Ibrahim Musa
Syekh Ibrahim Musa bergelar Inyiak Parabek[1] (4 Agustus 1884 – 25 Juli 1963)[1][2][3] adalah ulama, politikus, dan pengajar Indonesia. Setelah belajar pada beberapa perguruan, pada umur 18 tahun ia berangkat ke Mekah dan belajar di negeri itu selama 8 tahun. Ia kembali ke Minangkabau pada tahun 1909 dan mulai mengajar pada tahun 1912. kemudian ia berangkat lagi ke Mekah pada tahun berikutnya dan kembali pada tahun 1915. Saat itu ia telah mendapat gelar Syekh Ibrahim Musa atau Inyiak Parabek sebagai pengakuan tentang ilmu agamanya.
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 4 Agustus 1884 Ladang Laweh |
Kematian | 25 Juli 1963 (78 tahun) |
Tempat pemakaman | Masjid Jamik Parabek Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! |
Anggota Konstituante Republik Indonesia | |
9 November 1956 – 5 Juli 1959 Terpilih dalam: Pemilihan umum Konstituante Republik Indonesia 1955 | |
Data pribadi | |
Kelompok etnik | Orang Minangkabau |
Kegiatan | |
Pekerjaan | politikus |
Ketika kembali ke Minangkabau, Inyiak Parabek mendirikan Sumatra Thawalib di Parabek, Inyiak Abdul Karim Amrullah (orang tua Buya Hamka) mendirikan Thawalib di Padang Panjang. Berdirinya Madrasah tahun 1910 dimulai dengan halaqah di Parabek. Lama pendidikannya variatif bahkan ada yang mencapai 11 tahun. Namun sejak tahun 1980 sampai sekarang menjadi 6 tahun. Bedanya, sekarang ada pendidikan Takhashus. Jadi murid Parabek yang telah tamat tetapi merasa belum puas dengan ilmunya bisa menambah pendidikan non formal.
Kehidupan pribadi dan keturunan
suntingSemasa hidup, Ibrahim Musa menikah beberapa kali, tapi tidak semuanya dikaruniai anak.[4]
Dari pernikahan dengan Syarifah Gani, anak H. Abdul Gani, seorang saudagar kaya dari Padang, ia memiliki tiga anak, yaitu Maryam Ibrahim, Thahir Ibrahim, dan Thaiyyib Ibrahim. Syarifah Gani mendampinginya hingga wafat.[4]
Berikutnya, ia menikah dengan Rimbok asal Karatau dan Limbok asal Lima Puluh Kota. Dari Rimbok, ia punya lima anak, yaitu Shafiah Ibrahim, Sa’adah Ibrahim, Anis Ibrahim, Halimah Sa’diyah, dan Muhammad Farid Ibrahim (dua anak terakhir ini meninggal ketika masih kecil). Adapun dari pernikahan dengan Limbok, ia dikaruniai seorang putri, yaitu Khadijah Ibrahim.[4]
Istrinya yang lain yakni: Daraham dari Taluak, Jibat dari Parabek Ateh, Fatimah dari Sariak, dan Hikam dari Kapeh Panji.[4]
Sa’adah Ibrahim menikah dengan Abdul Muis St Batungkek Ameh. Di antara anak mereka, yakni dr. Asril Moeis, SpOG dan Ibu Ir. Susi Zahrawati Moeis, M.T.
Karya
sunting- Ijabah al-Sul, dicetak pada tahun 1934 oleh percetakan Badezt di Padang Panjang. Ijabah al-Sul merupakan syarah (penjelasan) kitab Husnul al-Ma'mul, karangan M. Shiddiq Hasan Khan Bahadir, kitab Ushul Fiqh yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi sehingga untuk memahaminya diperlukan pengetahuan ushul fiqh yang baik.[5]
- Hidayah as-Shibyan, merupakan Kitab ilmu Balaghah. Dicetak oleh percetakan Baroe Fort de Kock, tidak dijelaskan tahun terbitnya. Kitab ini pernah diajarkan di Thawalib Parabek beberapa periode, sebelum diganti dengan kitab-kitab lain yang lebih ringkas dan lebih mudah dipelajari
- Hidayah ditulis pada tahun 1912 dalam bahasa Minangkabau, kemudian dterjemahkan oleh murid Inyiak, Muchtar Said (sekarang adalah Pimpinan Madrasah). Berisikan ilmu tauhid aliran Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Referensi
sunting- ^ a b "Mengenang Kiprah Syekh Ibrahim Musa Parabek". Republika Online. 14 Mar 2020. Diakses tanggal 17 Nov 2024.
- ^ Djohan Effendi (2010). Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi. Penerbit Buku Kompas. hlm. 61. ISBN 978-979-709-473-7.
- ^ "Syekh Ibrahim Musa Parabek: Ulama Pejuang, Ahli Perbandingan Mazhab". 6 Mei 2020. Diakses tanggal 17 Nov 2024.
- ^ a b c d Beberapa ulama di Sumatera Barat. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, UPTD Museum Adityawarman. 2008.
- ^ "Selamat Datang di Madrasah Sumatera Thawalib Padang". thawalibparabek.tripod.com. Diakses tanggal 2019-10-08.