Isoroku Yamamoto

Laksamana Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
(Dialihkan dari Yamamoto Isoroku)

Isoroku Yamamoto (山本 五十六 Yamamoto Isoroku, 4 April 1884 – 18 April 1943) adalah komandan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang selama 4 tahun pertama Perang Dunia II. Secara umum ia dianggap sebagai pakar strategi perang laut Jepang teragung, dan di antara pakar strategi angkatan laut terbaik dalam sejarah. Terimakasih

Isoroku Yamamoto
Julukan80 Cent
PengabdianKekaisaran Jepang
Dinas/cabang Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
Lama dinas1901–1943
PangkatAdmiral,
Komandan tertinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
KomandanKitakami
Isuzu
Kapal Induk Akagi
Armada Gabungan
Perang/pertempuranPerang Jepang-Rusia
Perang Dunia II (Pertempuran Midway)
PenghargaanGrand Cordon of the Supreme Order of the Chrysanthemum
Grand Cordon of the Order of the Rising Sun Paulownia Blossoms,
Grand Cordon of the Order of the Sacred Treasure,
Order of the Golden Kite (1st class),
Order of the Golden Kite (2nd class),
Knight's Cross of the Iron Cross'with Oak Leaves and Swords

Latar belakang keluarga

sunting

Yamamoto dilahirkan sebagai Isoroku Takano di Nagaoka, Niigata. Ayahnya adalah Takano Sadayoshi, samurai tahap rendah di Nagaoka-han. "Isoroku" adalah istilah Jepang silam yang berarti "56"; nama yang merujuk kepada usia bapaknya ketika Isoroku dilahirkan.

Namanya sendiri merupakan sesuatu yang membangkitkan minat dengan nama keluarga ayahnya. Sebagai contoh, sekiranya seorang Jepang mendapat malang seperti hanya mendapat anak perempuan, mereka akan mendesak salah seorang dari menantu lelaki agar mengganti nama keluarga untuk melestarikan nama keluarga anak perempuan mereka. Juga bukanlah perkara luar biasa untuk mengganti nama seseorang.

Pada 1916, Isoroku mengganti nama akhirnya menjadi Yamamoto, karena Yamamoto merupakan nama yang dihormati dan tua dalam sejarah Jepang. Salah seorang darinya adalah Tatekawa Yamamoto, yang melawan kaisar dan tentaranya pada Pertempuran Wakamatsu, semasa perang Boshin. Karena dia merupakan salah seorang pemimpin pemberontak, saat ditangkap, dia dipenggal kepalanya di Wakamatsu. Karena Yamamoto Tatekawa tidak mempunyai anak lelaki, Isoroku turut merupakan masa depan kelompok Yamamoto.

Menjadi perkara biasa di Jepang bagi seorang lelaki menikah dengan tujuan untuk mendapat anak lelaki untuk melestarikan nama keluarga. Inilah yang dilakukan oleh Isoroku. Pada tahun 1918, dia mengawini Reiko, yang ironisnya, dari keluarga Watkamatsu. Mereka mendapat empat orang anak, dua lelaki dan dua perempuan.

Karier Awal di AL

sunting

Yamamoto memasuki Akademi AL di Etajima, Hiroshima pada 1901, tamat belajar pada tahun 1904. Pada tahun 1905 semasa Perang Rusia-Jepang, dia turut terlibat sebagai letnan muda di atas penjajap Nisshin di Pertempuran Tsushima melawan Angkatan Baltik Rusia. Dalam pertempuran itu, dia kehilangan dua jari pada tangan kirinya (lihat gambar sebelah kanan). Selepas perang, dia menyertai beberapa kapal layar di seluruh Samudra Pasifik.

Pada tahun 1913, dia menyertai Universitas Staf Angkatan Laut di Tsukiji, tanda-tanda bahwa dia sedang dilatih untuk pucuk pimpinan. Setelah tamat pada 1916, dia dilantik sebagai tangan tangan Skuadron Tempur Kedua dan diambil sebagai anggota keluarga Yamamoto. Sejak 1919 hingga 1921, dia belajar di Universitas Harvard.

Dilantik sebagai komandan sekembalinya ke Jepang, dia mengajar di Universitas Staf sebelum diantar ke Pusat Latihan Udara baru di Kasumigaura pada 1924, untuk mengarahkannya dan belajar terbang.

