Sistem rangka

(Dialihkan dari Sistem skeletal)

Sistem rangka atau sistem kerangka adalah suatu sistem yang memberikan dukungan fisik pada makhluk hidup untuk dapat bergerak. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe: eksternal, internal, dan basis cairan (rangka hidrostatik), walaupun sistem rangka hidrostatik dapat pula dikelompokkan secara terpisah dari dua jenis lainnya karena tidak adanya struktur penunjang.

Gambar sistem rangka manusia
Gambar sistem rangka manusia

Rangka tulang adalah sistem rangka utama dalam vertebrata. Rangka bekerja sama dengan kulit menyediakan bentuk dasar suatu organisme. Sistem rangka memungkinkan pergerakan tubuh, dengan bekerja sama dengan sistem otot. Barangkali sistem penyokong yang paling efisien adalah endoskeleton (skeleton internal) vertebrata, jaringan internal dari tulang keras dan tulang rawan atau kartilago, yang membingkai, membentuk, dan melindungi tubuh, serta menyediakan serangkaian tuas yang memaksimalkan potensi pergerakan yang rumit dan cepat.[1]

Sistem Rangka Manusia

sunting

Sistem rangka manusia merupakan kumpulan dari tulang-tulang yang saling berhubungan satu sama lain membentuk sistem gerak. Pada sistem gerak, tulang rangka tidak dapat bergerak sendiri, melainkan bekerja sama dengan otot. Kerja sama keduanya dapat dikenal dengan nama sistem muskuloskeletal. Otot dengan bantuan sendi dan struktur pendukung lainnya (ligamen, tendon, fascia dan bursae) memungkinkan tulang rangka bergerak.[2]

Rangka manusia dibentuk dari tulang tunggal atau gabungan (seperti tengkorak) yang ditunjang oleh struktur lain seperti ligamen, tendon, otot, dan organ lainnya. Rata-rata manusia dewasa memiliki 206 tulang, walaupun jumlah ini dapat bervariasi antara individu. 206 tulang tersebut memiliki struktur dan fungsi yang berbeda-beda.[3]

Rangka tubuh pada manusia mempunyai berbagai macam fungsi, antara lain:[4]

  1. Memberi bentuk tubuh;
  2. Melindungi organ dan bagian-bagian/jaringan tubuh yang lunak;
  3. Menegakkan tubuh;
  4. Tempat melekatnya otot-otot rangka;
  5. Alat gerak pasif;
  6. Tempat produksi sel-sel darah merah (hematopoiesis); dan
  7. Tempat cadangan kalsium dan fosfat.

Tulang Rangka

sunting

Tulang adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai pembentuk rangka dan alat gerak tubuh. Tulang juga memiliki fungsi sebagai pelindung organ-organ internal, serta tempat penyimpanan mineral dalam tubuh. Dalam proses osifikasi yang merupakan proses pembentukan tulang yang terjadi pada masa perkembangan fetus dan setelah individu lahir.[5]

Tulang rangka dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu rangka aksial dan rangka apendikular.[3]

Rangka aksial

sunting

Rangka aksial disebut juga dengan rangka poros atau sumbu tubuh. Penyebutan nama ini karena hampir semua tulang anggota rangka aksial berada pada garis sumbu tubuh. Rangka aksial terdiri dari atas tulang kepala (tengkorak), tulang belakang (vertebrae), tulang dada, dan tulang rusuk (strenum dan kosta).

Rangka aksial tengkorak terdiri atas kranium (tempurung kepala), wajah, dan telinga. Rangka tempurung kelapa terdiri atas 1 tulang dahi (frontal), 2 tulang ubun-ubun (parietal), 2 tulang pelipis (temporal), 1 tulang kepala belakang (oksipital), 1 tulang baji (stenoid), dan satu tulang tapis (etmoid). Rangka wajah tersusun atas 1 tulah rahang bawah (mandibula), 2 ruas tulang hidung (nasal), 2 tulang lakrimal, 1 tulang vomer, 2 tulang konka inferior, 2 tulang pipi (zigomatik), dan 2 ruas rahang atas (maksilia). Sementara itu, rangka telinga terdiri atas 2 martil (maleus), 2 paron (inkus), dan 2 stapes.

Rangka tulang belakang manusia terdiri atas 7 ruas tulang leher (servik), 12 tulang punggung (toraks), 5 ruas tulang pinggang (lumbar), dan koksigen ( tulang ekor 4 ruas berfusi menjadi 1).

