Yus Datuak Parpatiah
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Februari 2023. |
Artikel ini sebagian besar atau seluruhnya berasal dari satu sumber. |
Yusbir "Yus" Datuak Parpatiah (lahir 7 April 1939) adalah budayawan Minangkabau. Ia terkenal dalam upaya pelestarian budaya Minangkabau lewat karyanya dalam bentuk kaset pada dekade 80-an hingga 90-an. Saat ini, ia mengedarkan rekamannya dalam format video yang tersedia dalam bentuk VCD.[1]
Yusbir | |
---|---|
![]() Yus Datuak Parpatiah ketika berbicara dalam agenda Sarasehan Bahasa Minangkabau pada tahun 2015. | |
Lahir | Yusbir 7 April 1939 Sungai Batang, Agam, Pantai Barat Sumatra, Hindia Belanda |
Nama lain | Yus Datuak Parpatiah |
Pekerjaan | Budayawan Pengusaha |
Tahun aktif | 80-an-sekarang |
Suami/istri | Ermaini |
Anak | Elivia Ervan Ellen |
Orang tua | Abdul Jalil (ayah) Syafiyah (ibu) |
Latar belakangSunting
Masa kecilnya dihabiskan di kampung halaman, dengan menamatkan SD pada 1955 dan SMP pada 1958. Ia mengenyam melanjutkan pendidikan SMA di Tanjung Balai Asahan, dan tamat pada 1961. Yus merantau ke berbagai daerah, hingga akhirnya sampai di Jakarta pada 1976.[1]
Ia menjadi panungkek (wakil pemimpin) dengan gelar adat Datuak Rajo Mangkuto mulai tahun 1965. Setelah menikah, ia diangkat menjadi pangulu (pemimpin suku) suku Caniago dengan gelar Datuak Parpatiah pada tahun 1970.[1]
KarierSunting
Yusbir menulis drama awalnya hanya untuk mengisi waktu luang. Ia mengajak karyawan konveksi miliknya untuk berlatih drama bersama. Para karyawan inilah yang nanti menjadi cikal bakal kelompok seni Grup Balerong yang dipimpinnya hingga saat ini. Kenalan Yus asal Jambi, Haji Jhon, mengajak untuk merekam drama miliknya. Di saat itu, dunia rekaman di Sumatra Barat memang hidup meski banyak diisi pop Minang.[1]
Globe Record di Jakarta menjadi dapur rekaman pertama yang merekam drama miliknya dengan bayaran sebesar Rp1 juta pada Januari 1980.[1]
Awal 2000-an, ia lebih banyak merekam monolog. Rekamannya membahas berbagai masalah dan solusi dari ketentuan adat. Bahasa sederhana yang dipergunakan tetapi sarat makna disukai banyak orang di Sumatera Barat.[1]