Zao Jun

Dewata lokal paling penting dalam Agama Tradisional China and Mitologi Cina

Pada agama tradisional China and mitologi Tiongkok, Zao Jun atau Zao Shen adalah dewata lokal paling penting yang merupakan pelindung tungku perapian (dapur) dan keluarga. Ia dipuja pada setiap negara yang warga keturunan Chinanya masih memegang teguh budaya leluhur mereka.

Zao Jun

Zao Jun

Festival paling utama yang dirayakan untuknya adalah Ji Si Siang Ang, Imlek tanggal 24 bulan 12, yang merupakan festival untuk menghantarkan Zao Jun menuju langit.[1] Dipercaya bahwa Zao Jun kembali ke langit setiap akhir tahun Imlek untuk melaporkan kepada Kaisar Giok (Tian) mengenai aktivitas setiap penghuni rumah sepanjang tahun kemarin. Laporan Zao Jun akan menjadi pertimbangan bagi Tian untuk memberkati atau menghukum rumah tangga tersebut pada tahun berikutnya.

Nama dan etimologi sunting

Zao Jun (Hanzi: 灶君; pinyin: Zào Jūn; Fujian/Hokkian: Chàu-kun) secara harafiah diterjemahkan sebagai Penguasa Tungku/Perapian. Juga dipanggil Zao Jun Gong (Hanzi: 灶君公; pinyin: Zào Jūn Gong; Fujian/Hokkian: Chàu-kun Kong), yaitu Kakek Penguasa Tungku. Gelar lainnya adalah Zao Shen (Hanzi: 灶神; pinyin: Zào Shén; Fujian/Hokkian: Chàu-sîn) atau Dewa/Roh Tungku.[2]

Bangsa Barat mengenal Zao Jun sebagai Kitchen God, sebagaimana penduduk Indonesia lebih mengenalnya sebagai Dewa Dapur. Masyarakat Vietnam menyebutnya Táo Quân.

Berbagai versi legenda Zao Jun sunting

 
Zao Jun dari Myths and Legends of China, 1922 oleh E. T. C. Werner

Penelitian pada agama tradisional China mengindikasikan bahwa Dewa Dapur belum muncul sebelum tungku dari batu bata digunakan oleh masyarakat. Dipercaya bahwa Dewa Api yang dipuja jauh sebelumnya merupakan bentuk mula-mula dari Dewa Dapur. Demikianlah berbagai versi legenda Dewa Dapur selalu berhubungan dengan tungku atau Dewa Api.[3]

Sebagai manusia, Zao Jun dipercaya bernama keluarga (marga) Zhang dan bernama Dan atau Ziguo. Legenda yang paling populer adalah legenda yang muncul sekitar abad kedua Sebelum Masehi, yaitu Zhang dan Istrinya yang Setia.

Kaisar purba sunting

Beberapa literatur mendeskripsikan sang Dewa Dapur sebagai seorang keturunan dari kaisar purba atau sang kaisar purba itu sendiri. Menurut Huainanzi (淮南子, seorang filsuf dari abad ke 2 SM, setelah Kaisar Yan yang bertugas mengurusi api meninggal, ia menjadi Dewa Dapur untuk menikmati persembahan dari para keturunannya.[4] Kisah lain menyebutkan Kaisar Huangdi adalah penemu tungku dapur yang kemudian diangkat menjadi Dewa Dapur.[5]

Buku Ritual Zhou (周礼)[6] menyebutkan bahwa Dewa Dapur bernama asli Li Zhurong (黎祝融), putra Zhuanxu dan cucu dari Kaisar Kuning (lebih lanjut dapat membaca Daftar Kaisar Purba Tiongkok). Penegasan yang serupa juga muncul di ensiklopedi kuno Tiongkok berjudul Lüshi Chunqiu (吕氏春秋,Tawarikh Musim Semi dan Gugur Tuan Mister Lü, sekitar 239 SM): Zhurong, yang merupakan keturunan dari Kaisar Zhuanxu, telah menjadi Dewa Dapur.[7] Catatan-catatan sejarah tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat China kuno percaya bahwa Dewa Dapur dulunya adalah Dewa Api. Karena Kaisar Yan dan Zhurong semuanya berkaitan dengan pengaturan api, dalam legenda mereka menjadi Dewa Dapur.

