Warak ngendhog (bahasa Indonesia: badak bertelur) (Jawa: ꦮꦫꦏ꧀​ꦔꦼꦤ꧀ꦝꦺꦴꦒ꧀, translit. Warak ngendhog) adalah mainan yang selalu dikaitkan dengan perayaan Dugderan, suatu festival rakyat di Kota Semarang, Jawa Tengah yang diadakan di awal bulan Ramadan untuk menyambut, memeriahkan, sekaligus sebagai upaya dakwah.

Filosofi sunting

Kata "warak" sendiri berasal dari bahasa Jawa yang bermakna 'badak'. Namun demikian, pendapat lain mengatakan "warak" berasal dari bahasa Arab yang bermakna 'suci'. Dan ngendhog (bertelur) disimbolkan sebagai hasil pahala yang didapat seseorang setelah sebelumnya menjalani proses suci. Secara harfiah, warak ngendhog dapat diartikan: siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadan, kelak di akhir bulan akan menerima pahala pada hari lebaran.

Asal Usul sunting

Warak ngendhog aslinya memang hanya berupa mainan anak-anak dengan wujud hewan. Jika dibandingkan dengan bentuk warak ngendhog yang ada sekarang ini, warak ngendhog yang asli terbuat dari gabus tanaman mangrove, dan bentuk sudutnya lurus.

Budaya sunting

Mainan ini berwujud makhluk rekaan yang merupakan akulturasi/ persatuan dari berbagai golongan etnis di Semarang yaitu etnis Cina, etnis Arab dan etnis Jawa. ialah:

  • Kepalanya menyerupai kepala naga khas kebudayaan dari etnis Cina
  • Tubuhnya berbentuk layaknya unta khas kebudayaan dari etnis Arab
  • Keempat kakinya menyerupai kaki kambing khas kebudayaan dari etnis jawa

Ciri sunting

Konon ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendhog ini mengandung arti filosofis mendalam. Dipercayai bentuk lurus itu menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka lurus dan berbicara apa adanya. Tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan. Selain itu Warak Ngendhog juga mewakili akulturasi budaya dari keragaman etnis yang ada di Kota Semarang. Warak ngendok berwujud makhluk berkaki empat, menyerupai macan/singa tetapi langsing. Tubuhnya diberi kertas berwarna-warni dan pada kakinya diberi roda supaya dapat ditarik.

Referensi sunting