Tetrasiklin

senyawa kimia
(Dialihkan dari Tetrasiklina)

Tetrasiklin (INN) adalah antibiotik poliketida spektrum luas yang diproduksi dari genus Streptomyces dari Actinobacteria. Tetrasiklin umumnya digunakan untuk mengobati jerawat (acne vulgaris), kolera, brucellosis, pes atau sampar, malaria, dan sifilis.[1]

Tetrasiklin
Nama sistematis (IUPAC)
2-(amino-hidroksi-metilidena)-4-dimetilamino-
6,10,11,12a-tetrahidroksi-6-metil-4,4a,5,
5a-tetrahidrotetrasena-1,3,12-trion
OR
4-(dimetilamino)-1,4,4a,5,5a,6,11,12a-oktahidro-
3,6,10,12,12a-pentahidroksi-
1,11diokso-naftasena-2karboksamida
Data klinis
Kat. kehamilan D(AU) D(US)
Status hukum Preskripsi saja
Rute oral, topikal (kulit dan mata), Intramuskular, Intravena
Data farmakokinetik
Bioavailabilitas 60-80% Oral, while fasting
<40% Intramuscular
Metabolisme tidak dicerna
Waktu paruh 6-11 jam
Ekskresi Tinja dan Air seni
Pengenal
Nomor CAS 60-54-8
Kode ATC A01AB13 D06AA04 J01AA07 S01AA09 S02AA08 S03AA02
PubChem CID 643969
DrugBank APRD00572
ChemSpider 10257122
Data kimia
Rumus C22H24N2O8 
Massa mol. 444,435 g/mol

Tetrasiklin dijual dengan beberapa nama dagang seperti Sumycin, Terramycin, Tetracyn, Panmycin, dan lain-lain. Actisite adalah jenis tetrasiklin periodontal yang berbentuk seperti benang serat digunakan dalam aplikasi kedokteran gigi.[2]

Tetrasiklin juga digunakan untuk menghasilkan beberapa senyawa turunan semi-sintetik yang dikenal sebagai antibiotik tetrasiklin. Tetrasiklin umumnya diproduksi oleh beberapa anggota dari genus Streptomyces dan merupakan antibiotik yang umum digunakan untuk pengobatan manusia.[3] Namun, tetrasiklin juga sering digunakan untuk pengobatan hewan contohnya unggas.[3] Tetrasiklin termasuk antibiotik dengan spektrum luas karena menghambat pertumbuhan hampir semua bakteri Gram-negatif maupun Gram-positif.[3]

Mekanisme kerja sunting

Tetrasiklin saat ini tidak termasuk ke dalam golongan antibiotik aminoglikosida dan digolongkan tersendiri sebagai golongan Tertrasiklin, dimana didalamnnya terdapat Oxytetrasiklin, Doksisiklin, dan Tetrasiklin itu sendiri.[3] Cara kerjanya adalah menghambat atau menginhibisi sintesis protein pada bakteri dengan cara mengganggu fungsi subunit 30S ribosom.[3]

Perhatian sunting

Penyebab gigi berwarna pada anak-anak sunting

Tetrasiklin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1948, dan perhatian adanya perubahan warna gigi pada anak-anak dilaporkan pada tahun 1956.[4] Kejadian tidak diinginkan ini kemungkinan besar terjadi selama proses kalsifikasi gigi, yang selesai pada usia 8 tahun.[5]

Penggunaan tetrasiklin secara rutin pada anak-anak berusia di bawah 8 tahun tidak dianjurkan karena adanya hubungan kuat antara obat ini dengan perubahan warna gigi permanen. Mekanisme yang diajukan: Tetrasiklin terikat pada kation, yang dapat menyebabkan pembentukan kompleks tetrasiklin-kalsium yang secara ireversibel (tidak terbalikkan) tersimpan dalam pengembangan tulang dan gigi.[6]

Setelah kalsifikasi selesai, tidak terjadi pertukaran kalsium lebih lanjut, yang membatasi kemampuan tetrasiklin untuk tersimpan ke gigi.[5] Tingkat paparan tetrasiklin, jumlah pemberian, dosis total, dan waktu perkembangan gigi yang tepat dapat memengaruhi risiko terjadinya kejadian ini.[5][6][7]

Pewarnaan dapat bervariasi menurut jenis obat, doksisiklin (anggota lain dari kelas tetrasiklin) berpotensi memiliki kejadian paling rendah karena afinitasnya menurun dalam mengikat kalsium dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya.[6][8] Volovitz dan rekannya melaporkan tidak ada kasus perubahan warna gigi pada penelitian terhadap 31 anak (rata-rata usia 4 tahun) yang diobati dengan doksisiklin untuk pneumonia atipikal.[9]

Pada beberapa infeksi yang sulit diobati dengan terapi alternatif terbatas, tetrasiklin dapat berkhasiat dan relatif aman pada anak-anak berusia kurang dari 8 tahun. Tetrasiklin berguna untuk pengobatan demam berdarah Rocky Mountain (Rocky Mountain spotted fever, RMSF) dan ehrlichiosis, penyakit rickettsial terpisah yang dapat meniru RMSF dan harus diobati secara empiris bilamana diduga RMSF.[10]