Hantu sunting

Beberapa orang pada zaman dahulu percaya bahwa Dewa Dapur awalnya tinggal di dalam tungku dan baru lama kemudian digambarkan berwujud manusia. Zhuangzi (filsuf abad IV SM) mencatat: "terdapat sesosok hantu yang bersembunyi dalam air bernama Lü (履), sesosok hantu tinggal di tungku bernama Ji (髻)".[8] Aksara Ji merujuk pada tipe model rambut wanita pada zaman kuno, sehingga beberapa orang percaya bahwa Dewa Dapur adalah seorang wanita cantik berpakaian merah.

Catatan sejarah lain menyebutkan bahwa Dewa Dapur terlahir berwujud manusia dan segera berjalan menuju tungku sesaat setelah dilahirkan.[9] Beberapa orang berkata bahwa Dewa Dapur adalah pasangan, sang Dewa bernama Su Jili (Hanzi:苏吉利) dan sang Dewi bernama Bojia (Hanzi: 博颊).

Sepasang suami istri yang setia sunting

Zhang dan istrinya adalah pasangan miskin yang kelaparan sehingga ia terpaksa merelakan istrinya menjadi istri muda seorang hartawan. Saat ada pembagian makanan oleh hartawan itu, Zhang berada di urutan terakhir sehingga tidak kebagian makanan. Keesokan harinya, istri Zhang mengatur agar pembagian makanan dimulai dari paling belakang, tetapi Zhang justru berada di urutan depan. Pada hari ketiga, istri Zhang mulai membagi dari urutan tengah, tetapi Zhang tidak berada di antrian karena telah meninggal akibat kelaparan. Istrinya kemudian bunuh diri karena rasa setianya. Yu Huang Da Di kemudian mengangkat keduanya sebagai Dewa Dapur.[5]

Zhang menjual istri sunting

Versi lain dari Zao Jun adalah ia merupakan pria yang sangat miskin bernama Zhang Lang yang, dalam keadaan terpaksa, menjual istrinya. Bertahun-tahun kemudian tanpa sengaja ia bekerja di rumah suami baru mantan istrinya. Merasa kasihan melihat kondisi mantan suaminya, wanita itu membuat roti yang ia isi dengan uang, tetapi Zhang malah menjual roti itu dengan harga murah.

Zhang akhirnya mengetahui bahwa selama ini mantan istrinya menyembunyikan sejumlah uang di dalam roti yang diberikan kepadanya. Ia menyesali kebodohannya kemudian bunuh diri. Tian (Surga) merasa kasihan atas nasib tragis Zhang. Meskipun seharusnya menerima takdir menjadi mayat hidup Jiang Shi, sebagaimana orang-orang yang bunuh diri pada umumnya, ia diangkat menjadi Dewa Dapur dan disatukan kembali dengan istrinya.

Zhang dan istri yang setia sunting

Zao Jun mulanya adalah seorang manusia bernama Zhang. Ia menikahi seorang wanita yang berbudi baik. Mereka berdua hidup bahagia hingga suatu saat Zhang tertarik pada seorang wanita muda dan menikahinya. Istri pertamanya pun pindah ke kota lain. Suatu musim dingin, kediaman Zhang terbakar api. Ia menjadi buta dan istri mudanya pergi, meninggalkan dirinya menopang hidupnya sendiri dari mengemis.[10]

Suatu hari Zhang tanpa sadar berjalan menuju rumah istri pertamanya untuk mengemis. Wanita itu membukakan pintu dan melihat bahwa suaminya telah menjadi pengemis serta tidak dapat mengenali dirinya karena buta. Meskipun Zhang telah memperlakukannya dengan buruk, istrinya merasa kasihan kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. Ia memasakkan makanan yang lezat dan melayani suaminya dengan baik. Zhang yang terkejut karena keramahan itu kemudian menceritakan nasib buruk yang dialaminya setelah meninggalkan istrinya, serta betapa dirinya merasa sangat menyesal karena tindakan buruknya itu. Dikisahkan bahwa penglihatan Zhang kembali pulih setelah ia menangis saat menceritakan penyesalannya, sementara kisah lain menceritakan bahwa penglihatannya pulih setelah istrinya menyuruh untuk membuka mata.