Persiapan perang, 1920-an dan 1930-an

sunting
 
Admiral Isoroku Yamamoto

Dari 1926 hingga 1928, dia merupakan atase AL bagi kedutaan Jepang di Washington, dan banyak mengembara di seluruh Amerika Serikat, yang memberinya pandangan mendalam mengenai saingan masa depannya. Yamamoto sepenuhnya memahami perbedaan besar dalam kekuatan nasional antara Jepang dan Amerika Serikat, dan oleh karena itu tetap percaya bahwa perang antara Jepang dan Amerika Serikat harus dihindari bagaimanapun caranya.Dia kemudian dilantik ke Biro Urusan AL dan dilantik sebagai Laksamana Muda. Dia menghadiri Konferensi Angkatan Laut London pada 1930. Sekembalinya ke Jepang, dia menyertai Biro Penerbangan Angkatan Laut dan dari tahun 1933 mengetuai biro dan mengurusi seluruh program penerbangan angkatan laut.

Pada Desember 1936, Yamamoto dilantik sebagai wakil menteri bagi Angkatan Laut Jepang, dan menggunakan kedudukannya untuk mengutarakan dengan penuh semangat untuk kekuatan udara Angkatan Laut dan menentang pembuatan kapal tempur yang baru. Dia juga menentang penjajahan Manchuria dan keinginan militer untuk bersepakat dengan Jerman. Saat kapal terbang Jepang menyerang kapal bersenjata AS, Panay di sungai Yangtze pada Desember 1937, dia memohon maaf secara pribadi kepada duta Amerika. Dia menjadi sasaran percobaan pembunuhan pihak fasis; seluruh kementerian Angkatan Laut terpaksa diletakkan di bawah pengawalan. Bagaimanapun, pada 30 Agustus 1939, Yamamoto dilantik menjadi Laksamana dan dilantik sebagai Panglima Tertinggi seluruh armada.

 
Lencana dari Admiral Isoroku Yamamoto

Laksamana Yamamoto tidak mengurangi kedudukan anti-konflik logisnya saat Jepang menandatangani Pakta Tripartit dengan Jerman dan Italia pada September 1940. Yamamoto memberi pengumuman kepada PM Konoe Fumimaro untuk tidak menimbangkan peperangan dengan Amerika Serikat: "Sekiranya saya diperintahkan berperang... Saya akan merajalela selama enam bulan pertama... tetapi saya tidak mempunyai keyakinan apapun buat tahun kedua dan ketiga." Dia terbukti amat tepat karena Pertempuran Midway (secara umum dianggap sebagai titik perubahan dalam konflik Pasifik) terjadi enam bulan (hampir pada hari) setelah pengeboman Pearl Harbor. Pandangan jauhnya turut mendorongnya untuk mempercayai bahwa serangan pendahuluan terhadap pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat amat penting sekiranya peperangan terjadi.

Dia juga membayangkan dengan tepat taktik "lompat pulau" dan penguasaan udara yang akan ditonjolkan dalam perperangan itu, walaupun pandangannya gagal saat berkenaan dengan kapal tempur, karena dia (sebagaimana kebanyakan pegawai dalam AL AS, harus dirumuskan) masih percaya sebagai salah satu komponen penting bagi pasukan AL.

Disusul dengan penjajahan Indochina dan pembekuan aset Jepang oleh AS pada Juli 1941, Yamamoto memenangkan perdebatan mengenai taktik dan keseluruhan cabang udara Angkatan Pertama di bawah Laksamana Nagumo Chuichi yang ditumpukan terhadap angkatan Amerika pada Pearl Harbor, menyerang pada 7 Desember. Dengan sekitar 350 pesawat terbang zero yang diluncurkan dari enam kapal induk, delapan belas kapal perang Amerika ditenggelamkan atau dilumpuhkan. Kegagalan Nagumo untuk memerintahkan operasi cari-dan-serang yang kedua terhadap kapal induk Amerika atau gelombang kedua bertujuan untuk memusnahkan fasilitas simpanan minyak penting pangkalan itu yang akan melumpuhkan operasi angkatan Pasifik AS sendiri dan ketidakcenderungan Yamamoto untuk mendesaknya, mengganti kemenangan taktis menjadi kekalahan strategis.

Yamamoto mengarahkan operasi dalam Pertempuran Laut Jawa pada 27 Februari28 Februari 1942. Tanpa menggunakan superioritas udara, pertempuran tersebut hampir sepenuhnya merupakan baku hantam antara para kapal penjelajah, pihak Jepang mengalahkan pasukan kapal gabungan Belanda, Britania Raya, dan Amerika Serikat, yang dengan itu memungkinkan Jepang merampas Jawa.

