Basuki Gunawan (1929-2014) adalah sastrawan Indonesia. Dia lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 23 Desember 1929. Basuki menerbitkan 5 cerpen dan 12 puisi di majalah Konfrontasi pada 1955-1956. Dia pergi ke Belanda pada 1950-an untuk belajar hingga menyelesaikan program doktor sosiologi di Universiteit van Amsterdam dan merupakan bagian dari rombongan pertama mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda sesudah perang. Dia kemudian menetap di sana hingga akhir hayatnya pada 2014. Basuki menikah dengan perempuan Belanda bernama Liselotte Grote. Mereka dikurniai dua anak perempuan, yakni Damayanti Gunawan (lahir 1958) dan Indrawati Gunawan (lahir 1962).

Karya sunting

Karya sastra sunting

Meski karya Basuki tidak banyak, tapi amat kuat dan layak dikenang. Salah satu cerpennya dipilih Satyagraha Hoerip untuk masuk dalam antologi Cerita Pendek Indonesia (1986). Sejumlah puisinya telah diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman serta diterbitkan dalam sejumlah antologi dan jurnal di Eropa, antara lain Modern Poetry in Translation edisi musim semi 2016 (diterjemahkan oleh David Colmer), antologi puisi Indonesia berbahasa Jerman Reis und Hahnenschrei (1957), dan Only Dust (1969).[1][2]

Nama Basuki Gunawan memang tidak begitu dikenal di kalangan pemerhati sastra Indonesia karena ia hanya pernah menerbitkan karya-karyanya sekitar tahun 1950-an dan setelah itu ia menetap di Iuar negeri. Meskipun Basuki pada saat itu tidak terlalu produktif dalam berkarya (ia hanya pernah menerbitkan 5 cerpen, 12 sajak, dan 1 esai), karya-karya tersebut memiliki beberapa kelebihan, terutama cerpen-cerpennya. Keistimewaan cerpen-cerpen Basuki terlihat dari temanya yang bersifat filosofis.[3]

Di dalam cerpen-cerpen Basuki terdapat dialog-dialog atau kalimat-kalimat yang mengingatkan pada ucapan atau pandangan hidup beberapa filsuf dan pengarang eksistensialis, di antaranya Franz Kafka, Fyodor Dostoyevsky, dan Nietzsche. Penggambaran situasi jiwa tokoh-tokohnya juga memanfaatkan gaya penulisan surealisme yang mempergunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud sebagai dasarnya. Kecenderungan di atas dapat dikatakan belum pernah dijumpai pada karya-karya para pengarang lain sebelumnya. Penulisan cerpen dengan ide-ide filosofis dan gaya penulisan nonkonvensional itu kemudian dilanjutkan oleh Iwan Simatupang pada 1960-an. Karya-karya Basuki Gunawan sepatutnyalah tercatat pula sebagai bagian penting dari khazanah sastra Indonesia.

Selain cerpen, puisi, dan esai di atas, Basuki juga menerbitkan sebuah novela dalam bahasa Belanda berjudul Winarta mengenai perang kemerdekaan melawan Belanda. Novela itu diterbitkan dalam majalah sastra De nieuwe stem pada 1954 dan mendapat honorary mention dari hadiah sastra Reina Prinsen Geerligsprijs.

Buku nonfiksi sunting

Basuki juga menulis sejumlah buku nonfiksi dalam bahasa Belanda, antara lain Indonesische studenten in Nederland (1966, diterbitkan dari tesis doktoral di Universiteit van Amsterdam) dan Kudeta staatsgreep in Djakarta: de achtergronden van de 30 September beweging in Indonesia (1968).

Karya terjemahan sunting

Selain menulis, Basuki menerbitkan pula karya terjemahan, antara lain kumpulan puisi Widji Thukul, Nyanyian Akar Rumput, yang diterjemahkan ke bahasa Belanda dengan judul Het lied van de graspollen (2003).[4]

Referensi sunting

  1. ^ "Basuki Gunawan". InterSastra (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-06-09. 
  2. ^ "Basuki Gunawan – Modern Poetry in Translation" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-06-09. 
  3. ^ Vonny, Veronica (2015). "Eksistensialisme dan surealisme dalam lima cerpen Basuki Gunawan" (PDF). Universitas Indonesia. 
  4. ^ B., Gunawan,; 1941-, Holtzappel, Coen,; (Leiden), Wertheim Stichting (2003). Het lied van de graspollen : poëzie = Nyanyian akar rumput : puisi. Wertheim Stichting. ISBN 9789051707410. OCLC 66571814.