Dengan penglihatan yang kembali normal, Zhang segera mengenali bahwa istri pertamanyalah yang sedang duduk di hadapannya. Merasa bingung dan sangat malu, ia memutuskan untuk melompat ke dalam tungku perapian dapur yang masih menyala. Istri pertama Zhang berusaha untuk menyelamatkan suaminya, tetapi hanya salah satu kakinya yang selamat. Bagaimanapun, istri Zhang telah memaafkannya setelah melihat penyesalan Zhang yang begitu mendalam. Ia membuat sebuah kuil kecil di atas tungku dapur sebagai pengingat untuk suaminya. Inilah awal mula pemujaan Dewa Dapur.[11]

Hingga sekarang, korek api terkadang disebut Kaki Zhang Dan.

Yin Zifang dan Dewa Dapur sunting

Pada masa Dinasti Han, seorang petani miskin bernama Yin Zifang hendak memasak untuk makan pagi pada hari Tahun Baru Imlek. Ia dikejutkan oleh kemunculan Zao Jun yang tiba-tiba. Yin Zifang memutuskan untuk mengurbankan satu-satunya domba miliknya yang berwarna kuning. Karena imannya itu, Yin Zifang menjadi kaya dan memutuskan untuk mengurbankan seekor domba kuning setiap Musim Dingin sebagai wujud syukurnya.

Kultus sunting

Zao Jun adalah Roh Suci yang sangat populer dan dipuja setiap tahun oleh etnis China setiap tahun. Kebanyakan rumah di China menggantung gambarnya di dekat tungku dapur sepanjang tahun. Dewa Dapur tidak hanya mengawasi masalah rumah tangga, tetapi juga menjadi pengawas moral setiap anggota keluarga.[2] Pemujaannya telah ada sejak masa Dinasti Zhou sekitar 2000 tahun yang lalu. Karena pemujaannya hampir selalu dilakukan di rumah, tidak ada klenteng khusus yang dipersembahkan untuknya. Jika ada klenteng yang membuat altar untuknya, letaknya berada di dapur. Oleh karena itu, simbolisasi keberadaannya lebih umum menggunakan gambar dibandingkan dengan patung.[5]

Kepercayaan umum sunting

Dipercaya bahwa Zao Jun dan istrinya mengawasi keadaan rumah tangga sepanjang tahun. Setelah setiap perkataan anggota keluarga dicatat oleh istrinya, Zao Jun akan melaporkannya kepada Kaisar Giok (Tian) di akhir tahun Imlek, yaitu hari Ji Si Siang Ang. Itulah sebabnya Zao Jun menjadi Dewa yang sangat dihormati dari antara semua Roh Suci pelindung rumah tangga dan keluarga. Selain Ji Si Siang Ang, hari ulang tahun Zao Jun juga dirayakan, yaitu Imlek tanggal 3 bulan 8.

Pada festival Ji Si Siang Ang, masyarakat biasanya mengoleskan madu pada bibir patung kertas Zao Jun untuk mempermanis kata-katanya di hadapan Tian. Selanjutnya, patung kertas tersebut dibakar untuk diganti patung kertas baru pada Tahun Baru Imlek. Petasan juga dinyalakan untuk mempercepat perjalanannya menuju surga. Patung atau papan bertuliskan nama Zao Jun akan dibersihkan pada hari tersebut untuk menyambut tahun baru.

Tungku perapian keluarga sunting

Penelitian yang dilakukan oleh Ahern, Martin, dan Wolf (1978) mengamati bahwa setiap keluarga di China diklasifikasikan berdasarkan tungku yang mereka miliki. Pada saat pembagian perkakas rumah, peralatan dapur akan dibagi tetapi tungku tidak. Misalnya saat pembagian harta warisan, putra sulung akan mewarisi tungku sementara putra-putra yang lebih muda menerima arang dari tungku ayah mereka untuk dimasukkan ke dalam tungku mereka sendiri-sendiri. Tujuannya adalah untuk mengundang Dewa Tungku supaya bergabung dengan rumah tangga mereka yang baru. Ritual ini disebut Pun Chu atau membagi tungku. Tungku diindikasikan sebagai jiwa dari keluarga dan melambangkan takdir mereka.

