Pembicaraan:Medang

Komentar terbaru: 4 bulan yang lalu oleh InternetArchiveBot pada topik External links found that need fixing (November 2023)
ProyekWiki Indonesia (Dinilai kelas C, High)
Ikon ProyekWiki
Artikel ini berada dalam lingkup ProyekWiki Indonesia, sebuah kolaborasi untuk meningkatkan kualitas Indonesia dan topik yang berkaitan dengan Indonesia di Wikipedia. Jika Anda ingin berpartisipasi, silakan kunjungi halaman proyek, dan Anda dapat berdiskusi dan melihat tugas yang tersedia.
 C  Artikel ini telah dinilai sebagai kelas C pada skala kualitas proyek.
 Tinggi 
Penting
 

Landasan sunting

Saya tidak tahu landasan dari pencantuman kerajaan medang ini. Setahu saya dari beberapa literatur, nama Medang merupakan nama ibukota dari Mataram kuno, dan sud digunakan sebelum kekuasaan Pu Sindok. Di prasasti canggal, hal itu termaktub, di mana prasastinya sudah ada di awal dinasti Sanjaya.– komentar tanpa tanda tangan oleh 202.165.40.50 (bk).

Nama Medang populer dalam peristiwa Pralaya Medang (1006), yakni serbuan sekutu Sriwijaya di ibukota Dinasti Isyana. Hmm.., jadi kalau nama Medang telah ada pada era Mataram di Jawa Tengah, apa donk nama Kerajaan Medang seharusnya? Apakah tetap bernama Mataram? Menurut buku Memories of Majapahit, ibukota kerajaan ini berada di Watugaluh, tepi Sungai Brantas. wic2020bicara 02:32, 11 Mei 2006 (UTC)

Saya punya beberapa pertanyaan terhadap isi artikel ini:

  • Artikel ini merujuk ke sumber pustaka mana? Apakah yang disebut di atas (Memories of Majapahit)?
  • Setahu saya, Carita Parahyangan dibuat pada abad ke-15, sedangkan dalam artikel ini disebutkan abad ke-10.

Trims. kandar 00:16, 12 Mei 2006 (UTC)

Mungkin nama Medang yang Anda maksudkan adalah Medang di Jawa Barat. Sedang di Medang di Jawa Timur adalah abad ke-10 (tahun 947 M, yakni ketika Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan Mataram ke Jatim). Memang Memories of Majapahit tidak secara eksplisit menyebut "Medang". Kebetulan tempat tinggal saya berada di dekat eks-pusat kerajaan Medang:=) dan mungkin ini bisa menjadi rujukan: [1], [2], atau [3].

wic2020bicara 03:43, 12 Mei 2006 (UTC)

Dari beberapa pustaka yang sembat saya baca, kata medang acap disebut sebelum menyebut mataram. Biasanya berstruktur i medang i bhumi mataram. Kata ini diartikan secara literal sebagai di medang di negara mataram. beberapa prasasti masa jawa tengah sekalipun menggunakan kata itu, di mana sebelumnya suka diberi imbuhan suatu daerah yang berbeda-beda (misalnya pohpitu atau watukura). Beberapa pakar arkeologis sepakat Medang diartikan sebagai nama ibu kota (bukan nama kerajaan). Nama kerajaan dan nama Medang tetap, akan tetapi ibukotanya berubah (pohpitu, misalnya). Biasanya masa pemerintahan Mpu Sindok-Airlangga dikategorikan dalam masa Tawlang-Kahuripan. Penjelasan tentang hal ini tercantum dalam beberapa buku arkeologi. Buku terbaru yang bisa Anda cari adalah Peradaban Jawa Supratikno Rahardjo. Sebagai bandingan lain Anda bisa membaca di [4] dan [5] Anggorogunawan 04:51, 12 Mei 2006 (UTC)

Trims atas jawaban Anda, tapi yang saya tanyakan adalah mengenai naskah Carita Parahyangan yang menurut artikel ini ditulis pada abad ke-10. Padahal, menurut literatur yang pernah saya baca, Carita Parahyangan ini ditulis sekitar abad ke-16 (koreksi, sebelumnya saya menyebut abad ke-15). kandar 10:25, 15 Mei 2006 (UTC)

PINDAHAN DARI: PEMBICARAAN KERAJAAN MATARAM KUNO sunting

Saya setujuh dengan usul menggabung dua artikelnya.--Sepa 08:20, 19 Agustus 2006 (UTC)

Saya juga setuju. Kedua artikel ini membicarakah kerajaan yang sama.202.155.90.42 15:35, 10 September 2006 (UTC)

Saya setuju juga. Kemungkinan karena ada sedikit rasa sungkan untuk mengeditnya sehingga menjadi double.202.169.231.213 03:30, 10 Februari 2007 (UTC)

Saya mengusulkan agar "Kerajaan Mataram Kuno" adalah nama yang dipilih untuk artikel gabungannya, sebab lebih ringkas daripada "Kerajaan Mataram (Mataram Kuno)". Salam, Naval Scene 04:38, 10 Februari 2007 (UTC)

Saya tidak sependapat dengan judulnya (apabila pendiri Mataram masih hidup, pasti tidak rela nama "Mataram" diubah menjadi "Mataram Kuno" dan kemungkinan kita akan dibunuh karena merubah nama Mataram). "Kerajaan Mataram Kuno" memang ringkas tetapi tidak benar. Orang asing akan mengira nama kerajaan ini adalah "Mataram Kuno". Padahal kata "Kuno" itu bukanlah sebuah nama, melainkan pemberian generasi-generasi selanjutnya. Kelak anak-cucu kita juga akan mengira bahwa nama kerajaan ini adalah "Mataram Kuno" dan akan berbias pada hal lain seperti Sriwijaya Kuno, Majapahit Kuno, Indonesia Kuno, Indonesia Baru dsb. Bagi segelintir orang, kata "Kuno" juga memiliki bias negatif. Jadi harapan saya jangan melakukan 'korupsi sejarah' demi memprioritaskan sebuah kata yang ringkas. Salam. 202.169.231.213 19:25, 12 Februari 2007 (UTC)

