Pecut Samandiman adalah pusaka berupa cambuk yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur yang dimiliki oleh Raja Klono Sewandono serta memiliki kesaktian untuk mengalahkan lawannya, Singo Barong.[1]

Sejarah sunting

 
Raja Klono Sewandono memegang Pecut Samandiman dihadapan raja Singo Barong

Semua bermula Pasukan Kerajaan Bantarangin dipukul mundur oleh raja Singo Barong dari Kerajaan Lodaya, termasuk raja Klono Sewandono kewalahan mengahadapi raja Singo Barong karena merupakan Senior dalam perguruan ketika di Wengker. Karena Raja Singo Barong tidak melanjutkan hingga lulus dalam perguruan dan memilih mengembara dan mendirikan kerajaan Lodaya sehingga tidak memiliki senjata khas Warok, berupa tali Kolor. Raja Klono Sewandono ingat akan pesan guru, bila berhadapan dengan lawan yang masih satu perguruan maka dapat dikalahkan dengan senjata pusaka tali Kolor.

Dalam peperangan raja Klono Sewandono hampir kalah, kemudian mencambuk raja Singo Barong menggunakan pusaka tali Kolor yang terdapat berbagai banyak jimat untaian benang dalam bentuk cambuk menyebabkan raja Singo Barong kalah tak berdaya. menurut folkore, Pecut yang bernama Kiai Samandiman diperoleh raja Klono Sewandono setelah bertapa di Gunung Lawu, disana raja Klono Sewandono memperoleh cambuk Samandiman dan Kuda kembar untuk tunggangan Gemblak yang akan dipertunjukan ke kerajaan Daha sebagai salah satu syarat sayembara untuk mendapatkan Putri Songgo Langit.[2]

Kemudian, Pecut Samandiman digunakan properti dari tari Reog Ponorogo dan Pusaka Jawa Timur dari Ponorogo.

Bentuk dan pengunaan sunting

 
Terdapat dua jenis pecut Samandiman dengan hiasan untaian benang rumbai

Bentuk dari Pecut Samandiman terdapat 2 jenis, yakni bentuk lurus tegap dan lemas, adapun seperti ini:

  1. Bentuk Lurus Tegap, berwarna putih dihiasi untain benang dengan panjang kurang lebih 120 cm, dipergunakan untuk penari Klono Sewandono, penggunanannya dengan cara di sambarkan ke udara.
  2. Bentuk Lemas, Berwarna warni, hanya bagian dekat pegangan dihiasi untaian benang, panjang lebih dari 200 cm, dipergunakan untuk warok ketika memulai pertunjukan reog atau memperingati penonton untuk memberi ruang gerak penari ketika mulai sempit. Penggunaannya dengan cara disambarkan ke lantai sehingga menghasilkan suara seperti petasan, biasanya digunakan saat memulai pertunjukan reog obyok dan arak-arakan ataupun disaat kala penonton mulai memadati ruang penari sehingga semakin sempit, maka pecut akan di segera disambarkan ke lantai supaya penonton memberikan ruang gerak kepada penari.

Adapun pecut Samandiman juga digunakan oleh kesenian lain yang bukan reog karna masih memiliki ikatan akar budaya Ponorogo, seperti seni Gajah-gajahan, Jaranan Thek, Jaranan Kediri, Jaranan Turonggo Yakso, Jaranan Buto, Barongan Blora, Jathilan Yogyakarta. Selain di Jawa, penggunaan pecut Samandiman juga dapat ditemukan di Madura, Hal itu karena banyak sebagian bangsawan Madura yang masih keturunan Ponorogo.

Versi lain sunting

Adapun Pecut Samandiman dalam versi daerah luar Ponorogo dapat di temukan di Blitar dan Kediri sebagai berikut:

Blitar sunting

Pecut Samandiman di Blitar merupakan Pecut yang dimiliki Bupati Blitar ke-3 Kanjeng Pangeran Sosrohadinegoro yang menjabat dari 1915-1918. Pecut tersebut dipercaya mampu pernah membelah aliran lahar dari gunung kelud sehingga kota Blitar aman dari terjangan lahar, maka keturunan pengikut Pangeran Diponegoro yang berasal dari Ponorogo tinggal di Blitar menyebutnya seperti pecut Samandiman sehingga pecut milik Bupati dikenal dengan sebutan Pecut Samandiman. Tetapi dengan berjalannya waktu pecut milik Bupati Blitar tersebut Hilang.[3]

Kediri sunting

Pecut Samandiman di Kediri merupakan pecut Samandiman dalam bentuk lemas dan panjang berasal dari Ponorogo yang digunakan juga oleh seniman Jaranan Kediri, karena sudah terlalu sering dan lama menggunakan pecut ini pihak Seniman Kediri mengaggap berhak memiliki juga, karena bagi Seniman setempat Jaranan Kediri dikaitkan dengan Reog Ponorogo, Padahal Seniman Jaranan di Kediri mengenal Jaranan dari Tulungagung yang merupakan kesenian yang diciptakan mantan seniman reog yang kalah Tempuk Yakni Jaranan Thek.

