Transient tachypnea of the newborn

Transient tachypnea of the newborn (TTN atau TTNB) adalah gangguan respirasi yang muncul pada neonatus sesaat setelah lahir. TTN merupakan kondisi yang dapat sembuh sendiri yang ditandai dengan laju pernapasan meningkat (takipneu), tarikan dinding dada (retraksi) ringan, hipoksia, dan merintih. Biasanya tanpa adanya tanda distres respiratori berat.[1] Hal ini disebabkan oleh retensi cairan pada paru neonatus akibat mekanisme pembersihan cairan yang terganggu.[2] TTN merupakan penyebab umum terjadinya distres respirasi pada masa neonatus. Kondisi ini dapat sembuh sendiri dalam 24-72 jam.[3]

Epidemiologi dan faktor risiko

sunting

TTN terjadi pada kira-kira 1 dari 100 bayi prematur dan 5 – 6 per 1000 kelahiran.[2] Hal ini umum terjadi pada persalinan sesar tanpa percobaan persalinan setelah usia gestasi 35 minggu. Faktor risiko lainnya yaitu ibu dengan penggunaan antinyeri atau anestesia pada persalinan, asma, dan diabetes.[3]

Patofisiologi

sunting

TTN disebabkan oleh terlambatnya reabsorpsi dan pembersihan cairan paru.[1] Peningkatan cairan pada paru menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas dan mengurangi kemampuan paru untuk mengembang.[2]

Pada persalinan dengan operasi sesar sering terjadi TTN. Pelepasan prostaglandin pasca persalinan akan menyebabkan pembuluh limfatik melebar, yang mengangkut cairan paru ketika sirkulasi pulmonal meningkat saat neonatus bernapas pertama kali. Pada persalinan sesar, proses ini tidak dilalui. Immaturitas paru juga telah dianggap sebagai faktor penyebab.[2] Defisiensi surfaktan ringan juga telah dianggap sebagai faktor kausatif.[3]

Manifestasi klinis dan diagnosis

sunting

TTN memiliki gejala dan tanda yang lebih ringan daripada kondisi Respiratory Distress Syndrome (RDS) yang lebih berat. Gejala yang muncul dapat berupa takipneu retraksi ringan, hipoksia, dan merintih, biasanya tanpa adanya tanda distres respiratori berat.[1]

Pada pemeriksaan fisik didapatkan laju penapasan meningkat (takipneu) yang dapat bertahan selama 2 jam hingga 72 jam. Semakin tinggi laju pernapasan, akan semakin lama TTN bertahan. Pada pemeriksaan gas darah sering menunjukkan hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis respiratorik.[3]

Pemeriksaan rontgen dada dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis.[1] Pada foto rontgen toraks didapatkan gambaran ‘streaky’ berupa gambaran garis-garis radioopak, cairan pada fisura paru, hiperinflasi atau hiperekspansi, dan terkadang ada efusi pleura.[2] Air bronchogram dan reticunogranular pattern tidak terlihat, jika terlihat maka menunjukkan kelainan respirasi lain seperti RDS atau pneumonia.[1]

Tatalaksana

sunting

Penanganan suportif merupakan pilihan tatalaksana pada TTN karena dapat sembuh sendiri.[1] Tindakan yang dapat dilakukan yaitu menghentikan pemberian makan lewat oral pada periode takipneu berat (lebih dari 60 kali napas per menit) untuk mencegah terjadinya aspirasi, pemberian oksigen tambahan, dan CPAP. CPAP dibutuhkan untuk memperbaiki integritas alveolus dan mendorong cairan ke dalam sirkulasi.[3]

Pencegahan TTN dapat dilakukan pada persalinan sesar. Pemberian kortikosteroid antenatal pada 48 jam sebelum persalinan sesar dapat mengurangi insiden TTN.[2]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b c d e f Marcdante, Karen J.; Kliegman, Robert M.; Jenson, Hal B.; Behrman, Richard E. (2011). Nelson Essentials of Pediatrics. Elsevier. hlm. xi. ISBN 9781437706437. 
  2. ^ a b c d e f Reuter S, Moser C, Baack M (October 2014). "Respiratory distress in the newborn". Pediatrics in Review. 35 (10): 417–28; quiz 429. doi:10.1542/pir.35-10-417. PMC 4533247 . PMID 25274969. 
  3. ^ a b c d e Reuter, S.; Moser, C.; Baack, M. (2014-10-01). "Respiratory Distress in the Newborn". Pediatrics in Review. 35 (10): 417–429. doi:10.1542/pir.35-10-417. ISSN 0191-9601.