Kalau "Kerajaan Bhumi Mataram" bagaimana? Lihat ini. •• ivanlanin 19:35, 12 Februari 2007 (UTC)

Bukan. "Bhumi Mataram" adalah julukan terhadap kerajaan ini. Suatu bahasa yang bersifat propagandisme dan nasionalisme, yang sama artinya dengan Tanah Mataram, Bumi Mataram, atau Daratan Mataram. Sama halnya dengan Indonesia yang mendapat julukan dengan Tanah Air Indonesia, Tumpah Darah Indonesia, Bumi Nusantara. Sedangkan nama aslinya tetap "Indonesia" bukan "Indonesia Baru" (dalam kasus ini adalah "Mataram"). 202.169.231.213 19:55, 12 Februari 2007 (UTC)

Bisa beri rujukan mengenai "tidak boleh memberi nama Mataram Kuno atau Kuna?", karena banyak sekali historiografi yang saya coba cari di google yang menggunakan nama ini. Thx. •• ivanlanin 20:08, 12 Februari 2007 (UTC) Ini beberapa rujukan penggunaan nama "Mataram Kuno":

Maksud saya begini, cukup dituliskan di badan artikel saja, bahwa nama sebenarnya adalah hanya Mataram dan bahwa penambahan Kuno atau Kuna atau Lama hanya untuk membedakan dengan Kesultanan Mataram (Baru). Toh cukup banyak historiografi yang cukup tepercaya yang menggunakan istilah ini. Kecuali jika mereka semua salah, tentu saja. Thx. •• ivanlanin 20:28, 12 Februari 2007 (UTC)

Terbalik, justru tidak ada prasasti yang menyebutkan "Mataram Kuno". 202.169.231.213 23:48, 12 Februari 2007 (UTC)
Mataram = Mataram. Baik itu versi baru maupun lama. 202.169.231.213 22:21, 12 Februari 2007 (UTC)
Mataram (Kesultanan) = Mataram (Baru) atau Mataram (II). Sehingga tidak perlu ditambah kata "(Baru)". 202.169.231.213 22:53, 12 Februari 2007 (UTC)
Diantara semua pengguna disini, tidak ada yang melarang anda seperti yang anda pikirkan itu. Kembali berfikir positif. Kita lakukan perbaikan pada hal yang sudah salah kaprah ini, demi generasi selanjutnya. 202.169.231.213 20:42, 12 Februari 2007 (UTC)

Ok. Thx. Jadi setuju kita gabung saja dengan menuliskan pada badan artikel ya? •• ivanlanin 20:38, 12 Februari 2007 (UTC)

Sama-sama. Untuk penggabungan kedua artikel ini saya setuju. Namun untuk nama dan judul yang benar saya masih menanti usul teman-teman yang lain. Saya usul pemberian kata pembeda didalam tanda kurung, seperti: Mataram (Kuno), Mataram (Baru), Mataram (I), Mataram (II) atau pemberian kata pembeda dicetak miring, seperti: Mataram Kuno, Mataram Baru. Namun saya tidak sependapat apabila judul diberi nama agama sebagai pembedanya, seperti pada Mataram (Hindu-Buddha) atau Mataram (Islam). 202.169.231.213 20:49, 12 Februari 2007 (UTC)
Bagaimana bila digunakan istilah Kerajaan Mataram untuk Mataram-nya dinasti Mpu Sidok, dan Kesultanan Mataram untuk Mataram-nya dinasti Sutawijaya? Istilahnya jadi berbeda dan pada tiap2 artikel disebutkan pula disambiguasi/referensi ke artikel lainnya.

Tentang Sanjaya sunting

Penjelasan tentang pribadi Sanjaya sepertinya tidak perlu terlalu panjang. Mungkin dapat diedit dan direferensikan ke artikel utama Sanjaya (raja) saja. Salam, Naval Scene 18:45, 17 Oktober 2007 (UTC)

Usulan tentang Judul Artikel sunting

Salam Sejahtera!

Saya mencoba kembali pada masalah seputar judul artikel ini. Saya termasuk golongan orang yang tidak setuju apabila Kerajaan Mataram periode ini disebut dengan nama Mataram Kuno, karena istilah kuno dan baru sifatnya bias. Saya juga kurang setuju apabila disebut Mataram Hindu karena sebagian anggota kerajaan ini terbukti beragama Buddha.

Istilah Mataram Kuno atau Mataram Hindu memang sangat populer dan lazim dipakai. Nama ini diperkenalkan oleh para sejarawan dan seolah diterima begitu saja oleh para guru di sekolahan untuk diajarkan kepada murid-muridnya.

Namun tidak semua sejarawan berpendapat demikian. Prof. Dr. Slamet Muljana misalnya, dalam buku-buku karangannya jarang memakai istilah Mataram Kuno atau Mataram Hindu. Beliau lebih suka menyebut kerajaan ini dengan nama Kerajaan Medang. Meskipun pada umumnya, Kerajaan Medang dianggap sebagai kerajaan yang didirikan oleh Mpu Sindok di Jawa Timur sebagai kelanjutan Kerajaan Mataram (Kuno) di Jawa Tengah. Padahal sebenarnya tidak demikian.

Pendapat Slamet Muljana sesuai dengan isi prasasti-prasasti yang telah ditemukan, yang ternyata menyebut nama kerajaan ini dengan nama Kerajaan Medang, antara lain:

  • Medang i Bhumi Mataram (prasasti Minto tahun 824)
  • Medang i Mamrati (prasasti Jatiningrat tahun 856)
  • Medang i Poh Pitu (prasasti Kedu tahun 907)

Apabila kita menerjemahkannya secara harfiah, maka yang akan terbaca adalah Medang di tanah Mataram, atau Medang di Mamrati, atau Medang di Poh pitu. Seolah-olah nama Medang adalah nama ibu kota, sedangkan Bhumi Mataram adalah nama kerajaannya.

