Letnan Kolonel Udara (Anumerta) Yum Soemarsono (10 Desember 1916 – 5 Maret 1999) adalah seorang ilmuwan, tentara angkatan udara dan penerbang asal Indonesia. Ia juga dikenal sebagai bapak Helikopter Indonesia. Bersama dengan Nurtanio Pringgoadisuryo, Wiweko Soepono dan R.J Salatun, mereka adalah perintis kedirgantaraan di Indonesia. Bila Nurtanio melakukan upaya merintis dalam bidang pesawat bersayap tetap, maka Yum Soemarsono adalah perintis dibidang Helikopter.

Yum Soemarsono
Informasi pribadi
Lahir10 Desember 1916 (umur 107)
Purworejo, Jawa Tengah
Meninggal5 Maret 1999(1999-03-05) (umur 82)
Jakarta
Karier militer
PihakIndonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Udara
Pangkat Letnan Kolonel
SatuanKorps Penerbang (Helikopter)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Latar belakang sunting

Walaupun dikenal sebagai perancang helikopter tapi ia tidak banyak mengenyam pendidikan tinggi, ia menekuni dunia helikopter secara otodidak. Helikopter rancangannya pada saat itu tidak memiliki bentuk selayaknya helikopter yang dilihat sekarang, tetapi memiliki dan menerapkan prinsip kerja helikopter. Rancangannya berupa Rotor Stabilizer, dia buat berdasarkan intuisi dan pengalaman dalam merancang bangun sebuah helikopter.Yum Soemarsono merancang helikopter dengan hasil pemikirannya sendiri. Hal ini juga disebabkan karena informasi tentang perkembangan teknologi Helikopter sangat sukar diperoleh, selain karena Belanda menutup berbagai jalur komunikasi dan informasi pada masa pergolakan kemerdekaan Indonesia. Sekalipun pada masa itu, perkembangan rancangan helikopter di berbagai belahan dunia cukup pesat, baik oleh Igor Sikorsky dan tokoh lainnya seperti Mikhail L Mil. Yang mendasari rancangan helikopter ini hanyalah majalah Popular Science bekas dan buku-buku cetakan stensilan tentang ilmu aerodinamika dari Ir Oyen seorang ilmuwan Belanda.

Helikopter hasil rancangannya sunting

Ada empat helikopter yang berhasil ia rancang.

  1. Helikopter RI-H yang selesai pada tahun 1948 namun tidak sempat diterbangkannya karena lokasi pembuatannya di Gunung Lawu dibom Belanda pada saat Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
  2. Helikopter YSH (Yum Soeharto Hatmidji) yang dirancang bersama Soeharto dan Hatmidji, selesai pada tahun 1950 dan melayang setinggi 10 cm di lapangan Sekip Yogyakarta.
  3. Helikopter Seomarcopter yang berhasil terbang setinggi 3 meter sejauh 50 meter dengan mesin berdaya 60 hp pada 1954. Penerbangan Helikopter ini disaksikan dan diawaki oleh Leonard Parish seorang Instruktur perusahaan Hiller Helicopter, Amerika Serikat,
  4. Helikopter Kepik, terjadi kecelakaan pada percobaanya pada 22 Maret 1964 dan menyebabkan Yum kehilangan tangan kirinya dan sekaligus menewaskan asistennya yang benama Dali. Nama kepik sendiri adalah nama pemberian presiden Republik Indonesia
  • Rencananya, helikopter ini akan melakukan demonstrasi udara dihadapan Jenderal Ahmad Yani dan Presiden Soekarno.

Merancang Throttle collective device sunting

Dalam masa-masa absennya dari kegiatan dunia kedirgantaraan Indonesia, Yum Soemarsono membuat alat yang dinamakan throttle collective device untuk mengganti tangan kirinya yang putus, sehingga penerbang cacat seperti dirinya masih mampu menerbangkan helikopter. Alat ini digunakan untuk mengangkat dan memutar collective, salah satu kemudi yang terletak pada sisi kiri penerbang.

Semula hanya didesain untuk helikopter jenis Hiller, tetapi kemudian dikembangkannya untuk dipakai pada helikopter Bell 47G dan Bell 47J2A, hadiah dari Sesdalopbang Solichin GP. Sampai saat ini, di dunia, hanya Yum Soemarsono yang terpikir untuk membuat alat seperti itu. Alat ini bahkan diminati oleh seorang kolektor pesawat asal Le Cerny Prancis, Capel Sr. yang memiliki sekitar 100 pesawat pada masa lalu, serta pabrik helikopter Bell di Amerika Serikat. Menurut Alan Capel, putra Capel, mengatakan bahwa alat tersebut sangat berharga bahkan kedepan perlu dimuseumkan agar semua orang dapat mengetahuinya.

Hingga akhir hidupnya, Yum Soemarsono tetap bergelut dengan Helikopter dan masih menerbangkan Helikopter Si Walet. Ia memiliki 2.500 jam terbang dan pensiun dari TNI Agkatan Udara dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel. Ia meninggal pada 5 Maret 1999, karena kanker yang menggerogoti paru-parunya.

Pranala luar sunting