Pada bulan yang sama, Laksamana Yamamoto, yang bertanggung jawab merancang serangan atas Pearl Harbor yang berhasil, mencadangkan penjajahan Australia serta-merta. Dia baru saja melaksanakan serangan bom di Darwin di Northern Territory. Dia merayu dengan Staf Umum Jepang, untuk mendaratkan dua Divisi Militer Jepang di pesisir utara Australia yang mempunyai pertahanan yang lemah. Mereka merancang untuk menyusuri landasan kereta api utara-selatan hingga ke Adelaide, dengan itu membagikan Australia menjadi dua medan yang berhadapan. Saat Adelaide telah dirampas, pasukan kedua akan mendarat di sebelah pesisir timur laut Australia dan menuju ke utara ke Sydney dan ke arah selatan ke Melbourne.

Rancangan Yamamoto kelihatan sebagai rancangan umpan dan bukanlah rancangan untuk menjajah Australia. Dia ingin menarik sebagian besar tentara Amerika melancarkan serangan atas kelompok Kepulauan Jepang jauh di utara Australia.

Jenderal Yamashita setuju dengan Rencana Penjajahan Yamamoto. Ia malah menawarkan diri untuk mengetuai penjajahan tersebut. Bagaimanapun, rancangan itu ditentang oleh Perdana Menteri Jepang, Jenderal Hideki Tōjō, karena dia percaya bahwa tiada rencana kebetulan yang dipertimbangkan dalam Rancangan Penjajahan Yamamoto. Jenderal Tojo Hideki bimbang akan angkatan perdagangan Jepang telah direnggangkan pada jangkauan maksimal dan pihak Amerika dengan mudah dapat mengalihkan B-17 Flying Fortress mereka ke Sydney untuk melumpuhkan pasukan penjajahan.

Kaisar Hirohito memutuskan untuk membuat lengah Rencana Penjajahan hingga pasukan Jepang berhasil menduduki Burma dan bergabung dengan pemberontak Nasionalis India. Keputusan Pertempuran Laut Karang dan Midway memastikan bahwa Rencana Penjajahan Australia tidak pernah dipertimbangkan kembali.

Yamamoto kemudian memutuskan bercita-cita tinggi untuk mengalahkan Angkatan Pasifik Amerika dalam pertempuran akhir. Dia memilih terumbu Pulau Midway sebagai sasaran strategis yang akan diduduki Jepang sekiranya Jepang berhasil menarik keluar kapal induk Amerika. Yamamoto berencana menarik keluar pihak Amerika dalam serangan untuk memusnahkan kapal induk mereka. Yamamoto percaya bahawa sekiranya Jepang tidak memenangkan pertempuran akhir dalam waktu dekat, Jepang hanya menunggu waktu kekalahan.

Yamamoto memerintah satu angkatan besar sejumlah 250 kapal, termasuk delapan buah kapal induk. Strategi Yamamoto adalah serangkaian serangan umpan dan mengacah yang rumit bagi memerangkap pihak Amerika. Malangnya bagi pihak Jepang, pihak Amerika menyadari rencana mereka. Komunikasi yang dipintas dan ditranskripsikan berarti pada akhir bulan Mei, pihak Amerika mengetahui tanggal dan lokasi operasi tersebut, termasuk juga komposisi pasukan Jepang.

Tambahan bagi keadaan ini adalah hubungan komunikasi yang lemah pada pihak Jepang, dan komandannya berada dalam keadaan tidak bersedia; tambahan lagi, kedudukan taktis Jepang, ditetapkan oleh doktrin lapuk, yang masih menentukan kapal tempur sebagai unit penting, yang mana adalah satu kesalahan. Menetapkan kapal induk sebagai sebagian pelindung kapal tempur, mereka meletakkan kapal induk di baris depan unit kapal tempur, yang diletakkan jauh di baris belakang, berlainan dengan doktrin Amerika Serikat, yang meletakkan kapal tempur di sekeliling kapal induk—unit utama yang sebenarnya—untuk melindungi mereka terhadap serangan kapal dan kapal terbang.

Pertempuran Midway, dari 4 Juni hingga 6 Juni 1942, merupakan bencana terhadap Jepang. Mereka kehilangan empat kapal induk berbanding satu oleh Amerika, dan 3.500 orang berbanding hanya 300 Amerika mati. Pasukan AL AS amat bernasib baik, menemui kapal induk Jepang saat pihak Jepang sedang memasang senjata pada kapal terbang mereka untuk menyerang kapal induk Amerika, faktor yang memainkan peranan utama dalam tahap kemenangan Amerika. Sebagian pemerhati menyatakan bahwa kehilangan pilot berpengalaman Jepang yang berpengalaman merupakan kehilangan yang lebih penting terhadap Jepang dibandingkan kehilangan kapal mereka.