Tulang dada tersusun atas 1 ruas tulang manubrium (hulu), 1 ruas tulang badan (gladiolus) dan 1 ruas taju pedang (xifoid). Sementara itu, tulang rusuk manusia tersusun atas 7 pasang tulang rusuk sejati, 3 pasang tulang rusuk palsu, dan 2 pasang tulang rusuk melayang.[3]

Rangka apendikular

sunting

Rangka apendikular atau disebut juga rangka tulang tambahan. Rangka apendikular merupakan tulang-tulang penyusun alat gerak manusia yaitu tangan dan kaki. Rangka apendikular tersusun atas tulang anggota gerak (tungkai), tulang gelang bahu, dan panggul.

Tulang anggota gerak tersusun atas tungkai atas dan tungkai bawah. Rangka tungkai atas terdiri dari 2 tulang lengan atas (humerus), 2 tulang pengumpil (radius), 2 tulang hasta (ulna), 16 ruas tulang pergelangan tangan (karpal), 10 ruas tulang telapak tangan (metakarpal), dan 28 ruas tulang jari-jari tangan atau falanges.

Sementara itu rangka tungkai bawah tersusun atas 2 tulang paha (femur), 2 tulang tempurung lutut (patela), 2 tulang kering (tibia), 2 tulang betis (fibula), 14 ruas tulang pergelangan kaki (tarsal), 10 ruas tulang telapak kaki (metatarsal), dan 28 ruas tulang jari-jari kaki (falanges).

Rangka gelang bahu tersusun atas 2 tulang selangka (klavikula), dan 2 tulang belikat (skapula). Rangka panggul terdiri atas 1 ilium, 1 ischium, dan 1 pubis yang menyatu.[3]

Klasifikasi Tulang

sunting

Tulang berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu:[6]

  • Tulang Panjang atau Tulang Pipa (Ossa Longa) Bentuknya silindris dan berukuran panjang seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang kompakta, dan dua ujung berbentuk bulat (epifisis) tersusun atas tulang kanselus. Contohnya ialah tulang femur, humerus, fibula, tibia, radius, dan ulna.
  • Tulang Pendek (Ossa Brevia) bentuknya hampir sama dengan tulang panjang, tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan kecil. Contohnya adalah tulang metacarpal, dan metatarsal.
  • Tulang Pipih (Ossa Plana) bentuknya gepeng/pipih, terdiri dari dua lapisan tulang kompakta dan di bagian tengahnya berupa lapisan spongiosa. Contohnya ialah tulang sternum, scapula, panggul, tengkorak.
  • Tulang Tidak Beraturan mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya, dan terdiri dari tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta. Contohnya adalah ruas-ruas tulang belakang (vertebra), dan tulang wajah.
  • Tulang Sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persendian, berkembang bersama tendon dan jaringan fasia. Contohnya ialah patela (tempurung lutut).[6]

Berdasarkan jaringan penyusunnya, tulang dibedakan atas tulang keras dan tulang rawan.

  • Tulang keras merupakan tulang yang padat dan keras karena tersusun dari 70% zat anorganik terutama kalsium fosfat, dan 30% zat organik yang berbentuk serabut tebal dan padat yang saling menjalin (serabut kolagen). Ciri utama tulang keras adalah adanya sel osteosit yang berperan dalam pembentukan matrik tulang. Tulang keras terdiri dari tulang kompak yang matriknya tersusun padat, dan tulang spongiosa yang matriknya berongga-rongga.[4]
  • Tulang rawan tidak mengandung kristal kalsium fosfat karena tidak memiliki sel osteosit. Sel penyusun tulang rawan disebut sel kondrosit. Berdasarkan ada tidaknya serabut, tulang rawan dibedakan menjadi tulang rawan hialin (tak berserabut), tulang rawan elastin (mengandung serabut elastis), dan tulang rawan fibrosa (mengandung serabut kolagen).[4]
 
Sel-sel penyusun tulang

Struktur Tulang

sunting

Tulang tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus (trabekular atau spongiosa). Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang dengan melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan matriks tulang. Osteosit merupakan sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon. Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Osteoklas adalah sel berinti banyak yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Matriks merupakan kerangka di mana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.[2]

 
Irisan melintang tulang panjang, menunjukkan struktur internal tulang.

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik dan 70% endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari >90% serat kolagen dan <10% adalah proteoglikan. Deposit garam utama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan.[2]

Sistem rangka ini dipelihara oleh sistem Havers.[2] Sistem Havers terdiri dari kanal Havers, yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamella (lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentral), kaluna (ruang di antara lamella yang mengandung sel-sel tulang/osteosit dan saluran limfe), dan kanakuli (saluran kecil yang menghubungkan lakuna dan kanal sentral). Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa nutrient dan oksigen ke osteosit.[6]

 
Jenis-jenis sendi diartosis: 1. sendi peluru, 2. sendi ellipsoidal, 3. sendi pelana, 4. sendi engsel, 5. sendi putar.

