Rijcloff Constantijn Lodewijk Lasut

(Dialihkan dari R. C. L. Lasut)

Rijcloff Constantijn Lodewijk Lasut, R. C. L. Lasut alias Notji (8 Desember 1904 – 14 Mei 1977) adalah seorang pejuang, politikus dan tokoh kepanduan Indonesia. Ia lahir di Remboken pada 8 Desember 1904 sebagai anak biologis dari pasangan Apeles Johanis Lasut dan Emma Adelaida Mamahit. Ayahnya Apeles Johanis Lasut berdarah Tomohon tinggal di Tikala Ares, seorang penilik sekolah di Manado dan pernah menjadi anggota Minahasaraad (anggota DPRD Minahasa-kini).

Rijcloff Constantijn Lodewijk Lasut

RCL Lasut, dikenal tidak hanya karena keikutsertaanya pada iven pandu internasional dan nasional seperti keikutsertaannya pada Jambore Nasional Pramuka pertama. Ia merupakan tokoh yang memomulerkan gerakan kepanduan di Sulawesi Utara sejak zaman penjajahan Belanda, Jepang dan Kemerdekaan bahkan pada masa selama pergolakan Permesta.

Dia pernah mengikuti International Scouting (pertemuan pandu sedunia) di Inggris pada tahun 1929.

Pada pertemuan dan juga pelatihan untuk pencari bakat yang digelar di Gillwell Park (bumi perkemahan dan pusat kegiatan pramuka dunia) di London, Inggris , RCL Lasut bersama tokoh-tokoh pandu seluruh dunia mendapat penghargaan dan sertifikat ke-4 pelatihan untuk pemimpin pandu yang ditandatangani oleh Lord Baden Powell Bapak Pandu Dunia.

Di tahun yang sama 1929, RCL Lasut mendapat penghargaan “Wood-Badge” (lencana kayu-red) yang ditandatangani Lord Baden Powel atas kecakapannya setelah mengikuti pelatihan teori dan praktik kepanduan di Dago Bandung.

Sepulang dari Inggris dan Bandung, RC Lasut dimata masyarakat luas, dikenal sebagai sosok yang terus membumikan gerakan kepanduan di Sulawesi Utara sedari ia masih muda dan belum menikah. Gerakan kepanduan itu mulai dilakoninya sedari zaman penjajahan Belanda, Jepang, zaman kemerdekaan dan pada masa pergolakan Permesta.

Karena kecintaannya pada kepanduan, sampai pernikahannya pada tahun 1930 dengan Anastasia Maria Apolonia Lasut prosesinya dilakukan dengan upacara “Tongkat Pora” sebuah tradisi lama ala kepanduan. Istrinya kemudian menjadi pembina pandu.

Di Kota Tomohon sendiri, diketahui kalau RCL Lasut di tahun 1953 pernah melakukan kegiatan perkemahan di daerah Perkebunan Wakan Kelurahan Kamasi bahkan diceritakan menjadi tempat markas Pandu Minahasa.

Diketahui, RCL Lasut dan Anastasia Maria Apolonia Lasut yang memiliki 4 (empat anak dan 1 masih hidup) juga dikenal dalam pemerintahan. RCL Lasut pamongpraja lulusan MULO, pernah Hukum Kedua di Langowan, Tombariri dan Tomohon. Bahkan pada masa pendudukan Jepang, pada tahun 1944-1945, ia diangkat sebagai Hukum Besar (Guncho) di Distrik Tomohon.

Ia pernah ditahan pemerintahan Belanda karena keterlibatannya pada Peristiwa Merah-Putih (14 Februari 1946), sebelumnya pernah menjadi anggota Minahasaraad (dari Distrik Tomohon-Sarongsong) lalu di tahun 1947 menjadi anggota Parlemen NIT (Negara Indonesia Timur). RCL Lasut meninggal di Tomohon pada 14 Mei 1977 (fry).[1]

Referensi

sunting