Aksi setelah Midway

sunting

Yamamoto tidak pernah pulih dari kekalahan di Midway, walaupun dia tetap berkuasa. Dia mengarahkan gerakan Solomons den menyadari kepentingan strategis Pertempuran Guadalcanal, dia memulai usaha untuk menyingkirkan tentara Amerika yang mendarat pada 7 Agustus 1942. Yamamoto, bagaimanapun, gagal memahami pada peringkat cukup awal bahwa pertempuran pertama ini penting, dan tahap usaha yang diperlukan bagi kemenangan. Tentera Jepang mengalami kerugian besar sebelum dia memutuskan bahwa dia tidak mampu menyingkirkan tentara Amerika, yang kekuatannya telah meningkat melebihi titik di mana pihak Jepang mampu menang. Pada 4 Januari 1943, dia memerintahkan pengunduran dari pulau tersebut. Pengunduran yang dilakukan merupakan puncak tindakan taktis.

Kematian Yamamoto

sunting

Untuk meningkatkan moril selepas kekalahan di Guadalcanal, Yamamoto memutuskan melakukan lawatan pemeriksaan sepanjang Pasifik Selatan. Pada 14 April 1943, di atas usaha perisikan tentera laut Amerika, dengan menggunakan nama sandi "Magic", berhasil memintas dan penyulitan laporan mengenai lawatan tersebut.

Duta enkripsi asal NTF131755 ditujukan kepada komandan Base Unit No. 1, Flotila Udara ke 11 dan Flotila Udara ke 26, memberitahu rencana lawatan yang disulitkan menggunakan Sandi Rahasia AL Jepang JN-25D (Buku Kode Operasi AL dari versi ke-3 RO) dan dipintas oleh Unit Radio Angkatan Armada Pasifik.

Perutusan itu mengandung perincian mengenai tempat, waktu tolak, dan tibanya Yamamoto, termasuk juga jumlah dan jenis pesawat yang akan membawa dan mengiringinya dalam perjalanan. Perutusan tersebut menjelaskan bahwa Yamamoto akan terbang ke Bougainville di kepulauan Solomon di pesisir New Guinea, menggunakan Mitsubishi G4M "Betty" — pesawat pengebom bermesin kembar — pada 18 April. Dia akan diiringi oleh enam pejuang Mitsubishi Zero, dan diperkirakan tiba pada 08.00 dan kemudian bertolak dengan perahu ke kepulauan Shortland pada 08.40.

Penumpang Pesawat Yamamoto

sunting

(Nomor ekor T1-323)

  • Pilot Sersan Mayor Takeo Koyani
  • Penumpang Laksamana Isoroku Yamamoto (C-in-C)
  • Penumpang Kadet Ishizaki (sekretaris C-in-C)
  • Penumpang Kadet Toibana (Perwira Staff Udara Senior)
  • Penumpang Laksamana Muda Kitamura (Perwira Keuangan Armada)
  • Penumpang Laksamana Muda Takata (Perwira Medis Armada)

Yang menarik adalah pilihan pesawat yang dipilih untuk membawa penumpang, Mitsubishi G4M "Betty". Betty mengubah operasi pengebom tentera laut Jepang kerana kemampuan jarak amat jauhnya. Terkenal karena kecenderungannya untuk terbakar sebab tangki luarnya yang besar dan tidak dilindungi yang cenderung untuk meletus saat terkena tembakan ledak pendek musuh, ia dikenal sebagai "geretan satu tembakan" oleh pilot pihak Sekutu Perang Dunia II.

Balas Dendam

sunting
 
Admiral Yamamoto, foto milik Amerika

Laksamana Nimitz, saat diberikan pilihan untuk membunuh rekan sejawatnya dari Jepang, memutuskan untuk perlu mendapatkan nasihat pihak atasan. Seluruh operasi intelijen mungkin terungkap sekiranya pihak Jepang menyadari bahwa jadwal Yamamoto telah ditranskripsikan. Laksamana Ernest King, perwira berpangkat tertinggi dalam AL, memutuskan bahwa untuk itu mesti mendapatkan izin Presiden. Franklin Delano Roosevelt menandatangani arahan esekutif "pembunuhan politik".