Namun, apabila kita lebih cermat dalam menafsirkannya, maka yang akan terbaca adalah: Medang yang berpusat di Tanah Mataram, Medang yang berpusat di Mamrati, dan Medang yang berpusat di Poh Pitu. Dengan kata lain, Medang adalah nama kerajaan, sedangkan Mataram, Mamrati, dan Poh Pitu adalah nama ibu kota.

Selama ini Kerajaan Mataram Kuno dianggap identik dengan Jawa Tengah, sedang Kerajaan Medang dianggap identik dengan Jawa Timur. Dan pendapat ini terlanjur diajarkan di sekolah.

Padahal kenyataannya, pada zaman sekarang istilah Mataram tidak identik dengan seluruh Jawa Tengah. Mataram merupakan nama lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya, dan ini diakui sendiri oleh masyarakat Yogya pula. Raja-raja Kartasura dan Surakarta memang keturunan Mataram namun mereka tidak pernah disebut sebagai raja Mataram. Misalnya, naskah-naskah babad tidak pernah menyebut Amangkurat II sebagai raja Mataram, melainkan raja Kartasura, karena Kartasura dianggap bukan berada di wilayah Bhumi Mataram.

Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul Sriwijaya (1960) juga menyatakan kalau kota Mataram tidak sama dengan kota Mamrati. Mataram didirikan oleh Sanjaya, sedangkan Mamrati dibangun oleh Rakai Pikatan setelah menang perang melawan Balaputradewa. Mungkin akibat perang itu, kota Mataram hancur sehingga dibangun ibu kota baru di Mamrati.

Kesimpulan yang dapat diambil dari ulasan di atas ialah, Sanjaya mendirikan kerajaan Medang dengan ibu kota di Mataram. Kemudian dipindah istananya ke Mamrati oleh Rakai Pikatan. Kemudian pada pemerintahan Balitung ibu kota Medang sudah pindah lagi ke Poh Pitu.

Kemudian muncul nama kerajaan Medang i Tamwlang di Jawa Timur yang didirikan oleh Mpu Sindok, yang kemudian pindah menjadi Medang i Watugaluh. Beberapa prasasti yang dikeluarkan Mpu Sindok menyebutkan kalau Medang i Tamwlang adalah kelanjutan dari Medang i Bhumi Mataram. Mungkin, pada masa pemerintahan raja Wawa, pusat kerajaan sudah pindah dari Poh Pitu kembali ke Bhumi Mataram. Dan ini sesuai dengan dugaan mayoritas sejarawan, bahwa, kerajaan Mataram Kuno runtuh akibat letusan gunung Merapi. Seperti kita ketahui bersama, Bhumi Mataram alias Yogyakarta dan sekitarnya memang dekat dengan Gunung Merapi.

Jadi, tidak benar apabila dikatakan bahwa, Kerajaan Medang didirikan oleh Mpu Sindok sebagai kelanjutan Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu. Yang benar adalah Kerajaan Medang di Jawa timur merupakan kelanjutan dari Kerajaan Medang di Jawa tengah sebagai satu kesatuan. Yang pindah adalah pusat kerajaannya, sedangkan nama Kerajaan Medang bukan nama baru ciptaan Mpu Sindok, melainkan sudah ada sejak zaman sebelumnya.

Sekali lagi saya ulangi, berdasarkan bukti-bukti prasasti yang telah ditemukan, nama-nama kerajaan yang sedang kita bicarakan ini adalah:

Sehingga judul yang tepat untuk artikel ini adalah Kerajaan Medang, bukan Mataram Kuno atau Mataram Hindu, karena meskipun kedua nama yang terakhir lebih populer, namun kenyataannya tidak pernah dipakai oleh para raja yang pernah memerintah di sana. Sanjaya sendiri dalam prasasti Canggal tidak pernah menyebut kalau kerajaannya bernama Kerajaan Mataram.

Diakui atau tidak, selama ini kita terjebak oleh pendapat mayoritas sejarawan yang memopulerkan pemakaian nama Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu, dan membedakannya dengan Kerajaan Medang. Melalui Wikipedia ini saya mengajak Saudara-saudara untuk mencoba meluruskan sejarah. Kita sendiri memang bukan pelaku sejarah sehingga wajar bila kita tidak mengetahui versi kebenaran yang sesungguhnya. Namun hendaknya kita cermat dalam memilih versi mana yang paling mendekati kebenaran itu sendiri.

Jadi, solusi yang saya ajukan untuk menghindari pemakaian nama Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu adalah dengan mengganti judul artikel ini menjadi Kerajaan Medang, dan isinya berkisah tentang pemerintahan Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan Wangsa Isana. Sementara itu, artikel Kerajaan Medang yang sudah ada bisa digabungkan ke dalam artikel ini, karena sekali lagi saya tegaskan, nama Medang bukan ciptaan Mpu Sindok, tapi sudah ada sejak zaman Sanjaya.

Sedangkan apabila ada Pengguna Wikipedia yang melakukan Pencarian dengan memakai kata kunci Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu, maka dapat dibantu dengan fitur Pengalihan ke Kerajaan Medang.

Melalui Wikipedia ini, marilah kita lakukan pembenahan dan pelurusan sejarah untuk mengganti pendapat-pendapat lama yang kurang sesuai, demi kemajuan kita bersama, terutama untuk generasi selanjutnya. Salam Hormat dari saya untuk Saudara-Saudara sekalian. (Antapurwa 03:56, 14 April 2008 (UTC))


Salam hormat!

Setelah menunggu tanggapan selama dua minggu, akhirnya saya memberanikan diri untuk menampilkan artikal berjudul KERAJAAN MEDANG yang isinya mencakup periode Jawa Tengah sampai periode Jawa Timur. Dinasti yang saya tulis di sini meliputi Sanjaya, Sailendra dan Isana, namun saya tulis seperlunya saja, mengingat artikel utama untuk ketiganya sudah ada. Selain itu saya juga meringkas penjelasan tentang pribadi Sanjaya sesuai usulan Bung Naval. Tidak hanya itu, saya juga memindahkan pembicaraan Kerajaan Mataram Kuno ke sini.

