Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau sistem yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki.[1][2] Reaksi biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan organisme atau komponen biokimia aktif (enzim) yang berasal dari organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik.[1][2] Sementara itu, agensia biologis yang digunakan dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau terimobilisasi.[2] Contoh reaktor yang menggunakan agensia terimobilisasi adalah bioreaktor dengan unggun atau bioreaktor membran.[2]

Bioreaktor

Komponen sunting

Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus atau baffle dan sensor untuk mengontrol parameter.[3] Tanki berfungsi untuk menampung campuran substrat, sel mikroorganisme, serta produk.[3] Volume tanki skala laboratorium berkisar antara 1 – 30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk memompa udara, dan mencegah pembentukan gelembung oksigen.[3] Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat dan sel.[3] Impeller digerakkan oleh rotor.[3] Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek pusaran air akibat agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan untuk mengontrol lingkungan dalam bioreaktor.[4] Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan, agitasi, foam, dan kecepatan aliran.[4] Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar oksigen, dan perubahan komposisi medium.[3][4]

Perancangan sunting

 
Struktur suatu bioreaktor.

Bioreaktor biasanya terbuat dari bahan stainless steel karena bahan tersebut tidak bereaksi dengan bahan-bahan yang berada dalam bioreaktor sehingga tidak menggangu proses biokimia yang terjadi.[1] Selain itu, bahan tersebut juga anti karat dan tahan panas.[1] Bioreaktor harus dapat menciptakan lingkungan yang optimum bagi mikroorganisme ataupun reaksi yang diinginkan maka diperlukan pengontrolan.[4] Parameter yang biasa dikontrol pada bioreaktor adalah suhu, pH, substrat (sumber karbon dan nitrogen), aerasi, dan agitasi.[4]

Perancangan bioreaktor adalah suatu pekerjaan teknik yang cukup kompleks. Pada keadaan optimum, mikroorganisme atau enzim dapat melakukan aktivitasnya dengan sangat baik. Keadaan yang memengaruhi kinerja agensia biologis terutama temperatur dan pH. Untuk bioreaktor dengan menggunakan mikroorganisme, kebutuhan untuk hidup seperti oksigen, nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya perlu diperhatikan. Pada bioreaktor yang agensia biologisnya berada dalam keadaan tersuspensi, sistem pengadukan perlu diperhatikan agar cairan di dalam bioreaktor tercampur merata (homogen). Seluruh parameter ini harus dimonitor dan dijaga agar kinerja agensia biologis tetap optimum.

Untuk bioreaktor skala laboratorium yang berukuran 1,5-2,5 L umumnya terbuat dari bahan kaca atau borosilikat, namun untuk skala industri, umunya digunakan bahan baja tahan karat (stainless steel) yang tahan karat.[5] Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kontaminasi senyawa metal pada saat fermentasi terjadi di dalamnya.[5] Bahan baja yang mengandung < 4% kromium disebut juga baja ringan, sedangkan bila kadar kromium di dalamnya >4% maka disebut stainless steel. Bioreaktor yang umum digunakan terbuat dari bahan baja 316 yang mengandung 18% kromium, 2-2,5% molibdenum, dan 10% nikel.[5] Bahan yang dipilih harus bersifat non-toksik dan tahan terhadap sterilisasi berulang-ulang menggunakan uap tekanan tinggi.[5] Untuk mencegah kontaminasi, bagian atas biorektor dapat ditambahkan dengan segel aseptis (aseptic seal) yang terbuat dari campuran metal-kaca atau metal-metal, seperti O-ring dan gasket.[6] Untuk meratakan media di dalam bioreaktor digunakan alat pengaduk yang disebut agitator atau impeler.[6] Sementara itu, untuk asupan udara dari luar ke dalam sistem biorektor digunakan sistem aerasi yang berupa sparger.[6] Untuk bioreaktor aerob, biasanya digunakan kombinasi sparger-agitator sehingga pertumbuhan mikrooganisme dapat berlangsung dengan baik.[6]

