Takipnea adalah kondisi saat seseorang bernapas dengan cepat melebihi frekuensi napas normal. Kriteria takipnea berbeda-beda berdasarkan usia. Orang dewasa di atas 18 tahun mengalami takipnea jika frekuensi napasnya di atas 20 kali per menit, usia 5-18 tahun jika frekuensinya di atas 30 kali per menit, usia 1-5 tahun jika frekuensinya di atas 40 kali per menit, usia 2-12 bulan jika frekuensinya di atas 50 kali per menit, dan untuk usia kurang dari 2 bulan jika frekuensinya di atas 60 kali per menit.

Takipnea
Informasi umum
Pelafalan
SpesialisasiRespirologi

Gejala takipnea adalah perasaan tidak mendapatkan oksigen yang cukup, prasinkop, sianosis, dan ikut bekerjanya otot pernapasan tambahan. Gejala takipnea pada bayi adalah cuping hidung kembang kempis, kepala naik turun, retraksi dada saat bernapas, daerah di sekitar mulut berwarna biru, dan kesulitan bernapas.

Tidak semua penyebab takipnea adalah kondisi patologis. Setelah melakukan olahraga, orang dengan obesitas, dan wanita hamil juga akan mengalami takipnea. Penyebab takipnea dapat timbul karena masalah jantung, paru-paru, gangguan metabolik, sistem saraf pusat, dan penggunaan zat atau obat tertentu.

Takipnea terjadi karena peningkatan kadar karbon dioksida atau penurunan kadar oksigen di dalam darah.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk penderita takipnea adalah pemeriksaan kadar saturasi oksigen dalam darah dengan menggunakan oksimetri nadi, analisis gas darah, radiograf dada, tomografi terkomputasi dada, tes fungsi paru, pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah, pemeriksaan hematologi rutin untuk melihat kadar hemoglobin dan kemungkinan adanya infeksi, elektrokardiogram, pencitraan resonansi magnetik kepala, dan atau pemeriksaan toksikologi.

Penanganan takipneu tergantung pada penyebab kondisi ini. Namun, penanganan umumnya adalah terapi oksigen.

Definisi sunting

Takipnea adalah kondisi saat seseorang bernapas dengan cepat melebihi frekuensi napas normal.[1][2] Orang dewasa bernapas 12-20 kali per menit dan dianggap takipnea jika frekuensinya di atas 20 kali per menit.[3]

Kriteria sunting

Kriteria takipnea WHO[4][5]
Usia Frekuensi napas normal (per menit) Batas takipnea (per menit)
< 2 bulan 34-50 60
2-12 bulan 25-40 50
1-5 tahun 20-30 40
5-18 tahun 15-25 30
Dewasa (> 18 tahun) 12-20 20

Gejala sunting

Gejala takipnea adalah sensasi seperti akan pingsan atau prasinkop,[6] merasa tidak mendapatkan cukup udara saat menarik napas,[7] jari atau bibir berwarna biru (sianosis),[6] dan otot bantu pernapasan tambahan ikut bekerja (otot di antara tulang iga).[3]

Gejala takipnea pada bayi adalah membirunya daerah di sekitar mulut, tampak sulit bernapas, retraksi dada saat bernapas, kepala bayi yang naik turun, dan cuping hidungnya yang kembang kempis sebagai upaya untuk mengambil oksigen lebih banyak.[8][9]

Penyebab sunting

Penyebab takipnea tidak selalu berarti penyakit. Setelah melakukan olahraga berat, individu dengan obesitas, dan wanita yang sedang hamil, frekuensi napasnya akan lebih cepat dibanding biasanya.[5][6] Beberapa kondisi patologis yang dapat menyebabkan takipnea adalah:[1][10]

Patofisiologi sunting

Takipnea terjadi karena penumpukan karbon dioksida di dalam darah sehingga pH darah menjadi asam. Kondisi ini akan mengirimkan sinyal ke otak yang ditanggapi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan yang diharapkan akan mengembalikan keseimbangan asam-basa dalam darah.[1]

Takipnea juga terjadi jika kadar oksigen dalam darah terlalu rendah.[3]

Diagnosis sunting

Pada pemeriksaan fisik, akan terlihat mekanisme untuk mengambil oksigen dalam jumlah yang banyak yaitu bekerjanya otot-otot pernapasan tambahan, retraksi otot dada, dan hidung yang kembang kempis. Gambaran lainnya adalah jari tangan dan bibir yang membiru.[1]

