Bencana alam dalam Islam

Bencana alam dalam Islam bukan sekadar diartikan sebagai fenomena alam. Islam memandang bencana alam sebagai bentuk ujian dan siksaan kepada orang-orang yang mengingkari kenabian. Bentuk siksaan ini antara lain gempa bumi, banjir dan hujan batu. Hikmah dari bencana alam menurut Islam adalah terciptanya kesadaran manusia untuk meyakini bahwa Allah maha berkuasa atas segala sesuatu.

Artikel ini tersedia dalam versi lisan
Dengarkan versi lisan dari artikel ini (5 menit)
noicon
Ikon Wikipedia Lisan
Berkas suara ini dibuat berdasarkan revisi dari artikel ini per tanggal 1 Agustus 2022 (2022-08-01), sehingga isinya tidak mengacu pada revisi terkini.

Bentuk sunting

Gempa bumi sunting

Gempa bumi diberi informasinya sebagai bencana alam dalam beberapa ayat dan surah di dalam Al-Qur'an. Di antaranya yaitu Surah Al-An'am ayat 65, Surah Al-A'raf ayat 78 dan 155, dan Surah Al-'Ankabut ayat 37. Surah Al-An'am ayat 65 mengisyaratkan adanya siksaan dari Allah melalui apa yang ada di atas manusia maupun di bawah kaki manusia. Ayat ini ditujukan kepada manusia yang tidak mengimani Al-Qur'an sebagai kitab suci. Surah Al-A'raf ayat 78 menjelaskan bahwa gempa bumi menjadikan manusia yang bertempat tinggal menjadi gelimpangan mayat-mayat. Ayat ini berkaitan dengan pengingkaran kenabian Nabi Saleh. Surah Al-A'raf ayat 155 menyebutkan informasi bahwa Nabi Musa dan 70 pengikutnya yang beriman merasakan gempa bumi ketika sedang meminta pertobatan kepada Allah. Ayat ini berkaitan dengan penyembahan patung anak lembu. Sedangkan Surah Al-Ankabut ayat 37 menyebutkan siksaan kepada kaum Nabi Syuaib akibat menolak kenabiannya. Mereka mati bergelimpangan akibat gempa bumi di tempat tinggalnya.[1]

Banjir sunting

Bencana banjir dibahas dalam Surah Saba' ayat 16, Surah Al-'Ankabut ayat 14 dan Surah Al-Mu'minun ayat 27. Surah Saba ayat 16 menjelaskan tentang banjir yang menimpa kaum Saba' karena mengingkari nikmat pemberian Tuhan. Menurut Al-Qurthubi, banjir ini terjadi akibat runtuhnya bendungan Ma'rib. Surah Al-Ankabut ayat 14 menjelaskan akan terjadinya banjir besar yang menimpa kaum Nabi Nuh akibat kezaliman mereka terhadap ajaran Nabi Nuh. Surah Al-Mu'minun ayat 27 menjelaskan mengenai pembuatan bahtera dan tanda berupa tanur yang terisi air sebagai penanda dimulainya banjir besar.[2]

Hujan batu sunting

Hujan batu merupakan siksaan khusus kepada kaum Nabi Lut. Siksaan ini diberikan karena kaumnya mengingkari kenabian Nabi Lut. Selain itu, hujan batu diturunkan sebagai siksaan bagi kaum Nabi Lut yang melakukan perilaku menyimpang secara seksual. Dalam Al-Qur'an terdapat beberapa ayat yang mengisahkan hujan batu kepada kaum Nabi Lut. Ayat-ayat tersebut yaitu Surah An-Naml ayat 58, Surah Al-Furqan ayat 40, Surah Al-A'raf ayat 84, dan Surah Al-Ankabut ayat 40.[3]

Sudut pandang sunting

Al-Qur'an sunting

Ayat-ayat di dalam Al-Qur'an menjelaskan bahwa bencana alam tidak hanya merupakan sebuah fenomena alam.[4] Bencana alam yang terdapat di dalam Al-Qur'an selalu merupakan bentuk siksaan. Adanya siksaan berupa bencana alam merupakan akibat dari tidak berimannya manusia.[5] Allah menimpakan bencana alam kepada manusia karena manusia tidak melaksanakan perannya sebagai khalifah di Bumi.[6]

Hikmah sunting

Bencana alam yang dialami oleh manusia merupakan inti dari rahmat Allah. Keberadaan bencana alam berasal dari Allah dengan jumlah yang sangat terbatas. Suatu jenis bencana alam tidak pernah terjadi di seluruh wilayah di Bumi secara bersamaan. Begitu pula dengan bencana alam yang dapat terjadi di Bumi akibat perubahan di luar Bumi, misalnya jarak Matahari ke Bumi. Bencana alam yang terjadi pada suatu bangsa secara terus menerus juga tidak terjadi tanpa adanya sebab.[7]

Adanya bencana alam merupakan bentuk pelajaran bagi manusia dari Allah. Dengan tertimpa bencana alam, manusia akan sadar akan kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Manusia juga menjadi sadar bahwa mereka mustahil untuk menguasai seluruh alam semesta karena kelemahan dan ketidakberdayaan pada dirinya.[7]

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Hidayatullah 2013, hlm. 266-267.
  2. ^ Hidayatullah 2013, hlm. 267-268.
  3. ^ Hidayatullah 2013, hlm. 270.
  4. ^ Muhlis 2008, hlm. 183.
  5. ^ Hidayatullah 2013, hlm. 266.
  6. ^ Muhlis 2008, hlm. 184.
  7. ^ a b asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2020). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. hlm. 74. ISBN 978-602-250-866-3. 

Daftar pustaka sunting