Cincin Nelayan, juga dikenal sebagai Cincin Piskatori atau Pescatorio (dalam Bahasa Italia), adalah sebuah bagian resmi dari perlengkapan Sri Paus yang digunakan oleh Paus, yang dipercaya oleh Gereja Katolik (dimana ia adalah pemimpinnya) sebagai penerus gerejawi dari Santo Petrus, yang adalah seorang nelayan lewat perdagangan. Cincin ini memiliki ukiran (Bahasa Italia: basso rilievo) gambar Santo Petrus sedang menjala ikan dari sebuah kapal - sebuah simbolisme yang berasal dari tradisi bahwa para rasul adalah "penjala manusia" (Injil Markus 1:17). Cincin Nelayan ini adalah sebuah signet (cincin untuk stempel di gumpalan lilin) yang digunakan hingga tahun 1842 untuk menaruh cap pada dokumen resmi yang ditanda-tangani oleh Sri Paus.

Sebuah cincin baru dicetak dari emas untuk tiap paus. Di sekeliling gambar ukirannya terdapat nama Latin Sri Paus yang berkuasa yang dicetak dalam huruf-huruf timbul. Selama upacara Penobatan Sri Paus atau Pentahbisan Sri Paus, kepala Dewan Kardinal menyelipkan cincin tersebut ke jari ketiga dari tangan kanan paus yang baru. Saat Sri Paus meninggal dunia, cincin tersebut dihancurkan dalam sebuah upacara oleh Camerlengo di hadapan para kardinal lainnya untuk menghindari keluarnya dokumen palsu dengan tanggal sebelum wafatnya Sri Paus selama masa jeda kekuasaan atau sede vacante.

Sebuah surat yang ditulis oleh Paus Klemens IV kepada keponakannya Peter Grossi pada tahun 1265 mencantumkan penyebutan Cincin Nelayan ini yang merupakan fakta tertua yang ada, digunakan untuk menyegel semua korespondensi pribadi dengan cara menekan cincin tersebut ke lilin segel merah yang diteteskan di atas secarik kertas yang dilipat atau sebuah amplop. Sementara untuk dokumen-dokumen publik disahkan dengan cara menekan segel kepausan ke tetesan logam cair (Lead) di atas dokumen tersebut. Dokumen-dokumen semacam ini secara historis dikenal sebagai Bulla kepausan, nama yang diambil dari sebutan untuk merujuk pada gumpalan segel logam cair. Penggunaan Cincin Nelayan berubah selama abad ke-15 ketika cincin itu digunakan untuk mensahkan dokumen-dokumen resmi yang disebut Breve kepausan. Kebiasaan ini berakhir pada tahun 1842 ketika lilin dengan lapisan sutranya dan cetakan cincin digantikan oleh sebuah stempel yang dibubuhkan ke dalam tinta merah.

Sepanjang berabad-abad, Cincin Nelayan tidak dikenal karena kepraktisan penggunaannya, namun karena simbolisme feodalismenya. Meminjam dari tradisi yang dikembangkan oleh para monarki pada Abad Pertengahan, para pengikut dan umat menunjukkan rasa hormat mereka kepada Sri Paus yang berkuasa dengan cara berlutut menghadap kakinya dan mencium Cincin Nelayan. Tradisi ini berlanjut hingga hari ini.

Pranala luar sunting