Peristiwa Gedoran Depok

peristiwa melawan penjajah di Indonesia

Peristiwa Gedoran Depok[1] adalah sebuah peristiwa huru-hara bersejarah pra-kemerdekaan Indonesia yang terjadi di Kota Depok, Jawa Barat. Pada 28 Juni 1714, Kota Depok dikuasai oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan berbentuk republik gemeente yaitu Gemeente Bestuur Depok, terpisah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal itu membuat para pejuang kemerdekaan dan Tentara Keamanan Rakyat ingin merebut Depok dari tangan NICA, yang pada saat itu jarak Depok hanya beberapa kilometer saja dari DKI Jakarta.

Sejarah

sunting

Peristiwa terjadinya Gedoran Depok tak lepas dari sejarah awal berdirinya Depok oleh Cornelis Chastelein[2] saudagar VOC generasi awal yang memerdekakan orang Depok. Sejak itulah Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah, yang kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri, lepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar.[3] Cornelis Chastelein mewariskan seluruh tanahnya kepada 12 marga budaknya yang berasal dari berbagai suku di Indonesia dan memerdekakan mereka dalam wasiat yang dibuatnya sebelum meninggal. Meski bermuka pribumi dan berkulit coklat, 12 marga dan keturunan mereka bergaya hidup seperti orang Eropa, buah didikan sang tuan. Mereka inilah yang disebut sebagai Belanda Depok. Sehari-hari mereka menggunakan bahasa Belanda.

Sejarah juga menyebut, Depok sudah lebih dulu merdeka sejak 28 Juni 1714. Mereka punya tatanan pemerintahan sendiri yakni Gemeente Bestuur Depok yang bercorak republik. Pimpinannya seorang presiden yang dipilih tiga tahun sekali melalui pemilihan umum. Pemerintah Belanda di Batavia menyetujui pemerintahan Chastelein ini dan menjadikannya sebagai kepala negara Depok yang pertama. Tak ayal jika mereka enggan bergabung dengan republik baru bernama Indonesia. Mengingat mereka sudah merdeka dan sudah punya presiden sendiri sebelum proklamasi 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta.[4]

Karena Depok tidak mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia, akibatnya wilayah yang berjarak hanya beberapa kilometer dari Jakarta diserbu para pejuang kemerdekaan. Depok dikepung dari seluruh penjuru mata angin. Depok dijarah takluk di bawah todongan senjata, orang Depok dipaksa mengibarkan bendera merah putih dan teriak merdeka. Siapapun yang membangkang kena hantam, tak sedikit korban berjatuhan.[5] Huru-hara yang meletus pada tanggal 11 Oktober 1945 itu dikenal dengan Peristiwa Gedoran Depok untuk merebut Depok dari penjajah oleh para pejuang kemerdekaan. Namun tak berlangsung lama, Nederlandsch Indische Civiele Administratie (NICA) kembali menguasai Depok. Pasukan NICA yang datang membonceng sekutu menyerbu Depok untuk membebaskan orang Depok yang ditawan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pejuang berhasil dipukul mundur. Tawanan wanita dan anak-anak Depok dibebaskan, dibawa ke kampung pengungsian di Kedunghalang, Bogor.[6]

Semenjak itu, kantor Gemeente Bestuur Depok yang tadinya dijadikan markas TKR berubah menjadi markas NICA. Memasuki bulan November, para pejuang yang tercerai-berai kembali menjalin koordinasi dan menyusun kekuatan. Mereka berencana merebut kembali Depok dari tangan NICA. Para pejuang bersepakat menyerbu Depok tanggal 16 November 1945. Sandi perangnya saat itu serangan kilat.[7] Pada saat itulah Margonda berencana kembali merebut Depok bersama para pejuang lain. Diantara ratusan pejuang yang gugur hari itu, terdapat Margonda, pimpinan tentara Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI). Margonda gugur 16 November 1945 di Kali Bata Depok. Daerah bersungai di kawasan Pancoran Mas dan bermuara di Kali Ciliwung itu menjadi saksi gugurnya Margonda.

Peristiwa Gedoran Depok ini sering disebut sebagai revolusi sosial di pinggiran Jakarta. Melalui peristiwa inilah lahir tokoh-tokoh, seperti Margonda, Tole Iskandar, dan Mochtar. Nama pejuang itu kini diabadikan sebagai nama jalan utama di Kota Depok.[8]

Referensi

sunting
  1. ^ Matanasi, Petrik. "Sejarah Gedoran Depok dan Kekacauan Orang Indonesia dalam Revolusi". tirto.id. Diakses tanggal 2022-11-26. 
  2. ^ Ahsan, Ivan Aulia. "Cornelis Chastelein, Tuan Tanah Baik Hati yang Membuka Kota Depok". tirto.id. Diakses tanggal 2022-11-26. 
  3. ^ Hari Ini 67 Tahun Lalu: Gedoran Depok Diarsipkan 2014-05-21 di Wayback Machine. beritagar.com, Diakses 11 oktober 2012
  4. ^ Tentang.Revolusi.Sosial Gedoran Depokl megapolitan.kompas.com, Diakses 8 Nopember 2011
  5. ^ Peristiwa Gedoran Depok Diarsipkan 2014-05-20 di Wayback Machine. sikumbangtenabang.com,Diakses 25 Februari 2014
  6. ^ Gedoran Depok: Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955 Diarsipkan 2014-05-20 di Wayback Machine. inibuku.com
  7. ^ Cerita Sebuah Gerbang Kota Bernama Margonda Diarsipkan 2014-04-27 di Wayback Machine. tokoh-lingkarberita.com
  8. ^ Sejarah Jalan Margonda Diarsipkan 2014-05-21 di Wayback Machine. roniwijaya.com,Diakses 31 Maret 2012

Edi Laksono

Pranala luar

sunting