Pesantren modern

Jenjang Pendidikan di Indonesia

Pondok Pesantren Modern, atau Pesantren Modern atau biasa juga disebut dengan istilah khalafiyah, 'ashriyah atau al-haditsiyyah, merupakan kebalikan daripada pesantren salaf (salafiyah). Tidak ada definisi dan kriteria pasti tentang pondok pesantren sebagai syarat untuk bisa disebut pesantren modern.[butuh rujukan]

Ciri Khas Pesantren Modern sunting

Meskipun tidak ada kriteria yang pasti, tetapi beberapa unsur yang menjadi ciri khas pondok pesantren modern adalah sebagai berikut:

  • Penekanan pada bahasa asing Arab dan Inggris dalam percakapan.
  • Memiliki sekolah formal dibawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag dari SD/MI MTS/SMP MA/SMA maupun sekolah tinggi.
  • Penguasaan atau porsi terhadap kitab kuning kurang
  • Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan.
  • Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (bukan klasik/kitab kuning)
  • Secara administratif mirip seperti administrasi sekolah formal, misalnya pendaftaran dengan sistem seleksi sehingga tidak semua calon santri diterima, biaya masuk umumnya lebih tinggi dari pesantren salaf, dan lain sebagainya.
  • Dari sisi kualitas keilmuan: berbahasa Arab percakapan lancar tapi kurang dalam kemampuan penguasaan literatur kitab kuning karya para ulama salaf dan gramatika bahasa Arab, serta penguasan terhadap disiplin ilmu keislaman (tafsir, ilmu hadits, fiqih, ushul fiqh dan lain sebagainya) kurang dibanding pesantren salaf.

Kombinasi Salaf Modern sunting

Kriteria-kriteria di atas belum tentu terpenuhi semua pada sebuah pesantren yang mengklaim modern. Bahkan tidak semua pesantren yang menggunakan istilah "modern" menjadi modern seperti sistem Gontor. Banyak pula yang mengambil jalan tengah dengan mengombinasikan dua sistem yang berbeda yaitu sistem salaf dan modern sekaligus.[butuh rujukan]

Ada pesantren yang sejak didirikan sudah menjadi pesantren modern, tetapi ada pula pesantren yang dulunya salaf murni yang beradaptasi dengan perkembangan zaman, kemudian mengkombinasikannya dengan sistem modern dalam arti ada pendidikan formal dan sistem pembelajaran bahasa Arab atau Inggris aktif di samping pendidikan kitab kuning.

Beberapa pesantren kombinasi ini ada yang berhasil tetap mempertahankan sistem salafnya yakni kemampuan membaca kitab kuning, tetapi tidak sedikit yang tergerus dengan sistem modernnya di mana santri hanya bisa berbicara bahasa Arab, tetapi penguasaan terhadap kitab kuning kurang.[butuh rujukan]

Berikut beberapa salaf yang kemudian beradabsi dengan perkembangan zaman:

Pelopor Pesantren Modern dan Kritikan Terhadapnya sunting

Istilah pondok pesantren modern pertama kali di perkenalkan oleh Pondok Modern Gontor Darussalam Ponorogo yang dilanjutkan pesantren alumninya yaitu Pesantren Al Mukmin Ngruki Solo. Istilah modern dalam istilah Gontor berkonotasi pada nilai-nilai kemodernan yang positif seperti disiplin, rapi, tepat waktu, kerja keras. Termasuk nilai modern yang bersifat fisikal yang tergambar dalam cara berpakaian santri Gontor dengan simbol dasi, jas, dan rambut pendek ala militer. Istilah itu kemudian diduplikasi di pesantren lain, khususnya pesantren yang baru-baru berkembang dengan menambahkan istilah "modern".

Meksipun Pondok Modern Gontor disebut sebagai pelopor pesantren modern, tetapi tidak semua pesantren modern meniru Gontor 100%. Namun demikian, Gontor inilah yang secara sistematis dan bertahap memperkenalkan suatu sistem baru bagi dunia pesantren sehingga dengan reformasi sistem ini maka pesantren tidak hanya disukai oleh kalangan masyarakat pedesaan tapi juga mulai menarik masyarakat urban/perkotaan untuk menyekolahkan dan mengirimkan anaknya untuk dididik di pesantren.

Sistem yang diberlakukan pesantren modern membuat masyarakat yang selama ini agak sinis menjadi bangga dengan pesantren. Karena kemodernan yang di tonjolkan tidak hanya sekadar jargon dan simbol-simbol belaka, tapi juga mencakup implementasi dari nilai-nilai modern yang hakiki dan islami. Namun sistem pondok modern bukan tanpa kritik. Salah satu kritik yang di dengungkan adalah lemahnya santri modern pada penguasaan kitab kuning klasik (kutub at-turats). Dan terlalu terfokus pada penguasaan bahasa Arab modern dan "ringan".[1]

Oleh karena itu, banyak pesantren yang tidak langsung meniru bulat-bulat sistem ini tetapi mengombinasikannya dengan sistem salaf dan sistem pendidikan lain yang sebelumnya hanya di luar pesantren seperti pendidikan formal, dan lain-lain.

Contoh Pesantren Modern sunting

Beberapa pesantren yang menggunakan istilah "modern":

Pranala luar sunting

  1. ^ Rianti, Emy (2016). Personal Higiene dalam Perspektif Islam (PDF). Tangerang: Cinta Buku Media. hlm. 6. ISBN 978-602-6902-47-4.