Syekh Hasan Genggong

Ulama

Syekh Hasan Genggong atau lebih dikenal Kiai Hasan Genggong selengkapnya al-Arifbillah al-Quthbul Rabbani al-Ghaust asy-Syaikh Haji al-Syarif Muhammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoyiduddin Al Qodiri Al Hasani (nama lain: Kyai Hasan Sepuh, lahir di Sentong, Krejengan, Probolinggo, 27 Rajab 1259 Hijriyah / 23 Agustus 1843 Masehi - meninggal di Genggong, 11 Syawal 1374 hijriyah / 1 juni 1955 masehi) adalah seorang guru sufi yang terkenal sebagai salah satu Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah. Beliau salah satu Mursyid dari tatanan Naqsyabandi dan pendiri Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah adalah cabang dari tarekat Naqsyabandiyah yaitu perpaduan dari dua buah tharekat besar, penyatuan dua sanad tarekat, yaitu Thariqah Naqsyabandiyah dan Thariqah Ali Ba 'Alawiyah, Beliau juga terkenal sebagai salah satu Wali Qutb di Indonesia. Beliau merupakan seorang Ulama dari para Wali dan seorang Wali dari para Ulama. Beliau Pemilik Pengetahuan Yang Sempurna ('Arif kamil) dalam sufisme dan marifat. Ia dianggap sebagai Sumber Mata Air Kemursyidan, Berkahnya menembus seluruh ummat di masanya.[1] Ia adalah Spiritualis Berdirinya Nahdlatul Ulama.

Muhammad Hasan
KH. HASAN BIN SYAMSYUDDIN BIN QOYIDUDDIN
Potret al-Arifbillah al-Quthbul Rabbani al-Ghaust asy-Syaikh Haji al-Syarif Muhammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoyiduddin Al Qodiri Al Hasani pada versi Retouching foto 2024.
NamaMuhammad Hasan
Nisbahal-Jawi asy-Syafi'i Al Qodiri Al Hasani
KebangsaanIndonesia
Zaman13 Hijriyah
Minat utamaTauhid, Fiqih, Tasawuf, Tafsir, Hadits
KeturunanKyai Saifourridzal

Dari keinginan belajarnya yang tinggi, beliau menyebabkan ilmu-ilmu ghaib dan rahasia menjadi tampak. Beliau adalah puncaknya Matahari Pengetahuan Eksternal dan Internal di zamannya. Ia bergelar Al-Arifbillah dengan Salah satu tanda keajaibannya adalah karomah yang mahsyur, yang merupakan hatinya ke maqam ulama dari para ulama. Bagaikan Mawar dalam hal Karakter dan Atribut Rasulullah, mencapai maqam yang tertinggi dari Pohon Lote terjauh atau Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan", penunjuk jalan menuju Singgasana Utama, pemilik rahmat, guru yang memiliki rahasia nafas suci Tuhan. Dia adalah guru besar dalam thariqat, pendiri haqiqat (Realitas), and pembimbing bagi khaliqa (Ciptaan). Beliau diakui sebagai guru besar para wali di zamannya, yang menyandangkan ucapan, “Wali dari Guru besar adalah Guru Besar bagi para Wali” terhadap beliau. Para ulama yang menguasai hikmah spiritual banyak yang menggali dari ladang ilmunya, adalah seorang ulama Indonesia yang terkenal.

Beliau adalah Kholifah kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong dan intelektual yang produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadits. Salah satu karyanya adalah kitab Nadham Safinatun Najah dan yang paling monumental adalah Aqidatut Tauhid. Dia berasal dari keluarga Wali Songo dari marga Al Qodiri Al Hasani yang merupakan keturunan dari Sultanul Awliya al-Quthub al-Kabir Syekh Abi Muhammad Muhyidin Abdul Qadir al-Jailani, keturunan Hasan bin Ali, dia menerima sebagian besar pendidikan sufi awal dari gurunya, Syekh Jazuli. Dia dilatih dalam semua perintah tasawuf dan diberi izin untuk memulai dan melatih pengikut dalam Tarekat Naqshbandi.

Biografi

sunting

Sebelum Kelahiran

sunting

Keistimewaan Kiai Hasan Genggong sudah tampak sejak ia masih di dalam kandungan sang ibu. Ketika hamil sang ibu bermimpi menelan bulan, mimpi itu diartikan jika kelak anak dalam kandungannya akan menjadi orang yang mulia.

Sementara itu, Kiai Syamsuddin ayahnya juga mengalami hal unik serupa sang istri. Suatu ketika, Kiai Syamsuddin mengisi ceramah di desa lain dan pulang larut malam.

Di jalan mendaki, Kiai Syamsuddin melihat cahaya dari kejauhan memancar dari arah timur. Rupanya, sinar itu berasal dari rumahnya. Saat sang ayah sampai rumah, Kiai Hasan Genggong rupanya sudah lahir.

Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba'alawiyah

sunting

Thariqah Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah atau Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawi[2] adalah cabang dari tarekat Naqsyabandiyah yaitu perpaduan dari dua buah tharekat besar, penyatuan dua sanad tarekat, yaitu Thariqah Naqsyabandiyah dan Thariqah Ali Ba 'Alawiyah yang didirikan oleh Syekh Hasan Genggong di Genggong (kompleks). Keberadaan tarekat ini berpusat di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Indonesia Dan termasuk tarekat yang mu'tabarah (diakui keabsahannya).[3]

Syekh Hasan Genggong q.s merupakan penerus Syekh Jazuli q.s ini mungkin bisa dianggap sebagai penanda pengikutnya kelak disebut pejalan thoriqoh Naqsyabandiyah Ali Ba'alawiyah, yang ajarannya didapat dari Syeikh Muhammad Mudzhar Al-Ahmadi Qs., yang ujungnya berasal dari Khalifah Abu Bakar diperoleh dari Nabi Muhammad. Sedangkan Tarekat Ali Ba'Alawiyah atau Tarekat Bani Alawi adalah sebuah metode, sistem atau cara tertentu yang digunakan oleh Bani Alawi dalam perjalanannya menuju Allah SWT. Dan Tarekat Alawi ini mereka warisi dari leluhurnya yang tiada lain adalah anak cucu Nabi Muhammad SAW.

