Sistem Peringatan Dini Tsunami Samudra Hindia

Sistem Peringatan Dini Tsunami Samudra Hindia adalah sistem yang dirancang untuk memberikan peringatan kepada penduduk yang tinggal di daerah pesisir Samudra Hindia. Sistem ini bertujuan untuk menginformasikan mereka tentang kemungkinan terjadinya tsunami yang dapat mengancam wilayah tertentu di sepanjang pesisir tersebut.

Cikal bakal agar segera diusulkannya sistem peringatan dini tsunami sepanjang daerah lingkungan yang bersempadan dengan Samudra Hindia berawal dari dampak parah akibat digoncang gempa bumi berjuluk negeri Serambi Mekkah yang disusul oleh gelombang pasang dahsyat ketika tahun 2004 di kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia.
Papan pengumuman pengungsian penduduk dari tsunami di Pantai Batu Karas, Jawa Barat, Indonesia.

Latar belakang

sunting

Pascabencana gempa yang disusul oleh gelombang pasang dahsyat di perairan Samudra Hindia pada 26 Desember 2004, usulan untuk mempercepat pengadaan alat yang dapat memberitahukan adanya kemungkinan tsunami mulai dibahas secara terbuka. Setelah mengkaji bencana alam tersebut, banyak yang berpendapat bahwa lebih banyak penduduk yang dapat diselamatkan jika solusi terhadap persoalan ini dituntaskan dengan menerapkan sistem peringatan dini tsunami di daerah-daerah yang paling parah terdampak, khususnya di tempat-tempat yang berdekatan dengan Samudra Hindia. Selain itu, diharapkan bahwa persiapan menghadapi bencana gempa disertai gelombang pasang dahsyat di sekitar Samudra Hindia dapat dilakukan dengan lebih matang.

Sebaiknya, masyarakat di sekitar daerah yang rawan bencana alam seperti gempa dan tsunami memiliki peluang lebih besar untuk menyelamatkan diri dengan adanya sistem peringatan dini. Sistem ini merupakan bentuk penanggulangan terhadap bencana gelombang air pasang yang dahsyat, sehingga dampaknya tidak berlanjut menjadi semakin merusak. Sementara itu, pendekatan penanggulangan bencana alam lainnya, seperti pembangunan tembok laut, diperkirakan tidak memberikan hasil yang signifikan dalam meningkatkan keselamatan penduduk di sekitar perairan yang rawan tsunami, terutama ketika tsunami menerjang hunian mereka.

Pelaksanaan rancangan bangunan tahan tsunami

sunting

Keperluan akan bangunan khusus yang tahan tsunami dari bagian perairan Samudra Hindia sudah mendapat kata mufakat pada saat pertemuan resmi yang dilangsungkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak bulan Januari 2005 dengan bertempat di kota Kobe, Jepang dalam rangka memprakarsai Program Peringatan Dini Tingkat Antarbangsa (International Early Warning System atau IEWP), sebuah lembaga yang mengurusi perihal bahaya bencana alam. Dua perusahaan yang terlibat untuk urusan penanggulangan bencana alam, yaitu Nanometrics yang berpusat di kota Ottawa, Kanada dan Results Marine Private Limited yang berpusat di kota Chennai, India, telah menghasilkan 17 macam stasiun VSAT dan 2 tempat dilakukannya rekaman pusat pergerakan kegempaan yang dipasang untuk mempermaklumkan kepada khalayak ramai tentang kewaspadaan terhadap kejadian gempa melalui layanan pesan singkat dan surat elektronik dengan rentang waktu sampai 2 menit.

Sistem ini telah memberlakukan pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan pihak-pihak terkait yang turut melibatkan diri sejak akhir bulan Juni 2006‒dalam hal ini, dijalankan dalam bentuk percobaan terlebih dahulu‒ di bawah arahan yang diberikan oleh Perhimpunan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dengan tersedianya sebanyak 25 stasiun pencatat gempa bumi yang bertujuan menyampaikan bahan keterangan tentang pantauan kegempaan kepada 26 pusat pemberitahuan tsunami dalam negeri, yang nantinya dibekali sekaligus oleh 6 buah pelampung tsunami.[1] Biar bagaimanapun juga, kejelasan arahan yang disampaikan oleh pemerintah dan juga cara teratur yang digunakan untuk memberitahukan masyarakat yang tengah menghadapi bahaya bencana gempa dan tsunami menjadi suatu keharusan sebagaimana diperingatkan oleh Perhimpunan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa demi memberhasilgunakan alat penanggulangan bencana alam semacam ini.[2]