Selain itu, penelitian retrospektif menunjukkan bahwa kloramfenikol, satu-satunya antibiotik lainnya dengan aktivitas melawan RMSF, mungkin kurang efektif daripada doksisiklin, dengan tingkat kematian 8,9% berbanding 1,6% pada kelompok doksisiklin. Mengingat efek buruk kloramfenikol, termasuk neuropati perifer dan anemia aplastik, tetrasiklin dapat dianggap sebagai pilihan yang lebih bagus untuk RMSF bahkan pada anak berusia di bawah 8 tahun.[11]

Sejarah sunting

Struktur tetrasiklin terdiri atas empat cincin yang bergabung dengan dua ikatan terkonjugasi. Substitusi pada cincin memungkinkan perbaikan sifat farmakokinetik dan perbedaan spektrum aktivitasnya terhadap bakteri. Tetrasiklin awalnya digunakan untuk mengobati infeksi bakteri Gram positif dan Gram negatif, serta beberapa protozoa.[12]

Pada 1948, senyawa tetrasilin semula diperolah dari Streptomyces aureofaciens (klortetrasiklin) dan Streptomyces rimosus (oksitetrasiklin). Setelah 1960, zat induk tetrasiklin mulai dibuat seluruhnya secara sintetik, yang kemudian disusul oleh derivat oksi- dan -klor serta senyawa beraksi panjang doksisiklin dan minosiklin.[13]

Klortetrasiklin (aureomisin) adalah anggota pertama dari golongan tetrasiklin yang pertama kali ditemukan oleh Benjamin Minge Duggar. Anggota kedua yaitu oksitetrasiklin (terramisin) ditemukan oleh Finlay dan sejawat diisolasi dari Streptomyces rimosus. Struktur senyawa berhasil dielusidasi pada tahun 1950 oleh Robert Woodward (dari Universitas Harvard). Dua tahun setelahnya, dia bekerjasama dengan Lloyd Conover (dari Pfizer) untuk memproduksi tetrasiklin secara sintesis dan dipatenkan tahun 1955.[12]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ "Tetracycline". The American Society of Health-System Pharmacists. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 December 2016. Diakses tanggal 8 December 2016. 
  2. ^ "Actisite (Tetracycline Periodontal): Side Effects, Interactions, Warning, Dosage & Uses". RxList (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-02-13. 
  3. ^ a b c d e Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganism: Eleventh Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
  4. ^ Sánchez, Andrés R.; Rogers, Roy S.; Sheridan, Phillip J. (2004-10). "Tetracycline and other tetracycline-derivative staining of the teeth and oral cavity". International Journal of Dermatology. 43 (10): 709–715. doi:10.1111/j.1365-4632.2004.02108.x. ISSN 0011-9059. PMID 15485524. 
  5. ^ a b c Conchie, J. M.; Munroe, J. D.; Anderson, D. O. (1970-08-15). "The incidence of staining of permanent teeth by the tetracyclines". Canadian Medical Association Journal. 103 (4): 351–356. ISSN 0008-4409. PMC 1930427 . PMID 5447715. 
  6. ^ a b c Tan, Kathrine R.; Magill, Alan J.; Parise, Monica E.; Arguin, Paul M.; Centers for Disease Control and Prevention (2011-4). "Doxycycline for malaria chemoprophylaxis and treatment: report from the CDC expert meeting on malaria chemoprophylaxis". The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 84 (4): 517–531. doi:10.4269/ajtmh.2011.10-0285. ISSN 1476-1645. PMC 3062442 . PMID 21460003. 
  7. ^ Grossman, E. R.; Walchek, A.; Freedman, H. (1971-3). "Tetracyclines and permanent teeth: the relation between dose and tooth color". Pediatrics. 47 (3): 567–570. ISSN 0031-4005. PMID 4993997. 
  8. ^ Forti, Gioacchino; Benincori, Claudio (1969-4). "DOXYCYCLINE AND THE TEETH". The Lancet (dalam bahasa Inggris). 293 (7598): 782. doi:10.1016/S0140-6736(69)91787-5. 
  9. ^ Volovitz, Benjamin; Shkap, Ronit; Amir, Jacob; Calderon, Shlomo; Varsano, Izhak; Nussinovitch, Moshe (2007-3). "Absence of Tooth Staining With Doxycycline Treatment in Young Children". Clinical Pediatrics (dalam bahasa Inggris). 46 (2): 121–126. doi:10.1177/0009922806290026. ISSN 0009-9228. 
  10. ^ Rocky Mountain spotted fever. In: Pickering LK, Baker CJ, Kimberlin DW, Long SS, eds. Red Book: 2009 Report of the Committee on Infectious Diseases. 28th ed. Elk Grove Village, IL: American Academy of Pediatrics; 2009:573-575.
  11. ^ Kline JM, Wietholter JP, Klin VT, Confer J, 2012, Pediatric Antibiotic Use: A Focused Review of Fluoroquinolones and Tetracyclines, U.S. Pharmacist, 37(8):56-59.
  12. ^ a b Radji MR, 2014, Mekanisme aksi molekuler dan kemoterapi, EGC penerbit buku kedokteran, Jakarta.
  13. ^ Tjay,, Tan, Hoan. Obat-obat penting : khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya (edisi ke-Edisi ketujuh, cetakan pertama). Jakarta. ISBN 9786020264806. OCLC 921141574. hal 85