Raja-udang
Cekakak Senegal
(Halcyon senegalensis)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Subordo:
Alcedines
Famili

Alcedinidae
Halcyonidae
Cerylidae

Raja-udang adalah nama umum bagi sejenis burung pemakan ikan dari suku Alcedinidae. (Sementara penulis, dengan mengikuti taksonomi baru yang dirintis Sibley-Ahlquist pada tahun 1990an, memecah suku ini menjadi tiga suku: Alcedinidae, Halcyonidae, dan Cerylidae). Di seluruh dunia, terdapat kurang lebih 90 spesies burung raja-udang. Pusat keragamannya adalah di daerah tropis di Afrika, Asia dan Australasia. Semua raja-udang memiliki kepala besar, paruh runcing, kaki pendek, dan ekor pendek. Sebagian besar spesies memiliki bulu yang cerah. Raja-udang memakan berbagai macam mangsa yang biasanya ditangkap dengan cara menukik turun dari tempat bertenggernya. Walaupun raja-udang biasanya dianggap tinggal di dekat sungai dan memakan ikan, banyak spesies hidup jauh dari air dan memakan invertebrata kecil.

Deskripsi sunting

 
Burung raja-udang di Pulau Papua memiliki ekor yang sangat panjang untuk kelompok tersebut.

Spesies raja-udang terkecil adalah raja-udang kerdil Afrika (Ispidina lecontei), yang rata-rata panjangnya 10 cm dan berat antara 9 hingga 12g.[1] Raja-udang terbesar adalah raja-udang raksasa (Megaceryle maxima), dengan panjang 42 hingga 46 cm dan beratnya antara 255–426g.[2] Raja-udang Australia yang dikenal sebagai kookaburra (Dacelo novaeguineae) adalah spesies terberat dengan betina mencapai berat hampir 500 gram.[3]

Kebanyakan bulu raja-udang berwarna cerah. Hijau dan biru adalah warna yang paling umum. Kecerahan warna bukanlah hasil dari permainan warna atau pigmen (kecuali pada raja-udang Amerika), melainkan disebabkan oleh struktur bulu yang menghamburkan cahaya (efek Tyndall).[4] Pada kebanyakan spesies, tidak ada perbedaan mencolok antara jenis kelamin. Walaupun ada perbedaan, perbedaan tersebut cukup kecil (kurang dari 10%).[5]

Burung raja-udang memiliki paruh yang panjang seperti belati. Paruhnya biasanya lebih panjang dan lebih padat pada spesies yang memburu ikan, dan lebih pendek dan lebih lebar pada spesies yang berburu mangsa dari tanah. Paruh terbesar dan paling tidak biasa adalah milik kookaburra berparuh sekop, yang paruhnya digunakan untuk menggali lantai hutan untuk mencari mangsa. Raja-udang memiliki kaki yang pendek, meskipun spesies yang berburu mangsa di tanah memiliki kaki yang lebih panjang. Kebanyakan spesies memiliki empat jari kaki, tiga di antaranya mengarah ke depan.

Iris sebagian besar spesies berwarna coklat tua. Raja-udang memiliki penglihatan yang sangat baik; mereka mampu melihat secara binokular dan secara khusus dianggap dapat melihat warna dengan baik. Raja-udang lebih sering menggerakkan kepala mereka untuk menemukan mangsa alih-alih menggerakkan mata. Selain itu, mereka mampu mengimbangi pembiasan air dan refleksi saat berburu mangsa di bawah air, dan mampu menilai kedalaman air secara akurat. Mereka juga memiliki selaput di mata untuk melindungi matanya saat terkena air.[5]

Kebiasaan sunting

Sebagian jenis raja-udang hidup tak jauh dari air, baik kolam, danau, maupun sungai. Sebagian jenis lagi hidup di pedalaman hutan.

Raja-udang perairan memburu ikan, kodok dan serangga. Bertengger diam-diam di ranting kering atau di bawah lindungan dedaunan dekat air, burung ini dapat tiba-tiba menukik dan menyelam ke air untuk memburu mangsanya. Raja-udang dikaruniai kemampuan untuk mengira-ngira posisi tepat mangsanya di dalam air, melalui bentuk lensa matanya yang mirip telur.

Raja-udang hutan kerap berdiam di kegelapan ranting pohon di bawah tajuk. Ia memburu aneka reptil, kodok dan serangga yang tampak di atas tanah atau di semak-semak. Mangsa dibunuh dengan memukul-mukulkannya ke batang pohon atau ke batu, baru dimakan.

Beberapa spesies, misalnya dari marga Alcedo, kerap terlihat terbang cepat dekat permukaan air dalam lintasan lurus, sambil mengeluarkan suara berderik nyaring. Beberapa jenis yang lebih besar kerap mengeluarkan suara yang keras dan kasar seperti pekikan.

Bersarang dalam lubang di tanah, tebing sungai, batang pohon atau sarang rayap. Telur antara 2-5 butir, biasanya keputih-putihan dan hampir bundar.

Ragam Jenis sunting

Di Indonesia terdapat sekitar 45 spesies raja-udang, yakni separuh dari kekayaan jenis dunia. Lebih dari setengahnya, 26 spesies, hidup terbatas di bagian timur Indonesia: Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua (Andrew, 1992).

Beberapa jenis yang umum didapati di Indonesia, di antaranya:

Status dan konservasi sunting

Beberapa spesies dianggap terancam oleh aktivitas manusia. Mayoritas adalah raja-udang yang tinggal di hutan dengan sebaran terbatas, terutama di pulau terpencil. Burung raja-udang terancam oleh hilangnya habitat yang disebabkan oleh pembukaan atau degradasi hutan. Dan dalam beberapa kasus, oleh spesies introduksi. Raja-udang Marquesan dari Polinesia Prancis terdaftar sebagai spesies yang terancam punah karena kombinasi dari hilangnya habitat, degradasi yang disebabkan oleh sapi pendatang, dan karena predasi oleh spesies pendatang.[6]

Galeri sunting

Referensi sunting

  1. ^ Fry, Fry & Harris 1992, hlm. 195–196.
  2. ^ Fry, Fry & Harris 1992, hlm. 231–232.
  3. ^ Fry, Fry & Harris 1992, hlm. 133–136.
  4. ^ Bancroft, Wilder; Chamot, Emile M.; Merritt, Ernest; Mason, Clyde W. (1923). "Blue feathers" (PDF). The Auk. 40 (2): 275–300. doi:10.2307/4073818. JSTOR 4073818. 
  5. ^ a b Woodall, Peter (2001). "Family Alcedinidae (Kingfishers)". Dalam del Hoyo, Josep; Elliott, Andrew; Sargatal, Jordi. Handbook of the Birds of the World. Volume 6, Mousebirds to Hornbills. Barcelona: Lynx Edicions. hlm. 103–187. ISBN 978-84-87334-30-6. 
  6. ^ Birdlife International (2009). "Todiramphus godeffroyi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 June 2011. Diakses tanggal 12 December 2009. 

Bahan Bacaan sunting

  • Andrew, P. 1992. The Birds of Indonesia, a checklist (Peters’ sequence). Kukila Checklist no. 1. IOS. Jakarta. ISBN 979-8354-00-1
  • MacKinnon, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta. ISBN 979-420-150-2
  • MacKinnon, J., K. Phillipps, and B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI dan BirdLife IP. Bogor. ISBN 979-579-013-7

Lihat juga sunting

Pranala luar sunting