Guna menunjang mutu alat penanggulangan gempa dan tsunami selama menguji berjalan lancarnya teknologi tersebut, penerimaan bahan keterangan yang telah diolah secara berangkai oleh Pusat Peringatan Dini Tsunami Samudra Pasifik yang berpusat di Hawaii, yang bekerja sama dengan Badan Meteorologi Jepang akan terus ditujukan kepada negara-negara yang rentan terkena terjangan tsunami. Alat penanda bahaya turut pula akan dipasang di daerah lingkungan yang terkena dampaknya. Pemerintah di masing-masing daerah harus memperingatkan masyarakat melalui sarana-sarana apa pun seperti layanan pesan singkat, radio, dan siaran televisi, dapat pula menyalakan bunyi tanda ancaman bencana alam dari serambi-serambi khusus dan pengeras suara masjid, dan kendaraan-kendaraan milik polisi yang ada pengeras suaranya.[3]

Alat tersebut mulai resmi diluncurkan sejak 12 Oktober 2011, di mana pihak-pihak yang memutuskan bertanggung jawab mempermaklumkan pemberitahuannya adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia, Badan Meteorologi Australia (Bureau of Meteorology, disingkat menjadi BOM), dan Pusat Layanan Pemberitahuan Samudra Dalam Negeri India (Indian National Centre for Ocean Information Services atau INCOIS).[4]

Hasil kinerja selama keadaan darurat

sunting

Alat penanggulangan bencana alam semacam ini belum pernah satu pun diterapkan di Indonesia seperti pada ketika gempa yang disusul oleh gelombang pasang dahsyat yang menerjang Kabupaten Pangandaran pada tahun 2006. Sememangnya pemerintah Indonesia telah diperingatkan akan kemungkinan tsunami yang mampu menerjang daerah lingkungan pesisir, tapi sistem peringatan dini tsunami saat itu belum ada satu pun yang terpasang guna dapat menyampaikan tanda bahaya ancaman tsunami kepada masyarakat di sekitar tempat-tempat tersebut secara bergilir. Diketahui sekurang-kurangnya penduduk yang selamat dari terjangan tsunami berjumlah hingga 23.400 orang yang memutuskan mengungsi,[5] baik lantaran merasa gentar menghadapi kemungkinan terjadinya tsunami maupun tempat tinggal penduduk sekitar yang dipastikan terkena kerusakan parah. Lagi pun, ternyata gelombang tsunami berketinggian sampai 7.39 meter (atau 24.2 kaki) yang berimbas pada sebanyak 700 orang tewas dan 9.000 orang terkena luka pada titik-titik anggota tubuh tertentu.

Ketika gempa berkekuatan 8,5 skala Richter yang mengguncang wilayah Nanggroe Aceh Darussalam pada 11 April 2012,[6] sistem peringatan dini tsunami mengarahkan agar penduduk di Kepulauan Andaman dan Nikobar harus bersiaga hingga selama 8 menit.

Sumber acuan

sunting
  1. ^ Indian Ocean Tsunami Warning System up and running, UNESCOPRESS, 28-06-2006
  2. ^ Asia tsunami warning system ready, BBC News, 28 June 2006
  3. ^ Rondonuwu, Olivia. "Tsunami alerts pass Indonesia quake test, with luck". reuters.com. Diarsipkan dari asli tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 2019-09-29.
  4. ^ "インド洋における国際的な津波警報体制の運用開始について" [Dimulainya pengupayaan kinerja alat penanggulangan tsunami di Samudra Hindia]. jma.go.jp (dalam bahasa Jepang). Badan Meteorologi Jepang. 2011-10-07. Diakses tanggal 2019-01-01.
  5. ^ Liputan6 (15-08-2019). "Korban Tsunami Pangandaran Mencapai Ratusan". Liputan6.com. Diakses tanggal 02-10-2019. Pemeliharaan CS1: Nama numerik: authors list (link)
  6. ^ Cornelia Desyana (11-04-2012). "BMKG Ralat Kekuatan Gempa Aceh". Nasional.tempo.co. Diakses tanggal 03-10-2019. [pranala nonaktif permanen]