Pulau Sabaru (Liukang Tangaya)

pulau di Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan

Sabaru (Ejaan Van Ophuijsen: Sabaroe) adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Sabalana, perairan Laut Flores dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Sabaru, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Sabaru memiliki wilayah seluas 20.47.415,5993700 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 6°34′42.71″LS,118°50′28.28″BT.[2] Pulau ini di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Jailamu, di sebelah Selatan dan Barat dengan Perairan Selat Makassar dan di sebelah Timur dengan Pulau Balobaloang Lompo. Pulau ini dapat dicapai dengan waktu ± 14 jam dengan menggunakan kapal nelayan dari Pelabuhan Paotere Makassar.

Sabaru
Koordinat6°34′42.710″LS,118°50′28.280″BT
NegaraIndonesia
Gugus kepulauanSabalana
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
Luas20.47.415,5993700 m²
Peta

Demografi

sunting

Pulau ini dihuni masyarakat sekitar 198 KK atau 829 jiwa yang terdiri dari 413 laki-laki dan 416 perempuan. Luas pulau yang berkepadatan 72 jiwa/km ini adalah 10,50 km² (termasuk wilayah perairan) (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep, 2007). Warga yang mendiaminya sebagian besar beretnis Bugis dan Makassar. Selain itu beberapa warga pendatang dari Mandar, Lombok, Bima, dan Sumbawa serta Bajo juga telah menetap dan berbaur dengan warga setempat.

Ekosistem dan sumberdaya hayati

sunting

Kondisi terumbu karang tergolong 'sedang' hingga 'bagus'. Kondisi terumbu karang yang bagus dapat ditemukan pada kedalaman lebih dari 5 meter. Seangkan terumbu yang dangkal 1-2 meter selalu terekspose saat surut sehingga mudah mati dan akhirnya tertutupi algae. Seperti halnya di lokasi lain, jenis karang yang dominan adalah Acropora, Favia, Favites, Montipora dan Porites. Vegetasi lamun yang terdiri dari 4 genera dominan, yaitu ; Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea, rotundata. Ke empat jenis ini ditemukan di hampir semua paparan pasir Pulau Sabaru. Sementara vegetasi bakau tergolong sedikit hanya tumbuh di ssi timur dan barat pulau dari jenis Soneratia sp, Rhizopora sp. Dan Cerios sp.

Tumbuhan lain yang cukup bermanfaat bagi masyarakat diberi nama lokal Bojjol yang tumbuh di sepanjang pesisir yang berfungsi untuk mengobati tekanan darah tinggi. Kelimpahan ikan karang cukup tinggi atau sebaesar 1399 individu /500m2, Di setiap titik didominasi oleh jenis-jenis dari kelompok betok laut (Pomacentridae) dan ekor kuning (Caesionidae). Jenis ikan konsumsi lain : Acanthuridae, Scaridae, Labridae, Siganidae, Lutjanidae masih lebih banyak dan mudah dit emukan. Hanya s a j a ikan kepe -kepe Chaetodontidae sudah jarang ditemukan karena kondisi terumbu karang sudah menurun. Biota asosiasi yang bisa ditemukan antara lain: bulu babi (Diadema sitosum), kima (Tridacna) bintang mahkota duri (Acanthaster plancii), dan akar bahar (Gorgonian) yang hidup pada batas terdalam terumbu karang.

Aktivitas pengelolaan sumberdaya

sunting

Pemanfaatan sumber daya alam laut merupakan kegiatan ekonomi utama warga. Usaha pemanfaatan tersebut menggunakan berbagai metode. Nelayan pemancing (parinta', papekang) adalah nelayan yang menggunakan pancing (tali tasi dan kail) untuk menangkap ikan di laut. Para parinta' menggunakan kapal kecil (jolloro') untuk mencapai lokasi pemancingan. Untuk mencapai areal pemancingan rata-rata ditempuh selama 30 menit. Areal tempat memancing berupa taka (terumbu karang) yang banyak terdapat di sebelah barat dan sebelah selatan daya Pulau Sabaru. Beberapa taka tersebut adalah Taka Bintara, Taka Ambo' Nanna, Taka Bayangang Labbua, Taka Made, Taka Desi, Taka La'muruang, Taka Limbangang Taka' Logi'. Pada beberapa tahun lalu ketika kondisi taka-taka tersebut masih baik, hasil laut yang mereka dapatkan sangat melimpah dengan lokasi pemancingan juga tidak terlalu jauh. Namun saat ini kondisi taka tempat memancing sudah rusak. Warga menengarai bahwa penyebabnya adalah maraknya panangkapan ikan dengan menggunakan bom dan bius. Para pelaku pemboman dan pembiusan berasal dari beberapa desa sekitar, seperti Desa Balobaloang dan Desa Sailus serta nelayan dari pulau-pulau di Makassar. Ikan hasil pancingan biasanya dikeringkan lebih dahulu sebelum dijual. Pengeringan ikan ini dilakukan oleh kaum perempuan. Ikan yang sudah kering dijual kepada pengumpul. Pengumpul kemudian menjualnya ke Sumbawa, Lombok atau Makassar. Ikan tangkapan juga kadang dikonsumsi sendiri.

