 2002, hlm. 112-113.
  4. ^ Saragih 2018, hlm. 32.
  5. ^ a b c d e f g h i Saragih 2018, hlm. 33-35.
  6. ^ Saragih 2018, hlm. 41-46.
  7. ^ TNI AU, Dinas Penerangan (08 Juni 2010). ""Phantom", Bangga Raih 2000 Jam terbang". TNI AU Militer.ID. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-24. Diakses tanggal 19 Desember 2019. 
  8. ^ TNI AU, Dinas Penerangan (25 September 2013). "Mustang Raih 2.000 Jam Terbang F-5 Tiger". TNI AU Militer.ID. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-17. Diakses tanggal 19 Desember 2019. 
  9. ^ TNI AU, Dinas Penerangan (28 Januari 2015). "Letkol Pnb Arif Adi Nugroho Raih 2000 Jam Terbang". TNI AU Militer.ID. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-16. Diakses tanggal 19 Desember 2019. 
  10. ^ Sutisna 2002, hlm. 316.

Daftar pustaka sunting

  • M. Tarigan, Lisa (2015). Monumen TNI Angkatan Udara (Revisi I). Jakarta: Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara. 
  • Saragih, Maylina (2018). 18 Pesawat Warnai Muspusdirla Yogyakarta. Jakarta: Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara. 
  • Sutisna, Yuyu (2002). Kepak Sayap Skadron Udara 14 1962 - 2002 : Tentara Langit Pahlawan Hati. Dinas Penerangan TNI AU dan Skadron Udara 14 - Lanud Iswahjudi. 

Baca juga sunting

Pranala luar sunting