Artikel kerajaan Medang yang berisi gabungan tiga wangsa ini merupakan PENAWARAN dari saya. Apabila isinya kurang berkenan bagi saudara-saudara sekalian, saya persilakan untuk dikembalikan seperti semula. Namun, apabila isinya memenuhi syarat, saya akan merasa terhormat jika saudara-saudara sudi untuk ikut serta mengembangkannya.

Salam sejahtera dari saya (Antapurwa 03:35, 28 April 2008 (UTC)).

Sampurasun.., setelah membaca berbagai buku sejarah Indonesia kuna, saya sangat sepakat dengan pendapat Antapurwa, bahwa nama sesungguhnya kerajaan ini adalah Medang, bukan Mataram (yang semula hanya kawasan ibu kota). Penamaan dengan Mataram adalah "kecelakaan" sejarah penulisan awal sejarah Indonesia yang telah berlangsung (dan dilestarikan) sejak saya membaca buku teks pelajaran sejarah di SMP dulu, karena kerajaan ini dikaitkan dengan jantung awal berdirinya, tanah Mataram (Yogya dan sekitarnya kini). Penamaan yang keliru ini mungkin untuk mengkaitkan hubungan (bentuk penghormatan?) untuk Kesultanan Mataram. Legenda Sunda kuna tentang Dewi Sri atau Nay Pwah Aci Sanghyang Asri pun kerap menyebut (mengambil tempat) di kerajaan Medang. Saya akan mencoba untuk "meluruskannya" pula di wikipedia bahasa Inggris dan kini tengah mencoba untuk membuat petanya seperti yang telah saya lakukan untuk Tarumanagara, Kerajaan Sunda, Sriwijaya, Majapahit, dan kesultanan Aceh. Salam... (Gunkarta (bicara) 21:57, 20 Mei 2010 (UTC)).
 
Peta telah siap untuk edisi Inggris dan Indonesia. (Gunkarta (bicara) 23:08, 20 Mei 2010 (UTC)).
  Top markotop petanya, mas Gun. Tapi kok resolusinya kecil sekali ya, cuma 600? tulisannya saya tidak bisa baca tuh.
βέννγλιν 11:57, 24 Mei 2010 (UTC)
Terimakasih... =). Banyak peta yang telah saya buat dalam format svg, yaitu vector graphic. Jadi bisa diperbesar tanpa pecah dan teks dapat diedit dalam bahasa lain. 600 dpi itu hanya tampilan, cobalah buka dari Wikimedia commons: Medang Kingdom id.svg Selain dapat diunduh dalam vormat vector graphics svg (dapat dibuka oleh Adobe illustrator atau Corel Draw), tersedia render PNG dengan ukuran: 200px, 500px, 1000px, 2000px. Kelemahan svg adalah fontnya cenderung "berantakan", tidak serapi tulisan bentuk aslinya seperti yang saya buat dalam Adobe Illustrator, bentuknya seperti ini Medang_Kingdom_id.svg Silakan coba. (Gunkarta (bicara) 16:17, 24 Mei 2010 (UTC)).

Menelusuri Nama Medang sunting

Istilah Medang untuk menyebutkan nama sebuah kerajaan yang meliputi wilayah Medang i Bhumi Mataram (Sanjaya) hingga Medang i Tamwlang (Empu Sindok), dirasa kurang tepat jika disimpulkan menjadi sebuah nama kesatuan kerajaan dari kerajaan yang disebutkan tadi. Nama Medang kurang tepat untuk penyebutan nama kesatuan kerajaan tersebut, karena kata Medang sendiri berasal dari Ma-Da-Hyang; Ma(Ibu)–Da(Agung/Besar)–Hyang(Roh/Leluhur) berarti Roh Ibu Agung/tempat bersemayamnya Hyang Agung atau Ibu Negeri (Ibu Kota) seperti halnya Dieng dari kata Danghyang/Dahyang/Dayang lalu mengalami pergesaran kata menjadi Dieng: tempat roh suci bersemayam. Bersinonim dengan kata Kahyangan; Ka-Hyang-an/Ke-Hyang-an: tempat bersemayamnya para dewa jika istilah era Jawa modern Karaton/Ke-Ratu-an: tempat raja bertahta. Jadi nama Medang untuk menyebutkan nama kerajaan dari Mataram (Sanjaya) hingga Tamwlang (Empu Sindok) kurang tepat. Karena nama Medang (MaDaHyang) mengandung makna Keratuan/Karaton/Kraton (tempat raja bertahta) sama halnya Kehyangan/Kahyangan (bersemayamnya dewa) jika dijadikan nama sebuah kerajaan akan memberi makna yang kurang cocok Kerajaan Medang : Kerajaan Ibukota.

Jika nama Medang dijadikan nama sebuah kerajaan lalu bagaimana dengan Kerajaan Galuh (Sebelum Mataram Sanjaya) yang memiliki wilayah dan pusat pemerintahan yang banyak:

  • Galuh Rahyang yang berlokasi di Brebes, beribukota di Medang Pangramesan
  • Galuh Kalangon yang berlokasi di Roban, beribukota di Medang Pangramesan
  • Galuh Lalean yang berlokasi di Cilacap, beribukota di Medang Kamulan
  • Galuh Tanduran yang berlokasi di Pananjung, beribukota di Bagolo
  • Galuh Kumara yang berlokasi di Tegal, beribukota di Medang Kamulyan
  • Galuh Pataka yang berlokasi di Nanggalacah, beribukota di Pataka
  • Galuh Nagara Tengah yang berlokasi di Cineam, beribukota di Bojonglopang
  • Galuh Imbanagara yang berlokasi di Barunay (Pabuaran), beribukota di Imbanagara
  • Galuh Kalingga yang berlokasi di Bojong, beribukota di Karang Kamulyan
  • Galuh Pataruman yang berlokasi di Banjasari beribukota di Banjar Pataruman
  • Bojong Galuh yang berlokasi di Lakbok beribukota di Medang Gili

Kesimpulannya jauh sebelum Medang i bhumi Mataram penggunaan kata Medang sudah dipakai kerajaan sebelumnya. Nama Medang sendiri untuk menyebutkan pusat sebuah kerajaan (Ibukota) sama halnya Kraton. Jadi nama Medang bermakna tempat sang raja bertahta sesuai nama pada wilayah yang dipimpinnya. Medang i Bhumi Mataram berarti Sanjaya seorang pemimpin daerah Bhumi Mataram istilah modernnya Keraton di Mataram jadi di wilayah Mataram ada Keraton sama halnya dengan Medang i Tamwlang berarti Empu Sindok pemimpin daerah Tamwlang. Di situ jelas disebutkan bahwa Mataram-Tamwlang adalah sebuah nama wilayah. Jika nama Medang tetap digunakan untuk menyebutkan nama Kerajaan pada artikel ini lalu bagaimana dengan penggunaan kata Medang yang digunakan Kerajaan Galuh untuk menyebutkan ibukotanya. Jika ditinjau dari sejarah sebelumnya pengunaan kata Medang untuk menyebutkan pusat kerajaan/ibukota/karaton sebaiknya dibuatkan menjadi artikel yang terpisah antara Medang i Bhumi Mataram menjadi Kerajaan Mataram lalu Medang i Tamwlang menjadi Kerajaan Tamwlang karena Mataram Sanjaya dg Tamwlang Mpu Sindok tidak berkesinambungan sudah menjadi satu kerajaan yang berbeda dan tidak berkaitan. (Syzyszune (bicara) 13:00, 02 September 2019 (UTC))

Halo Saudara Syzyszune, menurut saya pendapat anda menarik sekali. Karena artikel Wikipedia tidak boleh berupa opini/penyimpulan pendapat pribadi, maka alangkah baiknya kalau dapat diberikan sumber-sumber yang menguatkan hal-hal yang anda tulis di atas. Kita akan dapat mengembangkan/memperbaiki isi artikel agar sesuai dengan sumber-sumber itu, serta sekaligus mengutipkannya sebagai catatan kaki. Demikian menurut hemat saya. Saya juga akan ikut berpartisipasi sesuai kesempatan saya. Salam dan tetap semangat, Naval Scene (bicara) 22 Januari 2020 08.14 (UTC)Balas

Urutan Raja-Raja di Jawa sunting

Sebaiknya urutan raja Medang merujuk pada prasasti Wanua Tengah III tahun 708 yang lebih komplit serta ada kurun waktunya. Prasasti ini menjawab pertanyaan sejarawan seperti George Codes hingga Prof. Slamet Muljana yang menduga-duga siapa itu Sailendravamsatilaka & Sriwirawairimathana. Jelas itu Rakai Panangkaran. Sayangnya, karangan Codes hingga Slamet Muljana yang dibuat sebelum prasasti tsb ditemukan tahun 1983 terlanjur dibaca banyak orang dan dijadikan referensi. Rakai Panangkaran adalah keponakan Sanjaya. Jadi seharusnya tidak perlu ada teori wangsa Sanjaya versus wangsa Sailendra. Mereka semua raja Jawa yang terikat hubungan keluarga. Soal perpindahan agama dari Hindu ke Budha telah dijelaskan di Carita Parahyangan, bahwa Sanjaya yang beragama Siwa ditakuti orang sehingga meminta anaknya (Rakai Panaraban) untuk memeluk Budha yang welas asih.

Salam Nur zakaria (bicara) 15 Desember 2019 16.43 (UTC)Balas

Halo Bung Nur Zakaria, saya setuju apabila isi artikel ini dapat kita revisi sesuai Prasasti Wanua Tengah III (dan Prasasti Mantyasih, dll.) Mengenai kebenaran alasan pindah agama yang disampaikan Carita Parahyangan, saya masih belum sepenuhnya percaya. Namun, tidak apa-apa bila disebutkan di badan artikel sebagai informasi tambahan.
Satu lagi, sayang sekali artikel sepenting ini sumber rujukannya seluruhnya dari blog, jadi tidak memenuhi kriteria Wikipedia:Sumber tepercaya. Semoga para kontributor peminat sejarah Medang dapat memperbaiki bersama sehingga kualitas artikel ini dapat lebih meningkat. Salam, Naval Scene (bicara) 22 Januari 2020 07.57 (UTC)Balas

Assalamu'alaikum... Saya setuju dengan usul Anda

Daftar Raja - Raja Medang sebaiknya disusun berdasarkan isi Prasasti Wanua Tengah III kemudian dilengkapi dengan prasasti lain yg telah ditemukan

Dan kita sudah tidak perlu lagi berdebat tentang teori dua dinasti, karena sesuai fakta dalam berbagai prasasti peninggalan kerajaan Medang... yg ditemukan yaitu Syailendrawamsa

Bahkan sudah diperkuat dengan ditemukannya prasasti Sojomerto tentang Keluarga Selendra

Jadi,bisa disimpulkan bahwa awalnya kerajaan Medang dipimpin oleh Dinasti Syailendra kemudian dilanjutkan oleh Dinasti Isyana

Jadi... sudah fix sebenarnya dari dulu kita ini memiliki sejarah yg kuat jadi jangan mudah untuk di pecah belah... apalagi masalah sejarah

Kebenaran harus tetap dijunjung,meskipun tidak mungkin sempurna 100 % Raden Salman (bicara) 10 Juni 2022 04.21 (UTC)Balas

Mengembalikan Nama Mataram sunting

Sañjaya sendiri menyatakan dalam prasasti Canggal, bertanggal dari 732, bahwa ia memerintah di pulau Jawa (āsīddvīpavaraṁ yavākhyam). Istilah Matarām muncul untuk pertama kalinya dalam prasasti Wuatan III (bhūmi i mataram). Teks ini dikeluarkan pada masa pemerintahan lokapāla Kayuwangi, kemungkinan besar, pada tahun 880 M.

Dari berbagai pustaka yang pernah saya baca, kata kaḍatwan mḍaŋ (bermakna: kedaton medang) kerap disertakan sebelum menyebut nama Mātaram. Biasanya berstruktur kaḍatwan i mḍaŋ i bhūmi mātaram i (nama ibu kota). Kata ini diartikan secara literal sebagai kedaton medang di negeri mataram di (nama ibu kota). Mengutip buku Peradaban Jawa karya Arkeolog UI menyebut Medang sebagai nama istana, Mataram nama buminya. Maka kaḍatwan i mḍaŋ i bhūmi mātaram dibaca sebagai istana medang di negeri mataram.

Kedaton Medang atau kaḍatwan mḍaŋ biasanya disebut mendahului bhūmi mātaram dan (3) nama mamratipura, poh pitu, watugaluh yang selalu muncul berdampingan dengan kata kaḍatwan mḍaŋ, dimana ini mengacu kepada nama istana tempat tinggal rajanya. Dengan demikian tatanan hirarkis dari nama-nama tempat di atas adalah sebagai berikut:

Konsep Arti Acuan
Bhūmi Negeri Mātaram
Kaḍatwan Kedaton/Keraton (istana) Mḍaŋ
Pura Ibu Kota Mamrati, Poh Pitu, Watugaluh

Beberapa prasasti di Jawa Tengah menyertakan kata itu, di mana sebelumnya diberi imbuhan suatu daerah yang berbeda-beda (seperti: mamrati, poh pitu, watugaluh, dll). Beberapa pakar arkeologi sepakat Medang diartikan sebagai nama istana (kaḍatwan), bukan kerajaannya. Nama kerajaan dan nama Medang tetap, akan tetapi ibukotanya berubah (mamrati, poh pitu, watugaluh). Biasanya masa pemerintahan Mpu Sindok-Airlangga dikategorikan dalam masa Tawlang-Kahuripan. Penjelasan tentang hal ini tercantum dalam beberapa buku arkeologi.

Dalam bahasa Sanskerta: Mātaram berarti Ibu, diambil dari kosakata Mātṛ. Mengutip Kamus Sanskrit berdasarkan Wisdom Library: Bhūmi Mātaram memiliki makna yang sama dengan Mātṛbhūmi (मातृभूमि) yang berarti Motherland. Bhūmi Mātaram (Mātṛbhūmi) adalah nama terhadap kerajaan ini. Suatu bahasa yang bersifat propagandisme dan nasionalisme, yang sama artinya dengan Negeri Mataram, atau Tanah Mataram. Sama halnya dengan Indonesia yang mendapat julukan sebagai Bumi Nusantara. Sedangkan nama aslinya tetap "Indonesia" bukan "Indonesia Baru" (dalam kasus ini adalah "Mataram Kuno").

Mengutip jurnal Kemdikbud, Pu Sindok mengumumkan bahwa ia berkeraton di Tamwlang, yang diidentifikasikan dengan Desa Tambelang di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Keterangan tersebut terdapat dalam prasasti Turyyan yang berangka tahun 851 Saka (929 M). Akan tetapi dari prasasti Anjukladang yang berangka tahun 859 Saka (937 M) dan prasasti Paradah yang berangka tahun 865 Saka (943 M) ibukota kerajaan disebutkan terletak di Watugaluh (kadatwan ri mdang ri bhumi mataram i watugaluh) yang diidentifikasikan dengan Desa Watugaluh, di tepi Sungai Brantas, yang termasuk Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Berikut beberapa prasasti dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang selalu menyertakan nama Mataram sesudah kata Medang sebagai nama istananya (kaḍatwan):

Prasasti Isi
Siwagrha (778 Saka / 856 Masehi) kaḍatwan i mḍaŋ i bhūmi mātaram i mamratipura
Anjukladang (859 Saka / 937 Masehi) kaḍatwan ri mḍaŋ ri bhūmi mātaram i watugaluh
Paradah (865 Saka / 943 Masehi) kaḍatwan ri mḍaŋ ri bhūmi mātaram i watugaluh
Wwahan (907 Saka / 995 Masehi) kaḍatwan rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi mātaram i watugaluh
Turyyan (851 Saka / 929 Masehi) rumaksa kaḍatwan sri maharaja bhūmi mātaram kita pinakahurip niŋ rat kabaih

Sumber: Arkenas, Kemdikbud, BPCB Jateng, BPCB Jatim. Sudah semestinya nama pada halaman ini dikembalikan ke semula sebagai Mataram yang bersumber dari pada pendapat data para arkeolog yang menyebut kerajaan ini sebagai Mataram yang kemudian lebih dikenal dengan nama Mataram Kuno, atau cukup dituliskan di judul halaman ini, bahwa nama sebenarnya adalah hanya Mataram dan penambahan Kuno atau Lama hanya untuk membedakan dengan Kesultanan Mataram. Sehingga tidak perlu menambahi kata "Kuno" toh dalam prasasti pun tidak menyebutkan "Mataram Kuno" melainkan "Mataram".

(Syzyszune (bicara) 10:34, 15 Juli 2020 (UTC)

Prasasti Canggal sudah menyebutkan Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, jadi tidak benar nama "Mataram" baru pertama kali muncul dalam prasasti Wwatan Tija (masa pemerintahan Kayuwangi). Rakai itu adalah istilah yang merujuk pada jabatan raja wilayah, raja bawahan, atau raja kecil di bawah Maharaja. Semacam wilayah provinsi. Mungkin kemudian pada masa Majapahit setara dengan jabatan "Bhre". Kemungkinan besar, apa yang disebut Mataram itu adalah wilayah dataran subur di sebelah selatan gunung Merapi, yakni lembah antara sungai Progo dan sungai Opak, kira-kira membentang antara Muntilan, Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul sekarang. Jadi "Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya" artinya adalah "Raja Sanjaya Penguasa Mataram". Pada perkembangannya Rakai yang semula hanya penguasa kerajaan wilayah daerah, bisa tumbuh menguat dan menjadi penguasa seluruh wilayah kerajaan. Dari wilayah temuan prasasti Canggal (Gunung Wukir) kemungkinan tanah air Mataram itu ya Muntilan, di Gunung Wukir, lembah Sungai Progo itu. Kadatuan itu tidak selalu bermakna bangunan "istana" secara fisik, bisa juga bermakna "kerajaan". Saya cenderung tetap pada posisi kini, yaitu tetap mempertahankan nama Medang. Nama Mataram itu demikian lekat pada wilayah selatan Gunung Merapi (Muntilan, Kab. Sleman, Kab. Bantul, Kota Yogya, Sebagian Kab. Klaten), jadi tidak tepat jika kemudian memaksakan mempertahankan nama Mataram, apalagi saat periode kemudian; saat ibu kotanya sudah berpindah ke Jawa Timur. Justru karena nama Medang ini demikian menetap, persisten disebutkan dalam berbagai prasasti, disebutkan sejak purinya (istana) terletak di Jawa Tengah hingga Jawa Timur, maka justru kemungkinan besar derajat istilah ini di atas wilayah kerajaan daerah, artinya nama kerajaannya ya Medang itu. Sementara Mataram hanya mengacu pada wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta dan sekitarnya kini. Seperti dibuktikan pada sebutan pada zaman Majapahit, Mataram sebagai salah satu mancanagara/kerajaan wilayah/provinsi Majapahit, serta Kesultanan Mataram Islam yang muncul kemudian di wilayah ini. Sementara dari sumber luar Jawa, cenderung menyebut kerajaan ini hanya sebagai Jawa atau Bhumi Jawa saja. Sekali lagi sebaiknya daripada berdebat, sebaiknya menyediakan rujukan atau referensi dari sumber literatur terpercaya. Sementara penyebutan ganda Kerajaan Medang (atau juga dikenal sebagai) Kerajaan Mataram seperti saat ini cukup tepat. Gunkarta  bicara  19 Juli 2020 15.04 (UTC)Balas

Saya mulanya menyusun memperbaiki isi artikel di halaman ini mengacu pada pendapat di halaman pembicaraan ini, mungkin bisa dibedakan revisi saya pada riwayat sebelumnya di Versi terdahulu. Nama Medang telah disepakati pada diskusi ini namun setelah membuka-buka kembali jurnal-jurnal arkeologi memang pada awalnya nama kerajaan ini adalah Mataram sesuai apa yang telah diteliti oleh para ahli dan diterbitkan dari pada Kemdikbud dan Bpcb.

Prasasti Canggal tidak menyebutkan Sañjaya sebagai penguasa Mataram melainkan penguasa Jawa (āsīddvīpavaraṁ yavākhyam), menggantikan takhta raja sebelumnya yaitu Sanna. Prasasti tersebut juga memberi keterangan bahwa dahulu pulau Jawa sangat makmur ketika diperintah oleh Sanna selekas kematiannya negeri tersebut kehilangan pelindungnya. Kemungkinan ini disebabkan adanya penyerangan atas kedudukan Sanna di Jawa. Jika ditinjau dari Prasasti Kota Kapur bahwa Sriwijaya ingin menghukum bhūmi jāwa karena tidak ingin takluk. Lalu ada keterangan berbeda diberikan dari Carita Parahyangan bahwa Sanna pada Prasasti Canggal diidentifikasi sebagai Bratasenawa raja Galuh yang diserang oleh pemberontak bernama Purbasora, namun pada kisah tersebut Bratasenawa berhasil mengambil kedudukannya kembali. Hal ini tampaknya bertolak belakang pada pernyataan yang diberikan oleh Prasasti Canggal. Dari dua kemungkinan tersebut yang mendekati adalah kemungkinan yang pertama, tetapi asumsi tersebut belum ada penelitian yang mendasar. Baru pada Prasasti Mantyasih gelar Sanjaya disebutkan sebagai Rakai Mataram. Sumber sekunder seperti Carita Parahyangan, sebagai rujukan tentang Sañjaya itu masih perlu dikritisi kembali.

Toponimi nama Mataram sebagai wilayah selatan Gunung Merapi dalam tanda petik "Yogyakarta", kembali lagi ini adalah pemikiran geografis saat ini. Seringkali ketika membahas sebuah data sejarah, kita masuk dalam pola pemikiran saat ini. Dan perlu dipahami pula bahwa orang orang masa itu membuat prasasti atau tinggalan tertulis lainnya untuk mereka dan orang orang pada masanya. Hanya orang orang masa kini saja yang membuatnya menjadi bahan enyel enyelan yang disebut diskusi ilmiah.

Rakai berarti Bhre (era Majapahit) ini gelar pejabat daerah memang betul, akan lebih tepat kalau disebut pemimpin yang dipertuankan dan belum tentu pemilik wilayah. Seperti Wikramawardhana yang menjabat sebagai Bhre Mataram kemudian naik tahta menjadi Maharaja Majapahit. Rata-rata mereka bermula sebagai raja daerah. Contohnya:

  • Bhre Kahuripan III/ Hayam Wuruk, raja Majapahit ke-4
  • Bhre Tumapel III/ Kertawijaya, raja Majapahit ke-9
  • Bhre Pamotan II/Bhre Keling II/Bhre Kahuripan VI/ Rajasawardhana, raja Majapahit ke-10
  • dan seterusnya...

Dalam Pararaton mereka mulanya adalah raja bawahan (bhre/rakai) yang kemudian naik tahta.

Jika Mataram dipahami sebagai kerajaan seperti model monarki sekarang dimana ada kepala negara (raja) dan perdana mentri beserta lembaga atau hukum tata negaranya, itu pemahaman yang keliru. Tapi jika Mataram dilihat sebagai konfederasi. Di mana kepemimpinan dan lokasinya berpindah-pindah sesuai wilayah Maharaja baru yang terpilih. Jadi lebih sederhana.

Medang adalah nama keratonnya yang meliputi beberapa Wanua. Satu kedaton medang merupakan wilayah mandiri. Itu sebabnya ada beberapa nama medang seperti Medang Gora, Medang Gana, Medang Kuripan dan lainnya. Di sumatra sebutannya adalah Kedatuan (kedaton) atau di Jawa lebih dikenal sebagai Keratuan (Keraton). Dalam era yang lebih dekat. Pada masa Kesultanan Mataram, hingga masa Perang Jawa. Sebutan untuk Medang menjadi Glondong.