Pencari ikan hidup (pakedo-kedo) juga banyak terdapat di Pulau Sabaru. Pakedo-kedo merupakan pemancing berkelompok. Mereka menggunakan kapal yang berukuran relatif besar menuju ke tempat pemancingan. Ikan yang menjadi target adalah ikan yang dijual dalam keadaan hidup, seperti ikan sunu dan kerapu. Ikan diperoleh kemudian dijual kepada ponggawa/pengumpul yang juga adalah pemilik kapal. Pengumpul kemudian menjual ikan hidup tersebut ke Sumbawa, Lombok atau Bali.

Patorani adalah nelayan pengambil telur ikan torani. Mata pencaharian sebagai patorani ini relatif baru ditekuni oleh warga Pulau Sabaru. Jumlahnya pun masih sangat sedikit ( ± 3 orang). Pencarian telur ikan torani sebenarnya telah berlangsung sejak dahulu di perairan Pulau Sabaru dan sekitarnya, namun kegiatan tersebut dilakukan oleh nelayan dari Kabupaten Takalar. Hal ini patut disayangkan karena perairan Pulau Sabaru dan sekitarnya menjadi habitat ikan torani. Hal ini juga didukung oleh keberadaan pasar produk laut ikan torani yang menjanjikan. Modal usaha yang relatif besar menjadi kendala bagi warga untuk menggeluti mata pencaharian ini.

Warga Pulau Sabaru juga memanfaatkan keberadaan pohon kelapa yang banyak tumbuh di daratan pulaunya. Buah kelapa dijual kepada pembeli yang berasal dari Sumbawa dan Makassar dengan harga berkisar antara Rp 500,- dan Rp 700,-/buah. Buah kelapa juga diolah menjadi minyak kelapa oleh kaum perempuan lalu dijual dengan harga antara Rp 4.000,- dan Rp 5.000,-/botol. Batang pohon kelapa kadang-kadang digunakan sebagai bahan untuk mendirikan rumah. Produk lain dari tanaman kelapa yang diusahakan oleh warga adalah kopra yang dijual ke Sumbawa dan Lombok. Pohon pisang juga terdapat di pulau ini.

Pohon pisang ini ditanam oleh warga disekitar rumah mereka maupun di areal kebun di bagian tengah pulau. Buah pisang kadangkala dijual ke Sumbawa maupun dikonsumsi sendiri. Pemanfaatan komoditas pertanian oleh warga relatif sangat tradisional. Beberapa pengolahan tanaman kelapa menjadi produk yang lebih menguntungkan belum mereka ketahui, padahal keberadaan pohon kelapa dalam jumlah yang relatif banyak tersebut adalah sebuah sumber daya yang jika dimanfaatkan dapat memberikan keuntungan tersendiri.

Sarana dan prasarana

sunting

Sarana kesehatan yang terdapat di pulau ini terdiri atas satu unit Pustu dan Posyandu, meskipun kadangkala warga juga sering menggunakan pengobatan tradisional melalui dukun setempat, sedangkan sarana pendidikan formal terdiri atas dua unit SD Negeri. Warga yang ingin menempuh pendidikan ke jenjang lebih tinggi biasanya ke Kota Makassar, Sumbawa atau Lombok. Selain itu juga terdapat pendidikan non-formal yakni tempat pengajian anak yang dikelola warga setempat.

Air bersih didapatkan dari sumur-sumur yang mereka gali sendiri disekitar rumah tempat tinggalnya. Air tersebut mereka gunakan untuk keperluan mandi, cuci dan memasak. Air yang mereka gunakan pada musim hujan tergolong tawar dan pada musim hujan relatif payau, sedangkan kebutuhan energi listrik untuk berbagai keperluan seperti penerangan, hiburan dan lain-lain dipenuhi oleh sebuah mesin generator yang berfungsi antara pukul 17.30 dan pukul 22.00 WITA. Sarana umum lain yang tersedia di pulau ini yakni dermaga, mesjid dan jalan desa berbahan paving block.

Referensi

sunting
  1. ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 3 Oktober 2022. 

Pranala luar

sunting