Jamin Ginting

Pahlawan Nasional Indonesia
(Dialihkan dari Djamin Ginting)

Letnan Jenderal TNI (Purn.) Drs. Jamin Ginting Suka[1] (disingkat sebagai Jamin Gintings; Ejaan Republik: Djamin Gintings; 12 Januari 1921 – 23 Oktober 1974) adalah salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Taneh Karo. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014 lalu.[2]

Jamin Ginting
Panglima Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan
Masa jabatan
1956–1961
Informasi pribadi
Lahir(1921-01-12)12 Januari 1921
Suka, Karolanden, Keresidenan Sumatera Timur, Hindia Belanda
Meninggal23 Oktober 1974(1974-10-23) (umur 53)
Ottawa, Kanada
Partai politikGolkar
Suami/istriLikas br. Tarigan
Anak
  • Riemenda J. Ginting
  • Riahna J. Ginting
  • Sertamin J. Ginting
  • Serianna J. Ginting
  • Enderia Pengarapen J. Ginting
Orang tua
  • Lantak Ginting Suka (ayah)
  • Tindang br. Tarigan (ibu)
Penghargaan sipilPahlawan Nasional Indonesia
Karier militer
Pihak
Dinas/cabang
TNI Angkatan Darat
Masa dinas1943—1968
Pangkat
Letnan Jenderal TNI
NRP12336
Pertempuran/perangRevolusi Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Riwayat hidup sunting

Kehidupan awal sunting

Jamin Ginting dilahirkan di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, pada tanggal 12 Januari 1921.[3] Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah, ia bergabung dengan satuan militer yang diorganisir oleh opsir-opsir Jepang. Pemerintah Jepang membangun kesatuan tentara yang terdiri dari anak-anak muda di Taneh Karo guna menambah pasukan Jepang untuk mempertahankan kekuasaan mereka di Benua Asia. Jamin Ginting muncul sebagai seorang komandan pada pasukan bentukan Jepang itu.

Karier militer sunting

Memimpin pasukan setelah kekalahan Jepang sunting

Rencana Jepang untuk memanfaatkan putra-putra Karo memperkuat pasukan Jepang kandas setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia II. Jepang menelantarkan daerah kekuasaan mereka di Asia dan kembali pulang ke Jepang. Sebagai seorang komandan, Jamin Ginting bergerak cepat untuk mengkonsolidasi pasukannya. Ia bercita-cita untuk membangun satuan tentara di Sumatera Utara. Ia menyakinkan anggotanya untuk tidak kembali pulang ke desa masing masing. Ia memohon kesediaan mereka untuk membela dan melindungi rakyat Karo dari setiap kekuatan yang hendak menguasai daerah Sumatera Utara. Situasi politik ketika itu tidak menentu. Pasukan Belanda dan Inggris masih berkeinginan untuk menguasai daerah Sumatra.

Pionir pejuang sunting

Di kemudian hari, anggota pasukan Jamin Ginting ini muncul sebagai pionir-pionir pejuang Sumatra bagian utara. Kapten Bangsi Sembiring, Kapten Selamat Ginting, Kapten Mumah Purba, Mayor Rim Rim Ginting, Kapten Selamet Ketaren, dan lainnya adalah cikal bakal Kodam II/Bukit Barisan yang kita kenal sekarang ini.

Ketika Jamin Ginting menjadi wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, ia berselisih paham dengan Kolonel Maludin Simbolon, yang ketika itu menjabat sebagai Panglima Kodam II/Bukit Barisan. Jamin Ginting tidak sepaham dengan tindakan Kolonel Maludin Simbolon untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan bersenjata. Perselisihan mereka ketika itu sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi yang melanda Indonesia.

Di satu pihak, Maludin Simbolon merasa Sumatra dianaktirikan oleh pemerintah pusat dalam bidang ekonomi. Di lain pihak, Jamin Ginting sebagai seorang tentara tetap setia untuk membela negara Indonesia.

Operasi Bukit Barisan sunting

Dalam rangka menghadapi gerakan pemberontakan Boyke Nainggolan di Medan, maka Panglima TT I, Letkol Inf. Djamin Ginting melancarkan Operasi Bukit Barisan. Operasi ini dilancarkan pada tanggal 7 April 1958. Dengan dilancarkannya operasi Bukit Barisan II ini, maka pasukan Boyke Nainggolan dan Sinta Pohan terdesak dan mundur ke daerah Tapanuli.[4]

Akhir karier sunting

Di penghujung masa baktinya, Jamin Ginting diutus sebagai seorang Duta Besar Indonesia untuk Kanada. Di Kanada pulalah, Jamin Ginting menghembuskan nafas terakhirnya, yakni di Ottawa pada tanggal 23 Oktober 1974. Jenazahnya dibawa pulang ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata.[3]