Pemeriksaan pertama yang dapat dilakukan adalah memeriksa kadar saturasi oksigen dalam darah dengan menggunakan oksimetri nadi. Selanjutnya dilakukan analisis gas darah, radiograf dada, tomografi terkomputasi dada, tes fungsi paru, pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah, pemeriksaan hematologi rutin untuk melihat kadar hemoglobin dan kemungkinan adanya infeksi, elektrokardiogram, pencitraan resonansi magnetik kepala, dan atau pemeriksaan toksikologi.[1][3]

Pemeriksaan analisa gas darah akan membantu memperkirakan kadar oksigen dan karbon dioksida sehingga dapat diketahui kelainan metabolik atau gangguan pH darah. Peningkatan keasaman darah dapat menjadi petunjuk kemungkinan adanya asidosis diabetik, asidosis laktat, atau ensefalopati hepatik.[1][12]

Dari pemeriksaan radiografi dada dapat diketahui kelainan atau penyakit pada paru-paru. Pemeriksaan CT scan dada akan memberikan gambaran paru-paru yang lebih detail serta melihat kemungkinan adanya keganasan pada paru-paru.[1][3]

Tes fungsi paru digunakan untuk melihat penyakit paru obstruktif kronis dan asma. Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencari kemungkinan masalah di jantung yang menyebabkan takipnea. Dari EKG dapat diketahui adanya serangan jantung atau kelainan irama jantung.[1][3]

Penatalaksanaan sunting

Penanganan takipnea tergantung kepada penyakit yang menyebabkan kondisi tersebut.[10] Secara umum penanganannya adalah:

  • Terapi oksigen[1][6]
  • Penggunaan antibiotik jika takipnea disebabkan oleh infeksi[1][6]
  • Obat-obatan untuk melebarkan saluran napas jika takipnea disebabkan karena penyakit paru obstruktif atau asma[1][6]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Park, Sharon B.; Khattar, Divya (2022). Tachypnea. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 31082106. 
  2. ^ a b c Inukirana, Scientia (10 April 2019). "Napas Cepat Dan Dangkal Adalah? - Tanda, Penyebab, Gejala, Cara Mengobati". HonestDocs. Diakses tanggal 27 April 2022. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Berry, Jennifer; Fletcher, Jenna (15 Februari 2022). Stephens, Carissa, ed. "Tachypnea: Causes, symptoms, and treatment". www.medicalnewstoday.com. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  4. ^ Saux, Nicole; Robinson, Joan (1 Agustus 2011). "Pneumonia in healthy Canadian children and youth: Practice points for management". Paediatrics & child health. 16: 417–24. 
  5. ^ a b c "Tachypnea". fpnotebook.com. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  6. ^ a b c d e f g h Radhakrishnan, Rohini (1 April 2021). Uttekar, Pallavi Suyog, ed. "What Does Tachypnea Cause?". www.medicinenet.com. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  7. ^ a b c d e f g Elridge, Lynne (1 Februari 2022). More, Daniel, ed. "What Causes Tachypnea With Lung Cancer?". Verywell Health. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  8. ^ Park, Sharon; Khattar, Divya (17 Februari 2022). "Tachypnea". StatPearls. 
  9. ^ Heinonen, Santtu; Süvari, Liina; Gissler, Mika; Pitkänen, Olli; Andersson, Sture; Helve, Otto (April 2019). "Transient Tachypnea of the Newborn Is Associated With an Increased Risk of Hospitalization Due to Respiratory Syncytial Virus Bronchiolitis" (PDF). The Pediatric Infectious Disease Journal. 38 (4): 419–421. doi:10.1097/INF.0000000000002057. ISSN 1532-0987. PMID 30882737. 
  10. ^ a b Kahn, April (10 Desember 2021). Dasgupta, Raj, ed. "What Causes Rapid, Shallow Breathing?". Healthline. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  11. ^ a b c d Tanuwijaya, Erlita. "Takipnea : Penyebab – Gejala dan Pengobatan - IDN Medis". idnmedis.com. Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  12. ^ "Rapid shallow breathing: MedlinePlus Medical Encyclopedia". medlineplus.gov. 30 Mei 2021. Diakses tanggal 27 Februari 2022.