Perburuan paus

(Dialihkan dari Perburuan ikan paus)

Perburuan paus (Inggris: Whaling) adalah sebuah kegiatan memburu ikan paus untuk memperoleh produk yang dapat dimanfaatkan manusia seperti daging, minyak, dan lemak paus. Kegiatan ini diperkirakan telah dilakukan sejak tahun 3000 SM. Beberapa masyarakat pesisir memiliki sejarah yang panjang tentang kegiatan ini sebagai mata pencaharian dan memanen daging paus yang diburu. Industri penangkapan paus muncul dengan armada yang terorganisir pada abad ke-17; industri penangkapan ikan nasional yang kompetitif pada abad ke-18 dan 19; dan pengenalan kapal pabrik beserta konsep penangkapan paus pada paruh pertama abad ke-20. Pada akhir 1930-an, lebih dari 50.000 paus dibunuh setiap tahunnya. Pada tahun 1986, Komisi Perpausan Internasional (International Whaling Commission) melarang penangkapan paus komersial akibat penurunan ketersediaan paus yang ekstrem.

Deretan paus yang mati oleh perburuan paus kepulauan Faroe.

Di masa sekarang, perburuan paus menjadi perdebatanyang sengit. Negara-negara yang pro terhadap perburuan paus, terutama Jepang, Norwegia, dan Islandia, ingin mencabut larangan berburu paus jenis tertentu. Negara-negara yang anti terhadap perburuan paus dan kelompok lingkungan hidup menentang pencabutan larangan tersebut.

Sejarah

sunting

Artikel Utama: Sejarah Perburuan Paus

Perburuan paus dimulai pada zaman pra-sejarah dan pada awalnya hanya terbatas pada perairan pantai. Awal perburuan paus secara luas mempengaruhi perkembangan budaya secara signifikan - seperti Norwegia dan Jepang. Orang-orang Basque adalah yang pertama menangkap paus secara komersial, dan mendominasi perdagangan selama lima abad, menyebar ke ujung-ujung Atlantik Utara dan bahkan mencapai Atlantik Selatan. Meskipun metode berburu dan mengumpulkan ala prasejarah pada umumnya dianggap memiliki dampak ekologis yang kecil, awal perburuan paus di Kutub Utara mungkin telah mengubah ekologi air tawar. Perkembangan teknik perburuan paus modern pada abad ke-19 dipicu oleh meningkatnya permintaan akan minyak paus, kadang dikenal sebagai "Train Oils" dan pada abad ke-20 dipicu oleh permintaan akan margarin dan produk daging awetan.

Penggambaran tentang perburuan paus paling awal ditemukan di Korea pada situs zaman Neolitikum Bangudae, yang diperkirakan berasal dari tahun 6000 SM. Bangudae adalah bukti paling awal tentang perburuan paus pada zaman pra-sejarah.

Pemodernan

sunting

Pada saat ini, penggunaan minyak paus hanya sedikit dan perburuan paus komersial modern hanya dilakukan untuk kepentingan konsumsi. Penggunaan produk paus agak terbalik sejak awal, lemak paus yang seharusnya menjadi produk industri utama, tetapi hanya menjadi produk industri murah seperti pakan ternak atau sebagai tambahan bahan bakar untuk kapal penangkap paus di Islandia. Sebaliknya, daging paus menjadi produk utama untuk dijual. Spesies utama yang diburu adalah paus minke biasa dan paus minke antartika, dua dari spesies paus balin yang berukuran paling kecil. Survei ilmiah baru-baru ini memperkirakan populasi paus sebanyak 103.000 ekor di bagian timur laut perairan Atlantik. Sehubungan dengan hasil survei ilmiah mengenai jumlah populasi paus minke Antartika ini, pada bulan Januari 2010, IWC menyatakan bahwa pada saat ini mereka tidak dapat memberikan perkiraan yang tepat mengenai jumlah populasinya dan peninjauan lebih lanjut sedang dilakukan oleh Komite Ilmiah dari IWC.

Kerja sama internasional mengenai peraturan penangkapan paus dimulai pada tahun 1931 dan berujung pada penandatanganan Konvensi Internasional untuk Peraturan Perburuan Ikan Paus pada tahun 1946. Tujuannya adalah untuk memastikan kelestarian spesies paus dalam jumlah yang aman dari kepunahan. Dengan demikian, akan berdampak baik untuk perkembangan industri penangkapan paus secara berkelanjutan.

Komisi Perpausan Internasional

sunting

Komisi Perpausan Internasional (International Whaling Commission - IWC) dibentuk di bawah ICRW adalah yang mengatur dan menentukan kuota perburuan dan hal-hal yang berkaitan lainnya yang mengacu pada temuan-temuan Komite Ilmiahnya. Negara-negara non-anggota yang tidak terikat oleh peraturan IWC memiliki sistem pengelolaan mereka sendiri.