Pergerakan tidak mungkin terjadi jika tidak ada kelenturan dalam rangka tulang. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberi pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh.[6] Berdasarkan sifat gerakannya, sendi dapat diklasifikasikan ke dalam 3 jenis, yaitu:[2][6]

  1. Sinartosis (Sendi mati), tidak memungkinkan adanya gerak. Contohnya adalah sutura tulang tengkorak;
  2. Amfiartosis (Sendi kaku), memungkinkan adanya sedikit gerak. Contohnya adalah pelvik, simfisis, dan tibia;
  3. Diartosis (Sendi gerak), memungkinkan adanya gerak bebas. Diatrosis dibedakan menjadi 6 macam, yaitu sendi engsel, sendi luncur, sendi peluru, sendi putar, sendi pelana, dan sendi ellipsoidal. Contohnya ialah siku, lutut, dan pergelangan tangan.

Persendian antara tulang-tulang berdasarkan struktur atau jaringan yang menghubungkannya dapat dibedakan atas:[6]

  1. Fibrosa. Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya, sutura pada tulang tengkorak anak.
  2. Kartilago, yaitu sendi yang ujung-ujung tulangnya terbungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi jenis ini terbagi menjadi dua, yaitu:
    • Sinkondrosis, yaitu sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
    • Simfisis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago dan selapis tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contohnya, simfisis pubis dan sendi tulang punggung.
  3. Sendi Sinovial, yaitu sendi tubuh yang dapat digerakkan, serta memiliki rongga sendi dan permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan hialin. Memiliki membran yang menyekresi cairan sinovial untuk lubrikasi dan absorpsi syok.[6]
 
Macam jenis otot, (a) otot lurik, (b) otot polos, dan (c) otot jantung.

Otot merupakan mesin yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi mekanik yang dapat terwujud dalam suatu aktivitas fisik. Dalam hal ini otot dapat berkontraksi dan berelaksasi dikarenakan adanya ketersediaan energi dari sistem energi. Kontraksi otot yang terjadi pada tubuh manusia mampu melakukan kerja seperti mesin.[7] Otot merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan tulang. Otot kerangka secara volunteer dikendalikan oleh sistem saraf pusat dan tepi. Fungsi otot kerangka adalah mengendalikan pergerakan, mempertahankan postur tubuh, dan menghasilkan panas. Otot memiliki kemampuan diantaranya:[6]

  • Eksitabilitas, adalah kesanggupan sel untuk menerima dan merespons stimulus.
  • Kontraktibilitas, adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan memendek secara paksa.
  • Ekstensibilitas, adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan memperpanjang dan memperpendek serat otot saat relaksasi ketika berkontraksi dan memanjang saat rileks.
  • Elastisitas adalah kemampuan sel untuk menghasilkan waktu istirahat yang lama setelah memendek dan memanjang.

Otot pada manusia dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:[2]

  1. Otot rangka atau lurik, adalah otot yang melekat pada rangka dan menjadi alat gerak utama. Kerja otot lurik dikendalikan secara sadar oleh sistem saraf pusat.
  2. Otot polos, merupakan otot yang ditemukan pada organ dalam (viscera), saluran pencernaan, pembuluh darah, dan lain-lain. Dikendalikan di luar kesadaran melalui saraf otonom.
  3. Otot jantung, adalah otot yang istimewa karena hanya ditemukan pada jantung, dan bekerja seperti otot polos, namun bentuknya otot lurik.

Struktur Pendukung

sunting
 
Persendian beserta struktur pendukungnya, yaitu ligamen, tendon, dan bursae.

Ligamen

sunting

Ligamen adalah pembalut atau selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang diikat oleh sendi.[2] Terdapat beberapa jenis ligamen, yaitu:[8]

  • Ligamen tipis, adalah pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.
  • Ligamen jaringan elastik kuning, merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.

