Wisnu (raja)
Maharaja Wisnu adalah seorang raja dari Wangsa Sailendra yang dipercaya telah berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya. Beberapa literatur menyebut tahun pemerintahannya terjadi pada 775 – 782. Namun rentang waktu ini hanya bersifat dugaan yang kebenarannya masih perlu untuk dibuktikan.
Naskah Prasasti Ligor
suntingNama Wisnu terdapat dalam prasasti Ligor yang ditemukan di Semenanjung Malaya. Prasasti ini berupa sebongkah batu yang bertuliskan pada kedua sisinya. Sisi pertama disebut prasasti Ligor A, dikeluarkan oleh raja Kerajaan Sriwijaya yang dipuji bagaikan Indra. Raja tersebut meresmikan bangunan Trisamaya Caitya pada tahun 775. Dengan kata lain daerah Ligor pada saat itu merupakan jajahan Sriwijaya.
Sisi yang satu lagi disebut dengan istilah prasasti Ligor B, dikeluarkan oleh raja dari Wangsa Sailendra yang disebut Wisnu dan bergelar Sri Maharaja (terjemahan Dr. Chhabra). Sisi yang kedua ini berisi pujian terhadap raja tersebut sebagai Sarwwarimadawimathana, yang artinya “pembunuh musuh-musuh perwira”.
Teori Coedes
suntingSejarawan Prof. George Cœdès (1950) berbeda penafsiran dengan Dr. Chhabra. Ia berpendapat bahwa prasasti Ligor A dan B dikeluarkan oleh Wisnu pada saat yang bersamaan, yaitu pada tahun 775. Menurutnya pula, dalam prasasti Ligor B terdapat dua orang raja, yaitu Wisnu dan Sri Maharaja.
George Coedes berpendapat bahwa Wisnu adalah ayah dari Sri Maharaja yang tidak jelas namanya itu. Sri Maharaja sendiri dianggap identik dengan Dharanindra yang mengeluarkan prasasti Kelurak (782). Dengan kata lain, Maharaja Wisnu raja Sriwijaya adalah ayah dari Dharanindra raja Jawa. Beberapa sejarawan lainnya yang sependapat menganggap tokoh Dharanindra ini sebagai maharaja yang menaklukkan Rakai Panangkaran putra Sanjaya.
Teori Slamet Muljana
suntingSejarawan Slamet Muljana (1960) berpendapat bahwa, terjemahan Dr. Chhabra lebih benar, yaitu Wisnu dan Sri Maharaja bukan ayah dan anak, melainkan satu orang yang sama. Berdasarkan perbedaan tata bahasa, ia juga menolak anggapan kalau prasasti Ligor A dan B ditulis pada waktu yang bersamaan.
Menurutnya Slamet Muljana, hanya prasasti A saja yang ditulis pada tahun 775 oleh raja Sriwijaya yang dipuji bagaikan Indra. Sedangkan prasasti B dikeluarkan oleh Maharaja Wisnu setelah Kerajaan Sriwijaya berhasil dikuasai Wangsa Sailendra.
Wisnu dan Dharanindra masing-masing dijuluki sebagai Sarwwarimadawimathana (prasasti Ligor B) dan Wairiwarawiramardana (prasasti Kelurak) yang keduanya bermakna sama, yaitu "pembunuh musuh-musuh perwira". Selain itu, nama Wisnu dan Dharanindra juga memiliki makna yang sama, yaitu "pelindung dunia". Dengan kata lain, Slamet Muljana menganggap Maharaja Wisnu dan Dharanindra adalah orang yang sama.
Slamet Muljana juga membantah teori bahwa Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya yang dikalahkan Dharanindra. Dalam prasasti Kalasan (778) Rakai Panangkaran disebut sebagai "permata wangsa Sailendra", jadi tidak mungkin kalau ia adalah putra Sanjaya. Justru menurutnya, Rakai Panangkaran merupakan raja Sailendra pertama yang berhasil mengalahkan keluarga Sanjaya dan merebut takhta Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno).
Lebih lanjut Muljana berpendapat, Dharanindra adalah raja pengganti Rakai Panangkaran yang berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya dengan kekuatannya. Setelah peristiwa itu, Ligor yang merupakan jajahan Sriwijaya secara otomatis menjadi jajahan Wangsa Sailendra. Daerah itu pun dijadikannya sebagai pangkalan militer untuk menyerang Kamboja dan Campa. Sebagai tanda kekuasaan, Dharanindra menulisi bagian belakang prasasti Ligor A, sehingga lahir prasasti B yang isinya berupa puji-pujian untuk dirinya sebagai penjelmaan Wisnu.
Teori Slamet Muljana ini juga didasarkan pada data sejarah Kamboja, bahwa Campa pernah diserang Jawa tahun 787. Kemudian pada tahun 802 Raja Jayawarman berhasil memerdekakan Kamboja dari penjajahan Jawa.
Apabila teori ini benar, maka penulisan prasasti B merupakan tanda berkuasanya Wangsa Sailendra atas daerah Ligor yang terjadi antara tahun 778 dan 787. Muljana menyimpulkan, setelah berhasil menaklukkan Jawa, keluarga Sailendra pun menaklukkan Sriwijaya dan menjadikan Ligor sebagai batu loncatan untuk menyerang Kamboja.
Tahun Pemerintahan Wisnu
suntingApabila teori Slamet Muljana benar, maka tahun pemerintahan Maharaja Wisnu yang berlangsung dari 775 – 782 sebagaimana banyak ditemukan dalam beberapa literatur perlu untuk ditinjau ulang.
Alasan pertama ialah, tahun 775 merupakan tahun penulisan prasasti Ligor A oleh raja Kerajaan Sriwijaya sebelum berkuasanya Wangsa Sailendra. Muljana menganggap hanya prasasti B yang dikeluarkan oleh Wisnu dan itu pun ditulis sesudah tahun 775.
Alasan kedua ialah, andaikata prasasti A benar-benar dikeluarkan oleh Maharaja Wisnu tahun 775, tetap saja tidak ada bukti kuat kalau prasasti ini adalah prasasti pertamanya. Dengan kata lain, Wisnu belum tentu naik takhta tepat tahun 775.
Alasan ketiga ialah, tahun 782 merupakan tahun dikeluarkannya prasasti Kelurak oleh Dharanindra. Apabila teori Coedes benar bahwa Dharanindra adalah putra Wisnu, tetap saja tidak ada bukti kuat kalau prasasti Kelurak merupakan prasasti pertamanya. Dengan kata lain, Dharanindra mungkin saja naik takhta menggantikan Wisnu sebelum tahun 782.
Dengan demikian, masa pemerintahan Maharaja Wisnu tidak dapat dipastikan benar-benar terjadi pada tahun 775 – 782.
Kepustakaan
sunting- Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
Didahului oleh: Bhanu |
Raja Mataram (Wangsa Syailendra) 775—782? |
Diteruskan oleh: Indra |