Ragu-ragu untuk mengesahkan pembunuhan sasaran sedemikian mengakibatkan salah paham mengenai apa yang sebenarnya dibenarkan oleh undang-undang internasional. Menurut Artikel 23b dari konvensi den Haag, "dilarang khas untuk membunuh atau mencederai dengan pengkhianatan mereka yang dari tentara atau negara lawan." Ini boleh didefinisikan bukannya sebagai larangan kepada semua pembunuhan sasaran, tetapi bagi pembunuhan untuk dianggap tidak sah, ia perlu menggunakan cara khianat.

Apa yang dianggap misi bunuh diri diberikan kepada pilot Angkatan Darat Amerika Serikat yang dianggap boleh dibuang dan menonjol dari Angkatan Udara Kaktus yang lusuh ("Cactus" merupakan kode Sekutu bagi pulau Guadalcanal). Rencana bagi misi ini disempurnakan oleh wakil Komandan Tempur, Letnan Kolonel Luther S. Moore, yang menjadwalkan P-38 jarak jauh AD dilengkapi dengan perkakas navigasi AL bagi tugas tersebut. Mereka merupakan satu-satunya pesawat udara dalam lapangan ini yang mampu melakukan penerbangan 425 batu (787 km) ke Bougainville dan kembali. Setiap pesawat membawa meriam 20 mm dan senapan mesin 4 × 50 kaliber (12,7 mm), dan dilengkapi dengan tangki gas tambahan 300 galon (1136 L) sebagai tambahan pada tangki 165 galon (625 L), mereka akan membawa cukup bahan bakar untuk penerbangan pulang dari Guadalcanal ke Bougainville. Rencana penerbangan disediakan oleh Perwira Operasi Komando, Mayor Condon.

Dengan nama "Operasi Balas Dendam", enam belas P-38 dilengkapi khusus dari Skuadron Tempur ke 339, Mayor Tentara AS John W. Mitchell memimpin, terbang dari Lapangan Udara Henderson untuk menyerang Yamamoto secara sembunyi-sembunyi di udara dalam perjalanan dari Rabaul ke Bougainville. Tanggal ini, 18 April dipilih khusus pada peringatan satu tahun Serangan Doolittle, selain itu juga untuk membalas dendam karena baru diketahui bahwa tiga orang dari penyerang yang ditawan telah dipancung oleh pihak Jepang.

Untuk menghindar dari pengetahuan pihak jepang, rencananya adalah menyusur garis pantai sepanjang jalan ke Bougainville, dan memutuskan hubungan radio. Kelompok yang bertugas terbang melebihi 740 km (400 batu) pada jarak tidak lebih 15 meter (50 kaki) dari permukaan air untuk menghindari radar jepang. Ini merupakan misi pemintasan pejuang terjauh dalam peperangan; amat mengagumkan bahwa kapal terbang tersebut sampai ke lokasi tepat pada waktunya setelah melintasi jarak yang sebegitu jauh, sebagaimana juga kapal terbang Yamamoto yang sentiasa tepat pada waktunya.

Kumpulan "pembunuh" yang terdiri dari empat P-38 ditugaskan menyerang dua pengebom "Betty" yang membawa Yamamoto dan orang-orangnya dan enam Zero pelindung (yang bertolak dari lapangan terbang Kahili dekat Buin). Pada awal pagi 18 April, kedua Betty terlihat menghampiri lapangan terbang Kahili di Bougainville. Setelah beberapa serangkaian pertempuran dan kejar-kejaran berlarut-larut selama sepuluh menit, pengebom pertama ditembak dengan tembakan senapan mesin dan terhempas ke dalam hutan di bawah. Tidak diketahui dengan tepat, kapal terbang mana yang membawa Yamamoto, kapal terbang pengebom kedua turut diserang, dan terhempas ke dalam laut bersama para penumpangnya yaitu Wakil Laksamana Matome Ugaki, yang terselamatkan.

Keenam pilot Zero yang merupakan pengiring Yamamoto tidak mampu melakukan apa-apa untuk memberi peringatan kepada pesawat pengebom yang membawa laksamana dan orang-orangnya karena radio primitif Zero mereka telah dikeluarkan untuk mengurangi berat, dan pemimpin mereka telah ditembak jatuh. Mereka kemudian diberi arahan untuk bertempur hingga mati, dan dalam tempo singkat, lima dari keenam pilot tersebut mati, dan hanya satu pilot Zero yang selamat, yaitu Kenji Yanagiya.

