Pantun

Jenis puisi lama yang berasal dari Sumatra dan semenanjung melayu

Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal di Nusantara. Kata "Pantun" berasal dari kata patuntun dalam Bahasa Minangkabau yang memiliki arti "penuntun".[1] Pantun memiliki nama lain dalam bahasa-bahasa daerah, dalam bahasa Jawa, pantun dikenal dengan parikan, dalam bahasa Sunda pantun disebut paparikan dan dalam bahasa Batak, pantun dikenal dengan sebutan umpasa.[2] Lazimnya, pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), tiap larik terdiri atas 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b ataupun a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b atau a-b-b-a).[3] Pantun merupakan salah satu bentuk puisi lama.[4] Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan, tapi sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak memberi nama penggubahnya (anonim). Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.

Pantun
NegaraIndonesia, Malaysia
Referensi01613
KawasanAsia dan Pasifik
Sejarah Inskripsi
Inskripsi2020

Tradisi

sunting

Indonesia memiliki kekayaan seni verbal yang sangat beranekaragam. Sebuah tradisi yang umumnya tidak tertulis berupa ucapan yang ekspresif, dan sering kali memiliki isi jenaka yang disebut "pantun" adalah seni tradisi yang dapat dijumpai secara umum di sebagian besar daerah Melayu di seluruh kepulauan Indonesia. Beberapa pertunjukan "pantun" bersifat narasi; Misalnya, tradisi "kentrung" di Jawa Tengah dan Jawa Timur, menggunakan struktur "pantun" untuk menceritakan kisah-kisah sejarah keagamaan atau sejarah lokal dengan iringan genderang. Pada hakikatnya, sebagian besar kesusastraan tradisional Indonesia membentuk pondasi dasar pertunjukan genre campuran yang kompleks, seperti "randai" dari Minangkabau wilayah Sumatera Barat, yang mencampur antara seni musik, seni tarian, seni drama, dan seni bela diri dalam perpaduan seremonial yang spektakuler.[5]

Peran pantun

sunting

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.[6]

Kedekatan nilai sosial dan pantun bahkan bermula dari filosofi pantun itu sendiri. Adat berpantun, pantang melantun adalah filosofi yang melekat pada pantun. Peribahasa tersebut mengisyaratkan bahwa pantun lekat dengan nilai-nilai sosial dan bukan semata imajinasi.[7] Semangat hakikat pantun menjadi penuntun pada pantun. Penjelasan tersebut meneguhkan fungsi pantun sebagai penjaga dan media kebudayaan untuk memperkenalkan dan menjaga nilai-nilai masyarakat.[8]

Sementara itu, dalam kebudayaan Minangkabau, pantun digunakan dalam berbagai acara adat. Misalnya dalam acara manjapuik marapulai (menjemput mempelai pria), batagak gala (upacara penobatan gelar), batagak penghulu (upacara penobatan penghulu), atau dalam pidato upacara adat lainnya.[9]

Struktur pantun

sunting

Pantun memiliki struktur yang terdiri atas sampiran atau pembayang dan isi. Sampiran atau pembayang berfungsi menyiapkan rima dan irama yang dapat membantu pendengar memahami isi pantun. Pada umumnya sampiran tidak memiliki hubungan dengan isi, tetapi terkadang sampiran dapat memberi bayangan terhadap isi pantun. Isi merupakan bagian inti pantun yang berisi maksud atau pikiran yang akan disampaikan si pembuat pantun.[10]

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, fungsi sampiran adalah menyiapkan rima dan irama agar pendengar dapat memahami isi pantun dengan mudah[citation needed]. Ini dapat dipahami karena pada dasarnya, pantun merupakan sastra lisan. Pola rima dan irama pada pantun secara eksplisit menegaskan sifat kelisanan pantun pada budaya Melayu dulu.

Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh

Aturan umum berlaku pada pantun, seperti halnya puisi lama. Misalnya, satu larik pantun terdiri atas 6-12 suku kata. Namun, aturan ini tak selalu berlaku dan bersifat kaku. Pola rima umum yang berlaku pada pantun adalah a-b-a-b dan a-a-a-a. Meski demikian, kerap diketemukan pula pola pantun yang berpola a-a-b-b.[citation needed]

Jenis-jenis pantun

sunting

Pantun Adat

sunting

Pantun adat adalah pantun yang berisi tentang hal-hal berbau adat dan budaya.

Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka

Pantun Agama

sunting

Pantun agama adalah pantun yang berisi nasihat kehidupan berdasarkan pemahaman agama.

Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang

Pantun Budi

sunting

Pantun jenis ini memberikan nasihat agar diri dan pendengarnya selalu berlaku baik dalam kehidupan.

Ayam jantan si ayam jalak
Jaguh Siantan nama diberi
Rezeki tidak saya tolak
Musuh tidak saya cari
Itik betina beranak pinak
Air meluap di sungai lusi
Ilmu bermanfaat Atau tidak
Semua tergantung akhlaq budi

Pantun Jenaka

sunting

Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung. Dengan pantun jenaka, diharapkan suasana akan menjadi semakin riang dan gembira.

Di mana kuang hendak bertelur
Di atas lata di rongga batu
Di mana tuan hendak tidur
Di atas dada di rongga susu

Pantun Kepahlawanan

sunting

Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan.

Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kami pun muda lagi perkasa

Pantun Percintaan

sunting

Pantun percintaan berisi ungkapan hati seseorang akan perasannya terhadap orang lain, yaitu orang yang sedang ada dalam hatinya. Sering pula pantun ini berisi candaan terhadap orang yang dimabuk cinta.

Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta

Pantun Peribahasa

sunting

Pantun peribahasa menggunakan berbagai pepatah, idiom, maupun peribahasa dalam penyampaian maksudnya. Oleh karena itu, kata-kata yang disampaikan tidak dapat diartikan secara harfiah.

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian

Pantun Perpisahan

sunting

Pantun jenis ini mengungkapkan rasa kehilangan si penutur pantun akibat ditinggalkan orang yang disayanginya. Bisa juga pantunnya berisi tentang harapan agar si penutur dan si pendengar bisa bertemu kembali.

Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang di tapak tangan
Biar jauh di negeri satu
Hilang di mata di hati jangan

Pantun Teka-teki

sunting

Pantun teka-teki, sesuai namanya, memberikan teka-teki bagi si pendengar untuk diselesaikan. Petunjuk yang diberikan dalam pantun teka-teki sering kali terkesan tidak harfiah.

Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya?
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya?

Referensi

sunting
  1. ^ "Pantun Sebagai Teks Nyanyian di Minangkabau". 
  2. ^ Putri, Arum Sutrisni. "Pantun: Definisi, Ciri, Jenis dan Contohnya". Kompas.com. Diakses tanggal 4 Desember 2020. 
  3. ^ Shadily, Hassan (1984). Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ictiar Baru - Van Hoeve & Elsevier Publishing Projects. hlm. 2546–2547. 
  4. ^ Abdul Hasim (2016). "Menelusuri Nilai-Nilai Karakter Dalam Pantun". Pedagogia. 14 (3): 401. ISSN 1693-5276. 
  5. ^ "Pantun". Brittanica.com. Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 19 December 2020. 
  6. ^ Dinni Eka Maulina. "Keanekaragaman Pantun di Indonesia". Semantik (1): 110. ISSN 2252-4657. 
  7. ^ Noriah Taslim. "Pantun dan Psikodinamika Kelisanan". Archived from the original on 2007-05-07. Diakses tanggal 2018-02-08. 
  8. ^ Effendy,T. (2005). Pantun Nasehat. Penerbit: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu Bekerjasamsa. Yogyakarta: Penerbit Adicita Karya Nusa.
  9. ^ Fandi, Leo; Agustina, Agustina; Nurizzati, Nurizzati (2012). "Struktur dan Fungsi Pantun Minangkabau dalam Masyarakat Pasa Lamo, Pulau Punjung, Dharmasraya". Pendidikan Bahasa Indonesia (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 278–286. doi:10.24036/318-019883. ISSN 2302-3503. 
  10. ^ Chairil Amar (2016). "Korelasi Kemampuan Memahami Ciri Pantun dan Kemampuan Menentukan Jenis Pantun dengan Kemampuan Menulis Pantun Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Pagaralam". Pembahsi. 6 (1): 42. [pranala nonaktif permanen]

Lihat juga

sunting

Pranala luar

sunting
  • (Inggris) Pantun - UNESCO: Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity - 2020