Mereka menceritakan bahwa pada sebuah keluarga di China, “Saat seorang shaman memberi tahu sebuah keluarga bahwa terdapat banyak semut dan benda-benda lain di tungku mereka, keluarga itu menghancurkan tungku mereka dan melembar bata serta arangnya ke sungai.” Seorang tetangga menjelaskan, “Tidak ada cara lain yang dapat mereka lakukan. Sebuah keluarga tidak akan pernah damai jika mereka tidak memiliki tungku yang baik.”

Asosiasi Dewa Tungku dengan Tuhan adalah sebagaimana asosiasi Tuhan dengan keluarga. Karakter hubungan mereka pada dasarnya adalah birokratis; keluarga adalah unit terkecil di masyarakat, dan Dewa Tungku adalah jabatan terendah di antara birokrasi supernatural.

Hal tersebut menjelaskan betapa pentingnya Dewa Tungku terhadap setiap unit keluarga.[12]

Ting (2002) menulis bahwa kehadiran Dewa Dapur lebih menyerupai polisi yang dikirim dari atas untuk mengawasi keluarga. Praktik tersebut dikenal sebagai birokratisasi agama pada masyarakat China. Kaisar Giok membagi-bagi administrasi ke dalam kantor-kantor, dan setiap Dewa-birokrat bertanggung jawab pada sebuah area yang jelas atau fungsi yang tegas. Terdapat 3 tingkatan dalam organisasi Surga (sebagaimana organisasi kerajaan di bumi): Kaisar Giok sebagai kaisar, Pejabat-Pejabat Lokal (Dewa-Dewa Kota), dan masyarakat (Dewa-Dewa Perapian). Dewa Dapur bertugas di wilayah keluarga dimana dia akan mengawasi dinamika keseharian keluarga tersebut, juga setiap anggotanya serta kebiasaan mereka.[13]

Dewa Dapur dan Dewi Kamar Kecil sunting

Menurut Mann (1997), terdapat Dewa lain yang juga menguasai wilayah rumah tangga:

Polusi, penyakit, dan kematian merupakan perhatian sehari-hari setiap wanita perumah tangga, yang menjadi inti permohonan dalam kehidupan spiritual dan ritual mereka. Mereka menyembah para makhluk suci yang memiliki wewenang atas permohonan mereka. Dewi rumah tangga merupakan makhluk suci yang berbagi wilayah dengan Dewa Dapur; dia disebut sebagai Dewi Ungu atau Dewi Kamar Kecil.

Dewi Kamar Kecil hanya dipuja oleh wanita dan tidak ada kuil yang dibangun untuk menghormatinya, serta tidak memiliki relasi atau interaksi dengan Dewa Dapur.[14]

Dewa Dapur di berbagai negara sunting

Ong Tao di Vietnam sunting

Ông Táo atau Mandarin Tao (Táo quân, 灶君) merupakan nama Dewa Dapur dalam kultur Vietnam.

Triad Tao Quan, Ong Cong, dan Ong Tao awalnya adalah tiga dewa bumi (Tho Cong, Tho Dia, dan Tho Ky) dari Taoisme yang berasal dari China. Saat datang di Vietnam, legenda tersebut menjadi kisah Dua Suami dan Satu Istri – Dewa Bumi, Dewa Rumah, dan Dewa Dapur. Masyarakat masih menyebut ketiganya Tao Quan atau Ong Tao.[15]

Ong Tao dipandang sebagai penasihat keluarga dan utusan dari surga ke dunia. Ông Táo berangkat ke surga pada saat akhir tahun (penanggalan Vietnam) untuk mendiskusikan situasi keluarga dengan Kaisar Giok dan kembali lagi pada saat tahun baru. Keluarga di Vietnam menganggap mereka sebagai anggota keluarga mereka, dimana berbagai permohonan serta persembahan diberikan kepadanya. Ông Táo sering kali menjadi salah satu karakter dalam pertunjukan rakyat.