Pilot kumpulan pembunuh terdiri dari Tom Lanphier, Rex Barber, Besby Holmes, dan Ray Hine. Letnan Satu Rex T. Barber menjatuhkan pesawat pertama dari dua pesawat transport Jepang, yang ternyata adalah pesawat Yamamoto. Dia menembak pesawat tersebut dengan senapan mesin sampai mengeluarkan asap dari mesin sebelah kiri. Barber kemudian berbalik untuk menyerang pesawat transport lainnya ketika pesawat Yamamoto jatuh kedalam hutan. Salah seorang penerbang dalam kumpulan pembunuh turut hilang dalam pertempuran tersebut.

Yamamoto kelihatannya terbunuh di udara oleh peluru senapan mesin yang mengenai kepalanya, walaupun terdapat persoalan apakah terbunuh serta merta atau setelah pesawatnya jatuh. Mayat Yamamoto dijumpai oleh pasukan pencari dan penyelamat Jepang, diketuai oleh Komisaris Militer Letnan Hamasuna, pada keesokan harinya dalam hutan di utara Buin. Menurut sumber saat itu, dia telah tercampak keluar dari bangkai kapal terbang, tangannya yang bersarung tangan mengenggam hulu pedang katananya. Menurut Letnan Hamasuna, Yamamoto dapat dikenali dengan segera, duduk dengan sempurna di bawah pohon, kepalanya tunduk seolah-olah bertafakur; bagaimanapun, berdasarkan bukti menunjukkan Yamamoto memiliki dua luka tembak, salah satu di belakang bahu kirinya dan yang lainnya di rahang kirinya dan keluar diatas mata kanannya, dipercaya bahawa mayatnya dikremasi oleh pasukan pencari sebagai tanda hormat.

Di Jepang ini dikenal sebagai kejadian "Navy k?. Meningkatkan moral di Amerika Serikat, dan mengejutkan tentera Jepang yang hanya diberitahu secara resmi mengenai kejadian tersebut pada 21 Mei 1943. Untuk menutup fakta bahwa pihak Sekutu membaca sandi Jepang, harian Amerika Serikat menerbitkan berita bahwa pemerhati pantai umum di Solomon melihat Yamamoto menaiki kapal terbang pengebom di kawasan tersebut.

Kapten Watanabe dan orang-orangnya membakar mayat Yamamoto di Buin, dan abunya dikembalikan ke Tokyo di atas kapal tempur Musashi, kapal pemerintah terakhir Yamamoto. Yamamoto diberikan pemakaman negara penuh pada 3 Juni 1943, di mana dia menerima gelar Laksamana Armada Anumerta dan dianugerahi Orde Krisantemum, Pangkat Pertama. Sebagian abunya ditanam di pekuburan umum di Tuma, Tokyo, dan bakinya di pekuburan leluhurnya di Kuil Chuko-Ji di kota Nagaoka.

Bangkai kapal terbang Yamamoto terletak di dalam hutan dekat Moila Point, beberapa kilometer di jalan Panguna-Buin. Papan tanda yang bisa dijumpai dekat perkampungan Aku, 24 km di luar Buin. Satu lorong ke bangkai pesawat tersebut telah disediakan di dalam hutan, satu jam perjalanan dari jalan besar.

Bacaan lanjut

sunting
  • Agawa, Hiroyuki; Bester, John (trans.), The Reluctant Admiral (Kodansha, 1979), ISBN 4-7700-2539-4. Biografi Yamamoto dalam bahasa Inggris. Buku ini menjelaskan sebagian besar struktur politik dan malahan di Jepang yang menimbulkan perang, dengan banyak rincian yang tak terkenal bagi orang Amerika.
  • Hoyt, Edwin P., Yamamoto: The Man Who Planned Pearl Harbor (McGraw-Hill, 1990), ISBN 1-58574-428-X.
  • Fading Victory: The Diary of Admiral Matome Ugaki, 1941-45. University of Pittsburgh Press, Copyright 1991. ISBN 0-8229-5462-1. Pandangan perang tingkat tinggi dari sisi Jepang ialah dalam catatan harian Ketua Staf Yamamoto, Laksamana Ugaki Matome. Di sini akan ditemukan bukti kecenderungan pendirian militer kekasisaran untuk menduduki Hawaii dan beroperasi di Samudra Hindia. Diterjemahkan oleh Masataka Chihaya, edisi ini memuat catatan klarifikasi lanjutan dari editor AS yang berasal dari sejarah militer Amerika Serikat.

Pranala luar

sunting