Rachmatullah Ading Affandie

Haji Rachmatullah Ading Affandie (12 Oktober 1929 – 6 Februari 2008) adalah pengarang cerita pendek, wartawan, penulis lakon dan sutradara pementasan, pembina olahraga sepak bola, dan pemimipin grup kesenian.[1]

Rachmatullah Ading Affandie
Rachmatullah Ading Affandie popular dipanggil Raf
Rachmatullah Ading Affandie popular dipanggil Raf
Lahir2 Oktober 1929
Ciamis
Meninggal6 Februari 2008
Bandung
Nama penaRAF
Pekerjaan
KebangsaanIndonesia
Pendidikan
GenreCerpen, Novel, Drama
Penghargaan
  • Anugerah hadiah sastra LBSS, kumpulan carpon Dongeng Enteng ti Pasantren, 1961.
  • Anugerah hadiah sastra Yayasan Rancage, Nu Kaul Lagu Kaleon, 1990.
  • Anugerah Yayasan Rancage, Bidang Jasa mengembangkan Bahasa dan Sastra Sunda, [1998]].
PasanganHajjah Ineu Martini
Orang tua
  • Udin Tampura
  • Ratna Permana

Perjalanan sunting

Setelah tamat Hollandsch-Inlandsche School, pada zaman Jepang masuk ke Pesantren Miftahul Huda, Ciamis. Pada masa revolusi, masuk ke Sekolah Pertanian di Tasikmalaya, lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di Bandung sampai tamat. Kemudian masuk ke Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta sampai sarjana muda. Tahun 1951-1954 menjadi komentator Radio Rrepublik Indonesia Jakarta dan Bandung untuk siaran sepak bola. Tahun 1955-1964 menjadi Ketua Komisi Teknik Persib. Tahun 1963 diangkat sebagai pegawai Perusahaan Perkebunan Negara IX dan pensiun tahun 1983.

RAF adalah sastrawan Sunda yang produktif. RAF mengarang ratusan naskah sinetron, operet, novel, dsb. Karya RAF yang sangat terkenal diantaranya Nu Kaul Lagu Kaleon (1989), Tjarita Biasa (1960), Bentang Lapang, kumpulan Carpon Dongeng Enteng ti Pasantren (1961), dan sebagainya. Ada pula karya berupa naskah drama, diantaranya Dakwaan dan Yaomal Qiyamah yang ditulis pada tahun 1950-an serta telah dipergelarkan puluhan kali. Skenario film yang ditulis RAF di antaranya Si Kabayan, Ratu Ular, dan sebagainya. Berbagai penghargaan pernah diterimanya. Naskah serial Inohong di Bojong Rangkong yang ditulisnya tidak kurang dari 110 judul. RAF juga menulis naskah Gending karesmén Ruhak Padjadjaran yang pernah dipentaskan di Teater Terbuka Taman Budaya Jawa Barat pada 17 Juli 2006.

Pada 1961, RAF mendapat anugerah hadiah sastra LBSS untuk buku kumpulan carpon Dongeng Enteng ti Pasantren. Tahun 1990 dianugerahi hadiah sastra paling bergengsi Yayasan Rancage untuk novelnya yang berjudul Nu Kaul Lagu Kaleon. Berkaitan dengan banyaknya jasa yang dihasilkannya dalam mengembangkan Bahasa dan Sastra Sunda, suami Hajjah Ineu Martini ini, pada tahun 1998 dianugerahi lagi hadiah Rancage dalam bidang jasa.

Pada tahun 1951-1954, RAF juga pernah menjadi komentator sepak bola di RRI Jakarta dan Bandung. RAF merupakan tokoh yang besar jasanya dalam mengembangkan pamor Persib. Tahun 1954-1955, RAF menjadi Ketua komisi teknik di Persib. Pemain Persib terkenal yang pernah menjadi asuhannya diantaranya Rukman, Komar, Rukma dan Parhim. Pada tahun 1998, buku Biografi berjudul RAF: Urang Banjarsari jadi Inohong di Bojongrangkong, diterbitkan oleh Geger Sunten. Demikian pula perjalanan RAF menunaikan ibadah haji, dibukukan oleh Geger Sunten, judulnya Akina Puri ka Tanah Suci. Karya-karya RAF, baik yang berbahasa Sunda maupun Indonesia umumnya tidak lepas dari napas daerah (Sunda) yang islami.

Inohong di Bojong Rangkong yang merupakan sinetron komedi satir, tetap memiliki pulasan islami serta seni Sunda. Konsep seni yang Islami sejak lama sudah digunakan RAF. Pada tahun 1963, RAF merintis kasidah modern yaitu Lingga Binangkit. Sepuluh tahun kemudian Lingga Binangkit mengembangkan diri menjadi grup lainnya yaitu Patria. Ciri lainnya yang melekat yang ditulis RAF yaitu satirnya yang pedas tetapi melalui penyampaian yang halus. Malahan jauh sebelum zaman reformasi, RAF yang mantan anggota DPRD Jabar dari Fraksi Karya Pembangunan, dalam kritik-kritiknya selalu membuat merah kuping pemerintah.

Menurut RAF, “Pangarang profesional kudu bisa nulis iraha wae. Teu kudu ngadagoan “mood” mun rék nulis téh. Teu beda jeung wartawan, nulis téh lain lantaran keur daék, tetapi hiji kawajiban (harus bisa nulis kapan saja. Tidak perlu menunggu mood jika akan menulis. Tidak ada beda dengan wartawan, menulis bukan lantaran jika lagi ingin, tetapi merupakan satu kewajiban),” begitu papar RAF ketika ia masih hidup. Sepanjang hidupnya banyak menghasilkan karya yang melekat di hati masyarakat. Jasa-jasanya sangat besar dalam pengembangan bahasa dan sastra Sunda. Pun, RAF juga banyak berjasa dalam prestasi yang diraih PERSIB Bandung.

Referensi sunting

  1. ^ Tim Redaksi (2000). Ensiklopedi Sunda Alam, Manusia dan Budaya. Jakarta: Pustaka Jaya dan Yayasan Kebudayaan Rancage.