Tendon

sunting

Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat, bersifat fleksibel, dan terbuat dari fibrosa protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot, atau otot dengan otot. Tendon merupakan ikatan jaringan fibrosa yang membentuk akhir dari suatu otot dan menempel pada tulang.[2] Pembungkus ini dibatasi oleh membran sinovial yang memberi lubrikasi untuk memudahkan pergerakan tendon.[6]

Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung di bawah kulit sebagai fasia superfisial (sebagai pembungkus tebal), jaringan penyambung fibrosa yang membungkus otot, saraf, dan pembuluh darah.[6]

Bursae

sunting

Bursa adalah suatu kantong kecil dari jaringan konektif lokal yang mempunyai tekanan di mana membantu pergerakan. Bursa dibatasi dengan membran sinovial dan mengandung cairan sinovial.[2]

Sistem Rangka pada Vertebrata

sunting

Sistem rangka pada hewan vertebrata sama seperti pada manusia, yaitu otot sebagai alat gerak aktif dan tulang sebagai alat gerak pasif. Hewan yang hidup di darat memiliki struktur tulang dan otot yang tidak jauh berbeda dengan manusia. Namun, hewan yang hidup di udara dan di air memiliki struktur tulang yang khas. Selain itu, hewan-hewan tersebut juga memiliki struktur tambahan pada tubuhnya untuk mendukung pergerakan.[9]

Sistem rangka hewan yang di hidup di udara

sunting

Burung merupakan contoh hewan yang beradaptasi dengan baik untuk bergerak di udara. Burung memiliki rangka yang ringan dan ramping atau pipih, sistem tulang dan otot yang kuat untuk menggerakkan sayap, serta sayap dan bulu-bulu yang berfungsi untuk mengangkat tubuh burung di udara. Burung memiliki struktur tulang yang teradaptasi untuk terbang, di antaranya adalah:[9]

  • burung memiliki paruh yang lebih ringan dibandingkan rahang dan gigi pada mamalia;
  • burung memiliki sternum yang pipih dan luas, berguna sebagai tempat perlekatan otot terbang yang luas;
  • tulang-tulang burung berongga dan ringan. Tulang-tulang tersebut sangat kuat karena memiliki struktur bersilang;
  • sayap tersusun dari tulang-tulang yang lebih sedikit dibandingkan tulang-tulang pada tangan manusia, yang berguna untuk mengurangi berat terutama ketika burung terbang;
  • tulang belakang bergabung untuk memberi bentuk rangka yang padat, terutama ketika mengepakkan sayap saat terbang.[9]

Sistem rangka hewan akuatik

sunting

Hewan akuatik lebih sulit bergerak di air karena air memiliki kerapatan yang lebih besar dibandingkan udara. Namun, air memiliki gaya angkat yang lebih besar dibandingkan udara. Beberapa hewan yang hidup di air memiliki struktur tubuh dan sistem gerak yang khas. Contohnya adalah ikan, untuk bergerak di dalam air, ikan memiliki:[9]

  • bentuk tubuh yang aerodinamis untuk mengurangi hambatan ketika bergerak di dalam air;
  • ekor dan sirip ekor yang lebar untuk mendorong gerakan ikan di dalam air;
  • sirip tambahan untuk mencegah gerakan yang tidak diinginkan;
  • gelembung renang untuk mengatur gerakan vertikal;
  • susunan otot dan tulang belakang yang fleksibel untuk mendorong ekor ikan melawan air.[9]

Sistem Penyokong pada Avertebrata

sunting

Rangka Hidrostatik

sunting

Sistem-sistem penyokong pada avertebrata awal bergantung pada sifat air dan cairan-cairan terkait yang relatif tak dapat termampatkan. Sistem-sistem hidrostatik semacam itu yang masih ada hingga kini terdiri atas sebuah rongga terisi cairan yang dikelilingi oleh otot. Contohnya pada rongga-rongga internal Hydra dan anggota subfilum Cnidaria lainnya yang juga berbentuk tubular, cacing pipih, dan bahkan cacing-cacing gelang merupakan contoh dari penggunaan gastrovaskular (pada Hydra dan Planaria) atau selom yang lebih rumit sebagai rangka hidrostatik.[1]

Adanya rangka hidrostatik memungkinkan gerakan peristalsis. Gerakan peristalsis merupakan pergerakan yang dihasilkan oleh kontraksi otot yang ritmik dari kepala sampai ekor. Gerakan ini dapat terjadi karena adanya otot sirkuler dan otot longitudinal.[9]

Eksoskeleton

sunting
 
Eksoskeleton semut

Eksoskeleton artropoda adalah kemajuan luar biasa dalam hal mekanisme penyokongan structural. Rangka eksternal hewan-hewan berkaki buku itu memainkan peranan kunci dalam adaptasi kehidupan di lingkungan darat. Eksoskeleton tak hanya menyediakan sokongan struktural dan perlindungan terhadap bagian-bagian lunak di bawahnya, tetapi juga mencegah kekeringan berkat lapisan luar berlilin yang ditemukan pada organisme-organisme terrestrial. Otot melekat ke bagian-bagian berbeda pada sisi dalam rangka, dalam susunan yang memungkinkan pergerakan di sekitar sendi-sendi yang fleksibel.[1]