Kholifah Kemursyidan setelahnya

sunting

Dalam mengembangkan ajaran Tarekat Kiai Hasan Genggong memiliki banyak penerus khalifah Mursyid yang dilatih dalam semua perintah tasawuf dan diberi izin untuk memulai dan melatih pengikut dalam Tarekat Naqshbandi, Ada 4 yang diketahui antara lain:

  • Syekh Tuqi al-Bujuri
  • Syekh Chozinudin Aẓamāt Khān al-Kraksani
  • KH. Salman al-Farisi Betohgeje
  • KH. Asmuni Karang Duwek

Spiritualis Berdirinya Nahdlatul Ulama

sunting

Di kalangan ulama sepuh NU, Syekh Hasan Genggong senantiasa dijadikan sebagai sosok yang selalu diminta nasihat dan pertimbangan persoalan jam’iyah dan umat. NU didirikan melalui tahapan proses musyawarah alim ulama, istikharah para ulama dan stempel pada ahli mukasyafah seperti Mbah Kholil Bangkalan, Syekh Hasan Genggong dan ulama kekasih Allah yang lain. Prosesnya memakan waktu berbulan-bulan, sampai benar-benar siap lahir batin.

Saat proses awal pendirian NU, Syekh Hasan Genggong juga diminta pendapat dan nasihat oleh almarhum Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah, KH As’ad Syamsul Arifn dan para pendiri NU lain atas rekomendasi dari syaikhona Kholil Bangkalan dan hadratus syeikh KH. Hasyim Asy’ari. Kiai yang dikenal juga dengan sebutan Kiai Hasan Sepuh ini dikenal sebagai sosok ulama zuhud, sehingga tidak heran bila selalu menjadi tempat rujukan ketika ulama pendiri NU akan mengambil keputusan.

Ketika NU lahir tahun 1926 pada saat bumi Nusantara masih dicengkeram penjajah Belanda, Syekh Hasan Genggong menjadikan pesantrennya sebagai basis perjuangan kemerdekaan. Sosoknya memang bermental baja, percaya diri, ditakuti oleh penjajah dan dikenal apa adanya. Segala bujuk rayu dan siasat Belanda tak mampu menembus hatinya.

Suatu ketika, ada seorang ulama yang sowan,berniat tabayun mengenai hukum melawan penjajah. Belum sempat pertanyaan diajukan, Syekh Hasan Genggong menggunakan peci hitam dan membawa keris (hal yang sangat jarang dilakukan), dan si tamu tersebut dengan bangga merasa sudah menemukan jawaban tanpa harus mengajukan pertanyaan.

Syekh Hasan Genggong pernah menyatakan bahwa berjuang ikhlas di NU akan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Insyaallah “من اعان نهضةالعلماء، فقد سعد فى الدنيا والأخرة” “Barangsiapa yang menolong (berjuang ikhlas) NU, maka hidup beruntung di dunia dan di akhirat.”

Riwayat Spiritual mengenai Syekh Hasan Genggong

sunting

Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani atau dikenal luas Guru Skumpul adalah salah seorang ulama yang sangat kharismatik dan berpengaruh dari Kalimantan Selatan. menceritakan sisi spiritulitas Syekh Hasan Genggong diriwayatkan dari al-'Alim al-Fadhil Syekh Muhammad Syarwani bin 'Abdan. Dikatakan bahwa Syekh Mohammad Hasan Genggong dan muridnya adalah tiang langit di Indonesia. Pasalnya, setiap lulus mengaji, para murid dilarang balik ke kampung.

Hampir semuanya disuruh uzlah ke hutan. Mereka makan tunas dan daun muda sebagai lalapan.

Minumnya dari air hujan, air telaga, atau sungai. Dan ibadahnya nonstop.

Sehingga banyak diantara mereka yang meninggal tidak diurus manusia.

Kuasa Allah yang mengurus jenazahnya sehingga kuburan mereka tidak ditemukan.

Hampir semua murid KH Hasan Genggong adalah wali mastur atau tersembunyi.

Haul Syekh Hasan Genggong

sunting

Setiap tahun, Selain diadakan di Pesantren Zainul Hasan Genggong masyarakat luas mengadakan haul beliau di daerah masing masing penjuru utamanya di jawa timur secara bergilir, mendoakan, dan mengenang jasa-jasa besarnya menyebarkan pengetahuan keislaman ke seluruh masyarakat, khususnya di Pulau Jawa.

Catatan akhir

sunting

Daftar Pustaka

sunting
  • Umar, Arief. dkk. (1989). Pesantren Zainul Hasan Genggong; 150 tahun menebar ilmu di jalan Allah, Yayasan Pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong. Probolinggo
  • Yaqin, Ainul. dkk. (2005). Kiai Hasan Saifourridzall, Probolinggo: Genggong press

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting
Gelar kebangsawanan PZH Genggong
Didahului oleh:
Syekh Zainul Abidin al-Magribi
Pimpinan Pesantren Zainul Hasan Genggong Diteruskan oleh:
K. H. Hasan Saifourridzal