Riwayat militer sunting

  • Juni-i, Sumatra Giyugun (masa pendudukan Jepang)[3]
  • Komandan Resimen I, Komandemen Sumatera, Tentara Rakyat Indonesia, Berastagi (1947)[3]
  • Kepala Staf Tentara dan Teritorium I/Bukit Barisan[3]
  • Panglima Tentara dan Teritorium I/Bukit Barisan (27 Desember 1956—April 1959)[3]
  • Panglima Kodam II/Bukit Barisan (April 1959—4 Januari 1961)[3]
  • Pendidikan di Staff College, Quetta, Pakistan (1962)[3]
  • Asisten 2/Operasi Kepala Staf Angkatan Darat (30 Juni 1962—1965)[3]
  • Inspektur Jenderal Angkatan Darat (Oktober 1965)[3]
  • Dengan pangkat mayor jenderal, menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Front Nasional, di Kabinet Dwikora Revisi Kedua.[5]
  • Penggerak dari pembentukan Gakari yang nantinya akan membentuk Golkar.[6]
  • Duta Besar Indonesia untuk Kanada (dilantik 8 Januari 1972—23 Oktober 1974)[3]

Kehidupan pribadi sunting

Keluarga sunting

 
Foto keluarga Jamin Ginting.

Jamin Ginting meninggalkan lima orang anak. Salah satunya adalah Rimenda br. Ginting, yang menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Masyarakat Karo Indonesia.[7]

Karya tulis sunting

Semasa hidupnya, Jamin Ginting menulis beberapa buku, salah satunya adalah "Bukit Kadir" yang dikarangnya bersama Payung Bangun. Buku tersebut mengisahkan perjuangannya di daerah Karo sampai ke perbatasan Aceh dalam melawan Hindia Belanda. Salah seorang anggotanya, Kadir, gugur di sebuah perbukitan di Taneh Karo dalam suatu pertempuran yang sengit dengan pasukan Belanda. Bukit itu sekarang dikenal dengan nama Bukit Kadir.

Wafat sunting

 
Makam Jamin Ginting di TMPNU Kalibata, Jakarta Selatan.

Pada tanggal 23 Oktober 1974, Jamin Ginting meninggal dunia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan.

Penghargaan sunting

Nama jalan sunting

 
Fly Over Jamin Ginting.

Atas jasa besarnya bagi Sumatera Utara, nama Letnan Jenderal Jamin Ginting diabadikan menjadi nama ruas jalan sepanjang 80 kilometer yang membentang dari Kota Medan hingga Kabupaten Karo.[8] Ruas jalan tersebut diberi nama sebagai Jalan Jamin Ginting oleh Wali Kota Medan, Agus Salim Rangkuti.

Patung sunting

 
Patung Jamin Ginting yang terletak di kilometer nol Jalan Jamin Ginting di wilayah Kota Medan.

Pada tanggal 28 Juni 2022, Wali Kota Medan, Bobby Nasution, meresmikan patung Letnan Jenderal Jamin Ginting untuk menandai kilometer nol Jalan Jamin Ginting di Kota Medan.[9]

Dalam budaya populer sunting

Referensi sunting

  1. ^ Aldi, Nizar (3 Juli 2022). "Kisah Jamin Ginting: Basmi Pemberontak hingga Bebaskan Lahan USU". Detik Sumut. Diakses tanggal 11 Maret 2024. 
  2. ^ "Ini Kiprah 4 Pahlawan Nasional yang Baru Dinobatkan Tahun Ini". detiknews. 10 November 2014. Diakses tanggal 10 November 2014. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k Bachtiar, Harsya W. (1988). Siapa dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD). Jakarta. hlm. 111—112. ISBN 9789794281000. 
  4. ^ http://www.sejarahtni.mil.id/index.php?cid=1783&page=2[pranala nonaktif permanen]
  5. ^ http://indahnesia.com/cabinet/26/second_revised_dwikora_cabinet.php[pranala nonaktif permanen]
  6. ^ "Republika Online". republika.co.id. Diakses tanggal 1 Maret 2017. 
  7. ^ http://www.hariansib.com/index.php?option=com_content&task=view&id=7359&Itemid=9
  8. ^ Sitompul, Martin (23 Oktober 2018). "Djamin Gintings, Pahlawan Nasional dari Tanah Karo". Historia. Diakses tanggal 5 September 2022. 
  9. ^ Yauzar, Ahmidal (28 Juni 2022). tvOne, Tim, ed. "Resmikan Patung Jamin Ginting di Medan, Bobby Nasution Cerita Soal Jalan Rusak". tvOneNews.com. Diakses tanggal 5 September 2022. 

Daftar pustaka sunting