Pada bagian dalam bioreaktor, dipasang suatu sekat yang disebut baffle untuk mecegah vorteks dan meningkatkan efisiensi aerasi.[7] Baffle ini merupakan metal dengan ukuran 1/10 diameter bioreaktor dan menempel secara radial di dindingnya.[7] Bagian lain yang harus dimiliki oleh suatu bioreaktor adalah kondensor untuk mengeluarkan hasil kondensasi saat terjadi sterilisasi dan filter (0,2 μm) untuk menyaring udara yang masuk dan keluar tangki.[7] Untuk proses inokulasi kultur, pengambilan sampel, dan pemanenan, diperlukan adanya saluran khusus dan pengambilannya harus dilakukan dengan hati-hati dan aseptis agar tidak terjadi kontaminasi.[8] Untuk menjaga kondisi dalam bioreaktor agar tetap terkontrol, digunakan sensor pH, suhu, anti-buih, dan oksigen terlarut (DO).[8] Apabila kondisi di dalam sel mengalami perubahan, sensor akan memperingatkan dan harus dilakukan perlakuan tertentu untuk mempertahankan kondisi di dalam bioreaktor.[8] Misalkan terjadi perubahan pH maka harus ditambahkan larutan asam atau basa untuk menjaga kestabilan pH.[8] Penambahan zat ini dapat dilakukan secara manual namun juga dapat dilakukan secara otomatis menggunakan bantuan pompa peristaltik.[8] Selain asam dan basa, pompa peristaltik juga membantu penambahan anti-buih dan substrat ke dalam bioreaktor.[8]

Jenis-jenis sunting

Berdasarkan tingkat aseptis maka sistem bioreaktor terbagi menjadi 2, yaitu bioreaktor sistem non aseptis (untuk pengolahan limbah) dan bioreaktor sistem aseptis (untuk produksi sel dan produksi metabolit).[1] Untuk bioreaktor sistem aseptis diperlukan sterilisasi bioreaktor pada suhu dan tekanan yang tinggi.[1] Sedangkan, berdasarkan pemberian substrat maka sistem fermentasi dalam bioreaktor terbagi menjadi tiga, yaitu batch fermentation, continuous batch fermentation, dan fed batch fermentation.[9] Pada batch fermentation, makanan hanya diberikan satu kali saja kemudian produk dipanen.[9] Pada continous batch fermentation, makanan diberikan terus menerus.[9] Pada fed batch fermentation, makanan diberikan kemudian produk dipanen, makanan yang baru diberikan sebelum makanan pertama yang diberikan habis.[9] Lalu, bila kita melihat sistem aerasinya, bioreaktor dibagi menjadi bioreaktor stirred tank, bubble column, dan loop airlift.[9] Prinsip stirred tank bioreactor adalah menghasilkan aerasi dengan menggunakan agitasi mekanis, yaitu dengan impeller. Pada bubble column bioreactor, udara dalam bentuk gelembung dimasukkan ke media melalui sparger untuk aerasi. Sedangkan, pada loop airlift bioreactor, udara dan media disirkulasi bersamaan melalui kolom yang dimasukkan ke dalam kolom lain.[3][10]

Produksi skala besar sunting

Untuk melakukan produksi skala besar menggunakan bioreaktor dibutuhkan proses peningkatan skala (scale up).[3] Parameter kinetik merupakan acuan dalam peningkatan skala bioreaktor.[3] Parameter kinetik dalam bioreaktor ialah pengaturan suhu, pH, aerasi, agitasi, dan agen antifoam.[3] Pengaturan suhu dalam bioreaktor dilakukan dengan cara pemompaan air dingin ke bagian jaket bioreaktor.[3] Pengaturan pH dilakukan dengan cara pemberian asam seperti HCl dan basa seperti NaOH.[3] Agitasi dalam bioreaktor dibutuhkan untuk homogenisasi isi bioreaktor dan aerasi dalam bioreaktor.[3] Jika organisme dalam bioreaktor bersifat aerob maka udara (oksigen) harus dimasukkan ke dalam bioreaktor.[3] Udara dalam bioreaktor dimasukkan melalui sparger yang berada di bawah.[3] Dalam proses aerasi dan agitasi kadang-kadang dihasilkan foam yang dapat mengganggu reaksi biokimia dalam bioreaktor.[1] Oleh karena itu, dibutuhkan agen antifoam untuk mencegah terjadinya foam.[1] Agen antifoam yang umunya dipakai dapat berupa minyak sawit ataupun tween.[1]

