Prasasti Manjusrigrha

Prasasti Manjusrigrha (ejaan IAST: Mañjuśrīgrha, dibaca ma·nyju·syrī·grha) adalah prasasti berangka tahun 714 Syaka (792 M), tertulis dalam bahasa Melayu kuno dengan aksara Jawa Kuno.

Prasasti Manjusrigrha
Prasasti Manjusrigrha, dipajang di Studio Manjusrigrha atau Museum Pemugaran Candi Sewu di sebelah utara Candi Sewu dekat Prambanan.
Bahan bakuBatu andesite
Sistem penulisanOld Javanese script dalam bahasa Melayu Kuno dan Sanskerta
Dibuat700 Saka (778 Masehi)
DitemukanDitemukan pada tahun 1960 di candi perwara barat no. 202 (baris 4 No. 37) dari kompleks candi Budha Sewu di Kabupaten Klaten, terletak tidak jauh di utara candi Prambanan, Jawa Tengah
Lokasi sekarangStudio Manjusrigrha (Museum Pemugaran Candi Sewu), Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

Prasasti ini ditemukan pada tahun 1960, terukir di atas balok batu andesit berukuran 71 cm × 42 cm × 29 cm, di sisi kanan tangga masuk candi perwara[1] no. 202, pada sisi barat kompleks Candi Sewu, di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Candi Sewu terletak sekitar 800 meter di utara Candi Prambanan dan berada dalam satu kompleks Taman Wisata Candi Prambanan.

Prasasti ini bersifat keagamaan Buddhis.[2] Isinya memuat penyempurnaan atau perluasan prāsāda (bangunan suci agama Buddha) Wajrasana Manjusrigrha oleh seorang tokoh bernama Dang Nayaka Dirandalurawa. Ia mempersembahkannya bagi Śri Nareswara, yang telah menjelma ke alam kedewataan.

Alih Aksara

sunting

1. // Śri swasti śakawarsātīta 714 kārttika māsa caturddaśi śuklapaksa śukra

2. wāra wās pon tatkālānda daŋ nāyaka di raaanada lūrawaŋ nāmanda mawrddhi diŋ

3. wajrāsana mañjuśrīgrha nāmāñan prāsāda tlas si(d)a maŋdrsti mañamwah

4. si(d)a di daŋ hyaŋ daśadiśa w(d)ita yaŋ pranidhānanda naras samanta (p)untārā(-) // pha

5. lāŋku marmangap punya di janmeni paratra lai kalpawrksa muah āku (d)iŋ

6. jagat sacarācarā sarwwasatwopajīwyaku sarwwasatweka nāya

7. (k)a sarwwasatwa paritrāt sarwwasatweka wāndha(w)a // pranidhini mahā

8. tyanta śraddhāwega samudgata mañjuśrīgrha samumbh(r)ta sarwwa śrī sula

9. wājana // prāsādeni kumangap ya punyānda śrī nareśwara iha janma para

10. trāŋku jānan sārak danan si(d)a // ini janma kuminta ya nissāraka

11. dali(b)iga ājñā naarendra sāna prstŋ (…) (…) di (ŋ) jagat traya // ājñā

12. nda kujunjuŋ nitya diŋ jameni paratra lai baraŋ kāryya mahābhāra

13. āku mūah susārathi // swā(m)ikaryya(ka) daksāku sāmiwitta

14. ku parñama(n) swāmibhakti dr(d)abhedya phalabhukti ānindita //

15. phala punya kubhukti ya dari ājña nareśwara diŋ janmaga

16. ticakreni swāmi mūah parāyana

Terjemahan isi

sunting

Prasasti ini terdiri atas 16 baris. Berikut terjemahan sementara oleh Kusen:

"Pada tahun 714 Saka, bulan Karttika tanggal 14 Paruh Terang, Jumat, Nas, Pon, Dang Nayaka Dirandalurawa menyempurnakan prasada bernama Wajrasana Manjusrigrha. Puaslah hati mereka yang ikut bergotong-royong. Setelah Dang Hyang Dasadisa selesai diwujudkan dalam usaha mulia tersebut. Orang dari segala penjuru berdatangan untuk mengagumi persembahan (bangunan) dari orang-orang yang telah meninggal dan berkorban. Dari segala penjuru orang-orang hadir. Semua makhluk hidup, semua penduduk kanayakan, semua makhluk yang terlindung, dan semua penduduk desa-desa yang ikut dalam usaha mulia tersebut terlihat sangat senang dengan cepat selesainya Manjusrigrha bangunan yang berpuncak serba indah. Prasada ini merupakan persembahan mulia Srinareswara yang telah menjelma ke alam kedewaan. Orang-orang yang hina terlunta-lunta dengan budak yang bodoh lagi gelisah, tak berdaya mengerti maksud perintah Narendra sebagai sarana (?) dunia. Perintahnya kujunjung terus sampai mati, demikian pula apapun karyanya yang terlihat olehku sebagai kusir yang baik. Kepandaian, karya tuanku, pikiran tuanku yang menyejukkan, perhatian tuan yang teguh tak tergoyahkan merupakan makanan yang tak ternoda. Buah perbuatan mulia yang kuperoleh dari perintah Nareswara kepada manusia dan juga dari perlindungan tuan adalah keutamaan".

Penafsiran isi

sunting

Prasasti ini menerangkan mengenai perbaikan dan penyempurnaan bangunan suci agama Buddha (prasada) Wajrasana yang menyimpan arca Manjusri. Hal ini jelas menunjukkan pengaruh aliran Buddha TantrayanaVajrayana. Candi yang dipersembahkan untuk Manjusri ini tak lain adalah Candi Sewu.[butuh rujukan]

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Candi perwara adalah candi pengawal berukuran lebih kecil dari candi utama.
  2. ^ Rahardjo, Supratikno (2011). Peradaban Jawa: Dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir, cet. 2, hlm. 475. Komunitas Bambu, Jakarta.