Pemujaan sunting

Masyarakat Vietnam menganggap ketiga Dewa tersebut mengawasi serta mengevaluasi perbuatan-perbuatan baik serta buruk anggota keluarga serta memutuskan untuk memberi rezeki. Oleh sebab itu, setiap rumah wajib memiliki altar untuk ketiganya.[15]

Tradisi Vietnam mengatakan bahwa Ông Táo terlalu miskin untuk membeli pakaian baru, dan hanya mengenakan jubah panjang (ao dai) dan celana pendek. Versi lain mengatakan bahwa ia terburu-buru saat kembali ke bumi sehingga lupa mengenakan celana panjang di luar celana (dalam) pendeknya.

Setiap tahun, pada tanggal 23 bulan 12 penanggalan bulan, ketiga dewa mengadakan pertemuan di surga dan melaporkan apa yang telah dilakukan orang-orang sepanjang tahun yang lalu. Masyarakat Vietnam merayakan hari tersebut dan memberikan persembahan termasuk ikan mas sebagai kendaraan mereka. Selain itu, masyarakat juga menyiapkan tiga pasang pakaian kertas bermodel pejabat kerajaan tradisional dengan topi dan sepatu, tetapi tanpa celana. Banyak masyarakat yang akan membeli tiga ekor ikan hidup untuk dilepaskan ke sungai atau kolam, kemudian mereka akan membakar pakaian serta uang kertas pada hari yang sama.[15]

Legenda sunting

Tuan Trong Cao menikah dengan Nyonya Thi Nhan, tetapi mereka tidak dikaruniai anak. Mereka menjadi sering bertengkar dan suatu ketika Trong Cao menampar istrinya. Thi Nhan meninggalkan rumah kemudian menikah dengan pria lain bernama Pham Lang. Begitu Trong Cao sadar, ia pergi mencari istrinya, bahkan sampai menghabiskan seluruh uang yang ia miliki. Ia akhirnya menjadi gelandangan.[15]

Suatu hari Trong Cao tiba di rumah Thi Nhan dan mereka berdua saling mengenali. Thi Nhan merasa bersalah dan menyesali telah menikah dengan pria lain. Tiba-tiba Pham Lang pulang ke rumah dan Thi Nhan kesulitan membuat penjelasan, sehingga ia meminta Trong Cao untuk bersembunyi di tumpukan jerami di halaman. Tanpa Pham Lang sadari, ia pergi ke kebun dan membakar tumpukan jerami untuk dijadikan pupuk. Trong Cao tidak berani untuk keluar sehingga tewas terbakar, Thi Nhan yang menyadari Trong Cao tewas terbakar hidup-hidup kemudian ikut masuk ke dalam api. Pham Lang tidak mengerti apa yang telah terjadi, tetapi ia melihat istrinya masuk ke dalam api sehingga ia ikut masuk.[15]

ketiga jiwa mereka naik ke surga dan diterima oleh Kaisar Giok. Kaisar Giok memahami situasi mereka, kemudian memberi mereka gelar sebagai Tao Quan, atau mengurusi tiga permasalahan dalam kehidupan rumah tangga manusia. Pham Lang diberi gelar Tho Cong yang mengurusi pekerjaan dapur; Trong Cao sebagai Tho Dia yang mengurusi pekerjaan rumah, dan Thi Nhan sebagai Tho Ky yang mengurusi persediaan makanan dan belanja.[15]

Kultur populer sunting

  • Novel Dragonwings karya Laurence Yep mendeskripsikan ritual madu, tetapi buku tersebut menyebut nama sang dewa sebagai Raja Tungku.
  • Zao Jun adalah salah satu dewa minor yang muncul dalam film seri dari Amerika Serikat Supernatural, seri ke 5 "Hammer of the Gods".
  • Novel The Kitchen God’s Wife karya Amy Tan yang mengisahkan perjuangan seorang feminist, wanita China yang tinggal di Amerika, bernama Winnie. Ia menganggap bahwa pemujaan kepada Zao Jun bersifat tidak adil terhadap wanita, kuno, dan tidak sesuai lagi di dunia modern sekarang.[16]