IWC mengadakan voting pada tanggal 23 Juli 1982, untuk menetapkan moratorium penangkapan paus komersial yang dimulai pada musim 1985-86. Sejak tahun 1992, Komite Ilmiah IWC meminta agar diizinkan untuk memberikan usulan untuk kuota perburuan beberapa jenis paus, tetapi sejauh ini ditolak oleh Komite Pleno.

Pada pertemuan Komisi Perpausan Internasional tahun 2010 di Maroko, perwakilan dari 88 negara anggota membahas apakah akan mencabut larangan penangkapan ikan komersial yang telah berlangsung selama 24 tahun tersebut atau tidak. Jepang, Norwegia dan Islandia telah mendesak organisasi tersebut untuk mencabut larangan tersebut. Sebuah koalisi anti-perburuan paus menawarkan rencana kerjasama yang memungkinkan negara-negara ini untuk melanjutkan perburuan paus, tetapi dengan jumlah tangkapan yang lebih kecil dan di bawah pengawasan yang ketat. Rencananya, mereka juga akan sepenuhnya melarang penangkapan paus di samudra bagian Selatan. Lebih dari 200 ilmuwan dan para ahli menentang usulan kerjasama tersebut. Mereka juga menentang pencabutan larangan perburuan paus di Samudera bagian Selatan, yang dinyatakan sebagai tempat perlindungan paus pada tahun 1994. Para penentang rencana kerjasama ini ingin mengakhiri penangkapan paus secara komersial, tetapi bersedia untuk memberikan izin penangkapan paus sebagai nafkah bagi masyarakat lokal.

Perdebatan

sunting

Elemen pokok perdebatan tentang penangkapan paus meliputi kelangsungan spesies, kepemilikan, kedaulatan negara, kecerdasan spesies cetacea, risiko kesehatan, pengambilan sampel untuk menetapkan kuota tangkapan, usaha pengendalian paus terhadap jumlah persediaan, dan penurunan jumlah populasi beberapa spesies paus secara drastis yang diambang kepunahan.

Kelangsungan Spesies Cetacea

sunting

WWF mengatakan bahwa 90% Paus Sikat Atlantik Utara terbunuh oleh aktivitas manusia yang diakibatkan oleh tabrakan kapal. Organisasi ini telah menyerukan larangan pelayaran dan penangkapan ikan di daerah-daerah tertentu. Polusi suara menjadi ancaman bagi keberadaan spesies paus. Kapal besar dan perahu bermotor menghasilkan suara yang sangat bising dengan rentang frekuensi yang cukup mengganggu bagi paus. Penangkapan yang tidak disengaja (bycatch) juga membunuh lebih banyak hewan daripada aktivitas perburuan itu sendiri. Beberapa ilmuwan meyakini polusi suara adalah faktor utamanya.

Sejak penetapan moratorium oleh IWC, terjadi beberapa kasus penangkapan paus ilegal oleh negara-negara anggota IWC. Pada tahun 1994, IWC melaporkan bukti dari pengujian genetik daging dan lemak paus yang dijual di pasar terbuka di Jepang pada tahun 1993. Selain paus minke yang legal secara hukum untuk ditangkap, analisis menunjukkan bahwa sampel jaringan 10-25% berasal dari non minke, paus baleen, yang tidak diizinkan untuk ditangkap berdasarkan peraturan IWC. Penelitian lebih lanjut pada tahun 1995 dan 1996 menunjukkan penurunan jumlah yang signifikan bagi paus baleen non-minke menjadi 2,5%. Dalam sebuah makalah, secara terpisah Baker menyatakan bahwa banyak dari hewan-hewan ini menjadi gambaran bagaimana mereka tertangkap secara tidak sengaja oleh jebakan nelayan. Ia juga menyatakan bahwa pemantauan DNA daging paus diperlukan untuk melacak produk-produk dari paus secara memadai.

Pada tahun 1994 terungkap bahwa Uni Soviet telah menghitung secara sistematis hasil tangkapannya. Misalnya, dari tahun 1948 sampai 1973, Uni Soviet menangkap 48.477 paus bungkuk, tetapi yang dilaporkan secara resmi ke IWC hanya 2.710. Atas dasar informasi ini, IWC menyatakan bahwa mereka harus menulis ulang angka tangkapannya selama empat puluh tahun terakhir. Menurut Ray Gambell, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris IWC, organisasi telah meningkatkan kewaspadaannya dengan eks Uni Soviet, tetapi hal tersebut tidak ditindak lebih lanjut karena tidak berpotensi mengancam kedaulatan negara.

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting