Pompa biotik adalah sebuah konsep teoritis yang berusaha menjelaskan bagaimana keterkaitan antara hutan dan unsur biotik lain di dalamnya, dapat mempengaruhi siklus air (hidrologi) dengan cara kerja yang sama dengan evaporasi di lautan.[1] Proses penguapan air dari dalam tumbuhan dan unsur biotik tersebut dapat dinamakan dengan istilah transpirasi. Hutan yang dimaksud disini, terkhususnya hutan hujan tropis, memiliki andil besar dalam mengendalikan angin yang datang dari laut dengan membawa sejumlah besar kandungan uap air hasil evaporasi, agar ditarik masuk lebih jauh ke dalam daratan.[2]

Ilustrasi yang menyajikan proses pompa biotik secara visual

Mekanisme

sunting

Pada teori pompa biotik mekanismenya dapat dijelaskan sebagai berikut, keberadaan hutan di daratan memiliki korelasi terhadap angin laut. Jika terdapat hutan dalam jumlah cukup di daratan, hutan dapat mengundang dan mengontrol angin untuk bertiup dari laut ke daratan. Angin akan bergerak dari daerah yang memiliki tekanan udara tinggi (suhu rendah) menuju area bertekanan udara rendah (suhu tinggi). Tekanan udara sangat bergantung pada jumlah molekul gas di udara. Hutan mempermudah proses kondensasi uap air menjadi embun. Lebih banyak uap air yang terkondensasi (benda gas menjadi cair), maka semakin sedikit pula jumlah molekul udara sehingga tekanan udara berkurang.[3]

Uap air pada atmosfer bumi memiliki sifat fisik tidak stabil terhadap kondensasi. Artinya, jika volume udara mengandung banyak uap air, banyak uap yang terdorong ke atas, udara akan mendingin sehingga kondensasi akan terjadi lebih banyak. Karena ketidakstabilan ini, saat terdapat uap air dalam jumlah cukup di udara atmosfer yang lebih hangat, kondensasi akan terjadi lebih banyak.

Dedaunan pada tumbuhan memiliki andil yang cukup besar dalam menyumbang jumlah uap air di udara. Penguapan air dari dedaunan akan memperkaya atmoster dengan uap air, dibandingkan penguapan air dari permukaan air dan perairan terbuka seperti laut. Konsekuensinya, kondensasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadi di atas hutan daripada di atas lautan. Dibandingkan lautan, hutan akan menjadi zona bertekanan rendah yang akan mengundang angin lembap. Dalam satu siklus penuh, kemudian udara yang memiliki kelembaban tinggi karena mengandung uap air, akan terkondensasi menjadi embun, yang kemudian terkumpul kembali ke lautan dalam wujud aliran sungai yang melewati hutan.

Pengembangan teori

sunting
 
Hutan hujan tropis yang ada di negara Sri Lanka

Dalam sudut pandang ilmiah dari para akademisi, teori pompa biotik ini merupakan sebuah gagasan yang menguji pemahaman konvensional tentang pergerakan angin dalam ilmu pengetahuan (sains). Jika pemahaman konvensional orang kebanyakan dan para civitas academica dalam memahami angin sebagai udara yang bergerak hanya karena dipengaruhi perbedaan tekanan udara di atmosfer (penjelasan fisika), maka seorang saintis asal Rusia bernama Anastassia Makarieva mengklaim bahwa apa yang dipahami secara konvensional tersebut belum mampu sepenuhnya menjelaskan pergerakan angin secara menyeluruh, ada aspek yang luput dari perhatian kita selama ini, yakni biologi.[4]

Teori ini telah menyebabkan pergeseran paradigma dalam perspektif memahami siklus air dan iklim (rumpun ilmu bumi/geologi). Yang benar saja, teori ini menghadapi banyak kritik dan sanggahan dari saintis iklim mainstream.[5] Tetapi Fred Pearce, salah seorang saintis dan penulis asal Inggris yang berbasis di London mengatakan jika penolakan dari warga akademisi luas ini ada kaitannya dengan sentimen budaya (aspek sosio-kultur) dan politik “ Sains, sebagaimana yang saya kenal selama 40 tahun pelaporannya, secara mengejutkan bisa bersifat kesukuan (kecenderungan untuk melakukan sikap diskriminatif). Makarieva dan Gorshkov adalah orang luar, fisikawan teoritis di bidang ilmu iklim, orang Rusia di sebuah bidang yang didominasi ilmuwan Barat, dan, dalam kasus Makarieva, ia juga seorang perempuan”.[4]

Diperkirakan wilayah-wilayah yang disinyalir pasti (hanya saja data rinci mengenainya tidak dapat diketahui) menjadi pusat daur kelembapan/terrestrial moisture recycling hubs antara lain seperti lembah Amazon, hutan hujan Kongo, Asia Selatan hingga Kepulauan Indonesia. Terkhususnya lembah Amazon, dimana proses hidrologi daur airnya masih belum dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan secara komprehensif/menyeluruh, yang menjadi angin segar bagi kebenaran teori pompa biotik ini. Selain daripada itu, teori pompa biotik dapat membantu menjelaskan beberapa fenomena alam lainnya yang terjadi di banyak belahan dunia, seperti membantu menjelaskan alasan mengapa hutan hujan di Amazon dan Kongo mampu mempertahankan curah hujan yang tinggi meskipun terdapat daerah lain disekitarnya yang semakin jauh masuk ke dalam daratan, semakin gersang serta minim curah hujan.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ Wernick, Adam (22 November 2019). "Rainforests are 'worth more alive than dead,' according to science — and economics". The World. Diakses tanggal 16 September 2023. 
  2. ^ Pearce, Fred (18 Juni 2020). "A controversial russian theory claims forests don't just make rain - they make wind". Science.org. Diakses tanggal 16 September 2023. 
  3. ^ S.Pd, sereliciouz, Cecep Saeful Mukti (2019-08-27). "Teori Kinetik Gas - Fisika Kelas 11". Quipper Blog. Diakses tanggal 2023-09-16. 
  4. ^ a b Fred, Pearce (2021). A trillion trees : how we can reforest our world. London: Granta Books. hlm. 62–63. ISBN 9781783786916. 
  5. ^ "What Is Climate Science". American Chemical Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-16. 
  6. ^ Sheil, Douglas (2018-03-20). "Forests, atmospheric water and an uncertain future: the new biology of the global water cycle". Forest Ecosystems. 5 (1): 19. doi:10.1186/s40663-018-0138-y. ISSN 2197-5620.