Pada Tahun 2014 diadakan acara 1.000 Barong di Simpang Lima Gumul Kediri yang diawali pembukaan dengan atraksi pecut oleh komunitas Pasjar dengan mengenakan pakaian adat pria Ponorogo, kegiatan ini menjadi acara tahunan yang selalu menampilkan Pecut Samandiman yang melahirkan pula komunitas Pecut Samandiman yang mengenakan Penadon (pakaian adat Ponorogo).

Misi Komunitas Pecut Samandiman ini selain pelestarian pecut juga menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan cara merubah sejarah bahwa Pecut Samandiman yang berasal dari Ponorogo menjadi milik Kediri.

Dalam budaya modern sunting

Pecut Samandiman diabadikan dalam berbagai budaya modern pada lirik beberapa lagu, diantaranya sebagai berikut:

  1. Reog Ponorogo Oleh Mus Mulyadi
  2. Pecut Samandiman Oleh Reny Agustina
  3. Bumi Ponorogo Oleh Dalang Poer
  4. Dumadine Reog Ponorogo oleh Mbah Pur Warok Gendeng
  5. Klono Sewandono (Lagu asli Reog Ponorogo oleh Mus Mulyadi) di Populerkan oleh Bagus Shidqi

Dalam tata kota sunting

Pecut Samandiman turut dijadikan dalam sebuah taman dalam tata kota yang ada di Ponorogo dan Blitar

Ponorogo sunting

Di Ponorogo dikenal dengan nama Taman Macan atau Blok M, terdapat patung seorang warok yang membawa Pecut Samandiman sedang menggiring macan. Taman ini dibangun pada masa kepemimpinan Bupati Ponorogo Markum Singodimejo pada tahun 1990an bersamaan dibangunnya taman Songgolangit yang berada dibelakang Taman Macan.

Blitar sunting

Di Blitar dikenal dengan nama Taman Pecut Samandiman, terdapat patung tangan yang menggenggam pecut Samandiman. Taman ini dibangun pada pada kepemimpinan walikota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar pada tahun 2016 diresmikan pada tahun 2017.

Didaftarkan hak paten oleh Kediri sunting

Bertepatan perayaan Festival Reyog Nasional pada Grebeg Suro di Ponorogo tahun 2022, Pembukaan diresemikan oleh Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dengan cara Mencambukan Pecut Samandiman bentuk lemas.[4] Ditengah-tengah perayaan Festival Reyog, Pihak Kota Kediri Mendaftarkan Pecut model Lemas dengan nama Pecut Samandiman yang bertepatan diadakannya lomba "Kejuaraan Seni Pecut Samandiman" di Kediri.

Mendaftarkan Pecut Samandiman secara sepihak oleh Kota Kediri Sebagai Hak Intelektual dirasa tidak etis, pasalnya Samandiman adalah pusaka dari Ponorogo dalam kebudayaan Reog yang telah ada sejak lama dan menyebar secara luas hingga keluar negeri. Sehingga tindakan ini menuai pro Kontra, pasalnya seniman kota kediri menggunakan pakaian adat Ponorogo dari Penadon, Sabuk Othok, Kolor, Kombor dan Udeng saat memainkan Pecut Samandiman ini, hal ini dikhawatirkan akan ada klaim lagi sepihak ke kemenkumham bahwa Penadon sebagai busana kota Kediri.

Salah satu Sesepuh Warok Ponorogo, Mbah Tobron menyayangkan tindakan klaim sepihak oleh kediri melalui Kemenkumham. Mbah Tobron berpendapat apa yang dilakukan seniman dan kota Kediri tidak ada bedanya dengan Malaysia yang pernah klaim Reog pada tahun 2006-2007.[5]

Diusung Ke kontes Miss Grand International sunting

Pecut Samandiman jenis lemas dibawa perwakilan Indonesia oleh Andina Julie dalam ajang Kontes Miss Grand International pada 20 Oktober 2022 di Sentul International Convention Center. Andina Julie mengenakan Kostum tema Reog Ponorogo yang merupakan hasil dari desainer Inggi Indrayana Kendran sedangkan untuk rancangan dasarnya dibuat oleh Grandeffyl.[6]

Referensi sunting