Negara Indonesia Timur
Negara Indonesia Timur adalah negara bagian RIS yang meliputi wilayah Sulawesi, Sunda Kecil (Bali & Nusa Tenggara) dan Kepulauan Maluku, ibu kotanya Makassar. Negara ini dibentuk setelah dilaksanakan Konferensi Malino pada tanggal 16-22 Juli 1946 dan Konferensi Denpasar dari tanggal 7-24 Desember 1946 yang bertujuan untuk membahas gagasan berdirinya negara bagian tersendiri di wilayah Indonesia bagian timur oleh Belanda. Pada akhir Konferensi Denpasar 24 Desember 1946, negara baru ini dinamakan Negara Timur Raya, tetapi kemudian diganti menjadi Negara Indonesia Timur pada tanggal 27 Desember 1946.[1]
Negara Indonesia Timur | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Negara bagian RIS | |||||||||
1946–1950 | |||||||||
![]() Wilayah N.I.T ditunjukkan pada warna merah | |||||||||
Ibu kota | Makassar | ||||||||
Luas | |||||||||
• 1946 | 349.088 km2 (134.784 sq mi) | ||||||||
Populasi | |||||||||
• 1946 | 10.290.000 | ||||||||
Sejarah | |||||||||
Pemerintahan | |||||||||
• Jenis | Negara bagian | ||||||||
Presiden | |||||||||
• 1946–1950 | Tjokorda Gde Raka Soekawati | ||||||||
Perdana Menteri | |||||||||
• 1947 | Nadjamuddin Daeng Malewa | ||||||||
• 1947 | Semuel Jusof Warouw | ||||||||
• 1947–1949 | Ida Anak Agung Gde Agung | ||||||||
• 1949–1950 | J.E. Tatengkeng | ||||||||
• 1950 | D.P. Diapari | ||||||||
• 1950 | Martinus Putuhena | ||||||||
Legislatur | Parlemen Indonesia Timur | ||||||||
Era sejarah | Perang Dingin | ||||||||
• Didirikan | 24 Desember 1946 | ||||||||
• Dibubarkan | 17 Agustus 1950 | ||||||||
|
Negara Indonesia Timur terbagi menjadi 13 daerah otonomi:
- Daerah Sulawesi Selatan
- Daerah Minahassa
- Daerah Kepulauan Sangihe dan Talaud
- Daerah Sulawesi Utara
- Daerah Sulawesi Tengah
- Daerah Bali
- Daerah Lombok
- Daerah Sumbawa
- Daerah Flores
- Daerah Sumba
- Daerah Timor dan kepulauan
- Daerah Maluku Selatan
- Daerah Maluku Utara
Menurut hasil Konferensi Denpasar, wilayah Negara Indonesia Timur terdiri dari daerah keresidan yang tercantum dalam Staatsblad 1938 Nomor 68 jo Staatsblad Nomor 264 kecuali daerah irian barat yang akan ditetapkan kemudian hari.[2]
- Keresidenan Sulawesi Selatan
- Keresidenan Sulawesi Utara
- Keresidenan Bali
- Keresidenan Lombok
- Keresidenan Maluku
Negara Indonesia Timur didirikan untuk menyaingi dan memaksa Republik Indonesia untuk menerima bentuk negara federasi; dengan tujuan mengecilkan wilayah Republik Indonesia sehingga hanya menjadi salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Negara Indonesia Timur bubar dan semua wilayahnya melebur ke dalam Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Presiden Sunting
Presiden | Periode | |
---|---|---|
Dari | Sampai | |
Tjokorda Gde Raka Soekawati |
Perdana Menteri dan Kabinet Sunting
No | Perdana Menteri | Kabinet | Periode | |
---|---|---|---|---|
Dari | Sampai | |||
Nadjamuddin Daeng Malewa | ||||
Semuel Jusof Warouw | ||||
Ida Anak Agung Gde Agung | ||||
J.E. Tatengkeng | ||||
D.P. Diapari | ||||
Martinus Putuhena |
Peristiwa Sunting
Tanggal | Peristiwa[3] |
---|---|
27 Mei 1947 | Pengunduran diri ketua DPRS Tadjoeddin Noer |
3 Desember 1947 | DPRS mengirim misi persaudaraan ke Republik Indonesia di Yogyakarta |
30 Desember 1947 | Pihak oposisi mendirikan Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (GAPKI) di Makassar, dipimpin oleh A. Mononutu |
22 Januari 1948 | RI mengakui NIT sebagai negara bagian dari RIS yang akan dibentuk |
18 Februari 1948 | Misi persaudaraan dari GAPKI tiba di Yogyakarta |
Oktober 1948 | RI mengirim misi persaudaraan ke NIT yang diketuai Mr. Sartono |
Desember 1948 | Kabinet NIT memprotes keras Agresi Militer II ke wilayah RI |
6 Februari 1949 | PM Ide Anak Agung Gde Agung selaku penghubung BFO menemui Wapres Bung Hatta yang ditawan Belanda di Bangka |
Catatan kaki Sunting
- ^ Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia, Jurnal sejarah: pemikiran, rekonstruksi, persepsi, Yayasan Obor Indonesia, ISSN 1858-2117 (Indonesia)
- ^ Ensiklopedi Umum, Penerbit Kanisius, Edisi Kedua dengan EYD, 1977, hal.586, ISBN 978-979-413-522-8
- ^ Ensiklopedi Umum, Penerbit Kanisius, Edisi Kedua dengan EYD, 1977, hal.587, ISBN 978-979-413-522-8