Lihat Pula sunting

Referensi sunting

  • The Story of the Kitchen God Diarsipkan 2009-01-20 di Wayback Machine.
  • "Chinese festivals - Xiao Nian". 2007. Chinavoc. 19 October 2008 [1] Diarsipkan 2009-01-29 di Wayback Machine.
  • "Chinese Kitchen God". 2008. Qiqi.com: Chinese Cultures. November 14, 2008. [2]
  • Gong, Rosemary. "The Kitchen God". 2008. About.com: Chinese Culture. 19 October 2008 [3] Diarsipkan 2008-12-07 di Wayback Machine.
  • "Kitchen God Day". 2008. Childbook.com: Chinese Festivals. October 24, 2008. [4] Diarsipkan 2008-09-05 di Wayback Machine.
  • "The Kitchen God and His Wife". 2007. Columbia University: Living in the Chinese Cosmos: Understanding Religion in Late Imperial China 1644-1911. November 15, 2008. [5]
  • Mikkolainen, Terhi. "Zao Jun: The Kitchen God". 2007. radio86: All About China. 19 October 2008 [6] Diarsipkan 2008-12-01 di Wayback Machine.
  • China's Living Houses: Folk beliefs, symbols and household Ornamentation Ronald G Knapp University of Hawii Press 1999
  • The Last Emperors: A Social History of Qing Imperial Institutions.2001. Evelyn S. Rawski. University of California Press.
  • Tan, Chee Beng. 1983. Chinese Religion in Malaysia: A General View. Asian Folklore Studies, Vol.42 pg. 220-252. University of Malaysia.
  • Sequence of the Tet Celebration pada ThingsAsian.com, diunduh Maret 2010.
  • Tet Nguyen Dan (Vietnamese New Year) Diarsipkan 2008-03-03 di Wayback Machine.

Catatan Kaki sunting

  1. ^ Bidang Litbang PTITD/Matrisia Jawa Tengah. 2007. ‘’Pengetahuan Umum Tentang Tri Dharma’’, hal. 102. Semarang: Penerbit Benih Bersemi.
  2. ^ a b Nations Online. 2013
  3. ^ China.org.cn. 12 Januari 2010. Unduh= 2 Mei 2011. Festival of the Kitchen God
  4. ^ Liu An (179-122 SM). Huainanzi (淮南子). ISBN 9787563393060
  5. ^ a b c C.A. Partono, M. Singgih, N.S. Aprilia, S. Timotius. April 2011. "Kisah Para Suci", Cetakan Kedua. Jakarta: Yayasan BAKTI.
  6. ^ Zhou Gongdan (1000 SM). Rites of Zhou (周礼). ISBN 9787807203339
  7. ^ Lü Buwei (239 SM). Lüshi Chunqiu (吕氏春秋). ISBN 9787221083715
  8. ^ Zhuang Zhou (369-286 SM). Zhuangzi (庄子 达生篇). ISBN 9787806067314
  9. ^ Chen Shou (220-280 M). Records of Three Kingdoms. ISBN 9787508059716. Penerbit: Cathay press.
  10. ^ China Festival Tours. Unduh= 2 Mei 2001. New Year Kitchen God Diarsipkan 2010-02-17 di Wayback Machine.
  11. ^ Terhi Mikkolainen. 2007. Zao Jun: The Kitchen God Diarsipkan 2013-03-28 di Wayback Machine.
  12. ^ Arthur P. Wolf; Emily M. Ahern; Emily Martin. 1978. Studies in Chinese Society, hal. 131-133. University Press.
  13. ^ Ting, Julia. 2002. World Religions: Eastern Traditions. "East Asian Religions". Diedit oleh Willard G. Oxtoby. New York: Oxford University Press, hal. 326.
  14. ^ Susan Mann. 1997. Precious Records: Women in China's Long Eighteenth Century, hal 186. Stanford University Press.
  15. ^ a b c d e f neilinvietnam. 19 Januari 2011. Ong Cong, Ong Tao – Vietnam’s Day of the Kitchen Gods.
  16. ^ Tan, Amy. 1991. The Kitchen God's Wife. New York: G.P. Putnam's Sons.