Stutterheim, pernah bilang kalau Mataram lebih pada konsep federasi, dimana dalam pelaksanaannya, seorang Maharaja dipilih dari raja-raja di daerah (Rakai) yang kemudian akan berkuasa sebagai Maharaja. Calon Maharaja dapat dipilih bergantian (bergilir) tidak harus keturunan langsung, dalam hal ini wilayah-wilayah bagian di Bhumi Mataram. Jadi seorang raja Mataram pasti akan menyertakan gelar Sri Maharaja sebelum gelar Rakai sebagai raja daerah.

Jika Mataram itu hanya terletak di Yogyakarta, lantas mengapa di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak ditemukan prasasti yang menyebutkan nama negerinya sebagai Mataram?

Prasasti Lokasi Isi
Siwagrha (778 Saka / 856 Masehi) Klaten, Jawa Tengah kaḍatwan i mḍaŋ i bhūmi mātaram i mamratipura
Anjukladang (859 Saka / 937 Masehi) Nganjuk, Jawa Timur kaḍatwan ri mḍaŋ ri bhūmi mātaram i watugaluh
Paradah (865 Saka / 943 Masehi) Kediri, Jawa Timur kaḍatwan ri mḍaŋ ri bhūmi mātaram i watugaluh
Wwahan (907 Saka / 995 Masehi) Nganjuk, Jawa Timur kaḍatwan rahyaŋta i mḍaŋ i bhūmi mātaram i watugaluh
Turyyan (851 Saka / 929 Masehi) Malang, Jawa Timur kaḍatwan sri maharaja bhūmi mātaram kita pinakahurip niŋ rat kabaih

Bhumi bukanlah istilah desa jika dipahami bhumi adalah country yang berarti negeri sebagai wilayah yang dipijak. Berbeda dengan Majapahit yang mulanya adalah nama desa yang kemudian berkembang sebagai kerajaan.

Menyinggung soal Majapahit, R. Wijaya membuka hutan yang tandus di Trik, sebelah selatan Surabaya. Di tempat itulah, dia mendirikan Majapahit. Pendirian itu dikisahkan dalam naskah Pararaton, Nagarakretagama, Kidung Ranggalawe, Kidung Harsawijaya, dan diabadikan dalam Prasasti Kudadu dan Prasasti Sukamrta. Tempat itu awalnya berupa hutan belantara. Pohon-pohon Maja banyak tumbuh di sana, seperti kebanyakan tempat lainnya di lembah Sungai Brantas. Versi Pararaton menyebutkan berkat buah maja inilah nama Majapahit tercipta. Raden Wijaya membangun desa baru tersebut. Kemudian desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Sedangkan nama Mataram dari prasasti sudah dijelaskan bahwa bhumi (country) nya bernama Mataram.

N.J Krom menyatakan bahwa Pu Sindok sebagai raja yang pertama kali memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, berdasarkan prasasti yang menyebutkan kalimat rahyangta i bhumi mataram i watugaluh. Ini berbeda dengan prasasti raja Daksa dan Wawa yang memerintah sebelumnya, yang menyebut keraton (istana) kerajaan sebagai kadatwan sri maharāja.

J. G de Casparis menghubungkan perpindahan pusat kerajaan Mataram akibat penyerangan Sriwijaya. Beliau mengatakan bahwa sebagai dampak dari ramainya jalur perdagangan pada sekitar abad ke-9 M, dengan produk-produk dari Jawa seperti beras, rempah, dan cendana, muncul keinginan dari salah satu kerajaan yang menggantungkan kelangsungan pemerintahannya melalui perdagangan dan pelayaran, yaitu Sriwijaya untuk menguasai Jawa.

Epigraf Prof. Boechari dalam tulisannya, "Shift of Mataram’s Centre of Government", menyebut hal itu masuk akal. Sebab, orang Jawa mempercayai keraton yang telah diserang musuh sudah tak suci lagi dan harus dipindah. Ibu kota kerajaan Mataram, paling tidak pernah pindah dua kali pada periode Jawa Tengah. Buktinya dalam Prasasti Siwagrha dan Prasasti Mantyasih I disebutkan Mamratipura dan Poh Pitu sebagai ibu kota. Dalam Prasasti Siwagrha disebutkan Dyah Lokapala ditahbiskan pada 778 Saka di Keraton Medang di Negeri Mataram yang beribu kota di Mamaratipura. Sementara Prasasti Mantyasih I mengisahkan seorang raja pada masa lalu yang tinggal di Keraton Medang yang terletak di Poh Pitu. Boechari menjelaskan ada beberapa desa bernama Medang tersebar antara Purwodadi-Grobogan dan Blora di bagian utara Jawa Tengah sekarang. Namun apakah dulunya desa-desa itu bagian dari pusat Keraton Mataram pada masa lalu, itu belum bisa dibuktikan. Syzyszune (bicara) 05:42, 21 Juli 2020 (UTC)

External links found that need fixing (Oktober 2023) sunting

Hello fellow editors,

I have found one or more external links on Medang that are in need of attention. Please take a moment to review the links I found and correct them on the article if necessary. I found the following problems:

When you have finished making the appropriate changes, please visit this simple FaQ for additional information to fix any issues with the URLs mentioned above.

This notice will only be made once for these URLs.

Cheers.—InternetArchiveBot (Melaporkan kesalahan) 7 Oktober 2023 03.30 (UTC)Balas

External links found that need fixing (November 2023) sunting

Hello fellow editors,

I have found one or more external links on Medang that are in need of attention. Please take a moment to review the links I found and correct them on the article if necessary. I found the following problems:

When you have finished making the appropriate changes, please visit this simple FaQ for additional information to fix any issues with the URLs mentioned above.

This notice will only be made once for these URLs.

Cheers.—InternetArchiveBot (Melaporkan kesalahan) 10 November 2023 01.39 (UTC)Balas

Kembali ke halaman "Medang".