Aplikasi sunting

Awalnya bioreaktor hanya digunakan untuk memproduksi ragi, ekstrak khamir, cuka, dan alkohol.[11] Namun, alat ini telah digunakan secara luas untuk menghasilkan berbagai macam produk dari makhluk hidup seperti antibiotik, berbagai jenis enzim, protein sel tunggal, asam amino, dan senyawa metabolit sekunder lainnya.[11] Selain itu, suatu senyawa juga dapat dimodifikasi dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan senyawa hasil transformasi yang berguna bagi manusia.[11] Pengolahan limbah buangan industri ataupun rumah tangga pun sudah dapat menggunakan bioreaktor untuk memperoleh hasil buangan yang lebih ramah lingkungan.[12]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i (Inggris) Ratledge C, Kristiansen B. 2001. Basic Biotechnology. Cambridge: Cambridge University Pr. Hal. 5-17.
  2. ^ a b c d (Inggris) John Tampion, M. D. Tampion (1987). Immobilized cells: principles and applications. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-25556-1. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris) Villadsen J, Lidén G. 2003. Bioreactor Engineering Principles. New York: Plenum Press. Hal. 11-15.
  4. ^ a b c d e (Inggris) Williams JA. 2002. Keys to bioreactor selection. Chemical Eng Progress 98(3):34-41.
  5. ^ a b c d (Inggris) D. P. Middaugh, S. E. Lantz, C. S. Heard, J. G. Mueller (2004). "Field-scale testing of a two-stage Bioreactor for removal of creosote and pentachlorophenol from ground water: Chemical and biological assessment". Archives of Environmental Contamination and Toxicology. 26: 320–328. doi:10.1007/BF00203558. 
  6. ^ a b c d (Inggris) Mukesh Doble, Anil Kurnar Kruthiventi, Vilas Gajanan Gaikar (2004). Biotransformations and Bioprocesses. MARCEL DEKKER Inc. ISBN 0-8247-4775-5. 
  7. ^ a b c (Inggris) J. A. Scott, K. L. Smith (1997). "A bioreactor coupled to a membrane to provide aeration and filtration in ice-cream factory wastewater remediation". Water Research. 31 (2): 69–74. doi:doi:10.1016/S0043-1354(96)00234-5 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  8. ^ a b c d e f (Inggris) Peter M. Huck (1998). Design of Biological Processes for Organics Control. Amer Water Works Assn. ISBN 978-0-89867-936-6. 
  9. ^ a b c d e (Inggris) Shetty K, Paliyath G, Pometto A, Levin RE. 2006. Food Biotechnology. Boca Raton: CRC Pr. Hal. 61-63.
  10. ^ (Inggris) Christael L, Kawase Y, Znad H. 2007. Hydrodynamic modelling of internal loop airlift reactor applying drift-flux model in bubbly flow regime. Canadian J Chem Eng 1(7):1-8.
  11. ^ a b c (Inggris) Jetsuya Tosa, Atsuo Tanaka, Takeshi Kobayashi, Tetsuya Tosa (1992). Industrial Application of Immobilized Biocatalysts (Biotechnology and Bioprocessing). CRC Press. ISBN 978-0-8247-8744-8. 
  12. ^ (Inggris) Debra R. Reinhart, Timothy G. Townsend (1997). Landfill Bioreactor Design & Operation. CRC Press. ISBN 978-1-56670-259-1.