Eksoskeleton terdiri dari shell dan body case. Shell atau cangkang merupakan eksoskeleton yang tidak menutupi seluruh tubuh hewan. Cangkang ini terdiri dari satu atau dua bagian (kepingan) yang tumbuh bersamaan dengan tubuh hewan pemiliknya. Cangkang paling banyak ditemukan pada hewan-hewan Bivalvia dan Gastropoda (moluska). Sementara itu, body case lebih kompleks daripada shell. Body case merupakan eksoskeleton yang menutup seluruh permukaan tubuh hewan. Body case terdiri dari sejumlah kepingan yang disatukan pada sendi-sendi tertentu yang fleksibel. Body case tidak dapat tumbuh sehingga secara periodik harus ditinggalkan dan diganti dengan yang baru. Contohnya pada Artropoda yang mencakup kelompok serangga, udang, dan laba-laba.[9]

Gangguan dan Penyakit

sunting

Gangguan pada sistem rangka dapat terjadi jika ada gangguan pada tulang, persendian, atau otot. Tulang dapat mengalami gangguan fisik, gangguan fisiologis, gangguan kedudukan tulang vertebra, dan persendian. Salah satu gangguan fisik pada tulang adalah terjadinya fraktur. Gangguan fisiologis dapat disebabkan oleh kelainan tubuh menyerap vitamin atau kelainan fungsi hormon, seperti penyakit rakitis, osteomalasia, dan osteoporosis. Pergeseran kedudukan tulang vertebra dapat mengubah bentuk rangkaian tulang vertebra, yang umumnya disebabkan oleh sikap tubuh yang salah. Contohnya ialah skoliosis, kifosis, dan lordosis. Persendian dapat terganggu dengan terjadinya pergeseran tulang atau penyusun sendi. Contohnya adalah dislokasi dan ankilosis. Beberapa jenis gangguan pada otot adalah tetanus, kram, miastenia gravis, dan hernia inguinalis.[10]

Penyakit dan kelainan lainnya:

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Fried, George H.; Hademenos, George J (2006). Schaums Outlines: Biologi Ed. 2. Diterjemahkan oleh Tyas, Damaring. Jakarta: Erlangga. hlm. 269. ISBN 978-979-781-713-8. 
  2. ^ a b c d e f g h i Insani, Uswatun; Risnanto (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal. Sleman: Deepublish. hlm. 2, 3, 5, 12, 14, 15, 16. ISBN 978-602-280-251-8. 
  3. ^ a b c d Rikky Firmansyah, Dkk. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama. hlm. 43–46. ISBN 978-979-1192-06-4. 
  4. ^ a b c Wijaya, Agung (2008). Biologi SMP/MTs Kls VIII (KTSP). Jakarta: Grasindo. hlm. 29, 30, 32. ISBN 978-979-025-164-9. 
  5. ^ Dewi, dkk. (2017). "Density of Lumbal Vertebrae Bone Ovariectomized Rat (Rattus Norvegicus) Given the Extract Sipatah – patah ( Cissus quadrangularis Salisb )". Jurnal Medika Veterinaria. 11 (1): 39. 
  6. ^ a b c d e f g h i j Suratun; Heryati; Manurung, Santa; Raenah, Een (2006). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. hlm. 4, 5, 6, 9, 10, 12, 13, 14. ISBN 978-979-448-917-8. 
  7. ^ Sarifin (2010). "Kontraksi Otot dan Kelelahan" (PDF). Jurnal ILARA. 1 (2): 58. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-03-31. Diakses tanggal 2021-01-31. 
  8. ^ Suriya, Melti; Zuriati (2019-12-20). BUKU AJAR ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH GANGGUAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL APLIKASI NANDA NIC & NOC. Padang: Pustaka Galeri Mandiri. hlm. 8. ISBN 978-623-92222-0-8. 
  9. ^ a b c d e f g Aryulina, Diah; dkk (2004). BIOLOGI SMA dan MA : Jilid 2. Jakarta: ESIS. hlm. 109, 110. ISBN 978-979-734-550-1. 
  10. ^ Karmana, Oman (2008). Biologi. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama. hlm. 109, 110. ISBN 978-979-758-582-2. 

Lihat pula

sunting