Prasasti Palah

Prasasti

Prasasti Pallah adalah sebuah prasasti batu yang berada di sebelah selatan candi utama dari komplek Candi Penataran, di Desa Penataran, Nglegok, Blitar, Jawa Timur. Menilik besarnya ukuran batu prasasti, para ahli sejarawan menduga sejak semula batu tersebut memang terletak di tempat itu.

Prasasti Pallah
Prasasti Palah di Candi Penataran
Prasasti Palah peninggalan Kertajaya, dari masa Kadiri ditemukan di Nglegok, Blitar, Jawa Timur.
Bahan bakuBatu Andesit
UkuranTinggi 160 cm, Lebar atas 97 cm, Lebar bawah 82 cm, Tebal 26 cm. Lapik Tinggi 32 cm, Panjang 104 cm, Lebar 65 cm.
Dibuat1119 Saka atau 1197 Masehi
DitemukanCandi Penataran, Nglegok, Blitar, Jawa Timur, Indonesia
Lokasi sekarangIn Situ
Registrasi-

Prasasti yang ditulis menggunakan huruf Jawa Kuno tersebut berangka tahun 1119 Saka (1197 M), dibuat atas perintah Raja Kertajaya/Srengga dari Kerajaan Kaḍiri. Tulisan yang terdapat pada prasasti Palah menerangkan bahwa “menandakan Kertajaya berbahagia dengan kenyataan tidak terjadi sirnanya empat penjuru dari bencana” dari kalimat “tandhan krtajayayåhya/ri bhuktiniran tan pariksirna nikang sang hyang catur lurah hinaruhåra nika”. Rasa senangnya tersebut kemudian dia curahkan dengan perintah dibangunnya bangunan yang tertulis dalam sebuah linggapala oleh Mpu Amogeçwara atau disebut pula Mpu Talaluh. Bangunan tersebut dia fungsikan untuk menyembah Bathara Palah, seperti yang tertuang dalam prasasti tersebut yang berbunyi “sdangnira Çri Maharaja sanityangkên pratidina i sira paduka bhatara palah” yang berarti “Ketika dia Sri Maharaja senantiasa setiap hari berada di tempat Paduka Bhatara Palah”.[1]

Isi Prasasti Palah juga menyebutkan tentang peresmian sebuah tanah perdikan untuk kepentingan Sira Paduka Batara Palah, mendasari dugaan bahwa yang dimaksud dengan Palah tidak lain adalah Candi Penataran. Andaikata benar bahwa Palah adalah Candi Panataran, maka usia Candi Panataran sekurangnya telah mencapai 250 tahun dan pembangunan candi ini mengalami perjalanan panjang, yaitu dari tahun 1197, zaman Kerajaan Kediri, sampai pada tahun 1454, zaman Kerajaan Majapahit. Hampir semua bangunan yang dapat masih dapat disaksikan sekarang berasal dari masa pemerintahan raja-raja Majapahit. Barangkali bangunan-bangunan yang lebih tua (dari zaman Kediri) telah lama runtuh.[2]

Referensi

sunting