Pansori adalah sebuah genre musik tradisional Korea yang menampilkan seorang penyanyi (sorikkun) dan penabuh gendang (gosu).[1] Sorikkun menceritakan dan menyanyikan kisah-kisah tentang percintaan, kebajikan, kesetiaan, dan berbagai nilai-nilai moral yang terangkum dalam 5 lagu pansori (pansori madang).

Pansori
Nama Korea
Hangul
판소리
Alih AksaraPansori
McCune–ReischauerP'ansori

Pansori didaftarkan sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia pada tanggal 7 November 2003 oleh UNESCO.

Sejarah sunting

 
Jin Chae-seon

Pansori lahir di kalangan rakyat kelas bawah pada masa berkuasanya Dinasti Joseon atas semenanjung Korea pada akhir abad ke-17 (1690-an). Hiburan bagi rakyat jelata dipentaskan di tempat terbuka di pusat keramaian yang disebut nori-pan atau gut-pan. Mereka yang pentas di nori-pan adalah kelompok penghibur kelana yang menampilkan berbagai seni pertunjukkan (pan-gut/pan-noreum) seperti akrobat, musik perkusi, permainan boneka, berjalan di atas tali dan menyanyikan cerita. Karena populer di tengah-tengah kerumunan orang (pan), maka seni menyanyi (sori) yang dipentaskan kaum kelana ini lama kelamaan dikenal sebagai pansori. Genre musik ini kemudian memisahkan diri dari seni pertunjukkan lain dan penyanyinya mulai pentas di mana-mana.

Pada awal abad ke-19, para penyanyi pansori sudah banyak dikenal tidak hanya di kalangan rakyat jelata, tetapi juga disukai oleh bangsawan dan raja. Ketika Heungseon Daewongun mengadakan pesta selamatan untuk dibangunnya Paviliun Gyeonghoe di Istana Gyeongbok, ia mengundang penyanyi pansori wanita pertama yang bernama Jin Chae-seon. Saat Kaisar Sunjong dilarang mengundang penyanyi pansori, ia akan menelpon dan meminta mereka menyanyi lewat telepon.

Pada periode Zaman Pendudukan Jepang di Korea, pansori dilarang dan hampir punah. Pelestarian dilanjutkan lewat pengajaran antara guru dan murid.

William Äson Grebst, jurnalis asal Swedia, menuliskan bahwa pada masa penjajahan, semua penerbitan dan publikasi dilarang untuk menekan nasionalisme, tetapi tidak mampu melawan kemampuan seniman dan penyanyi pansori di Joseon yang bisa menghafal semua isi buku dan menceritakannya kembali kepada masyarakat.

Pertunjukkan sunting

Pada periode-periode awal perkembangannya, para penyanyi pansori menyanyikan suatu bagian cerita yang tidak penuh karena terlalu panjang, tetapi, mulai abad ke-21, adegan-adegan pendek telah disatukan untuk dibawakan secara utuh. Pansori yang lengkap seperti ini setidaknya membutuhkan waktu 4 jam atau lebih untuk diselesaikan.

Dalam penampilannya, sori-kkun ditemani oleh gosu di tengah-tengah kerumunan penonton. Hal-hal penting yang menjadi komponen pansori antara lain:

  • Sori, menyanyi
  • Aniri, penjelasan mengenai latar belakang cerita
  • Neoreumsae, gerak dan aksi tokoh
  • Chuimsae, ungkapan kesetujuan yang dilontarkan oleh penabuh gendang saat sori-kkun bercerita, seperti "geureotchi!" ("betul!"), "jalhanda" ("bagus"), "jota" ("hebat") dan sebagainya.

Lima Pansori sunting

Sampai abad ke-21 cerita pansori yang masih bertahan jauh lebih sedikit dibandingkan pada masa sebelumnya yang mencapai 12 cerita. Cerita yang dipentaskan dalam pansori diambil dari cerita rakyat yang diwariskan dari mulut ke mulut sehingga pansori ikut berjasa menjaga tradisi berkisah rakyat Korea dari zaman kuno yang sering kali tidak ditulis pada naskah atau hilang. Kisah-kisah yang diangkat menjadi populer sebab mengangkat tema-tema yang menjadi harapan rakyat jelata pada masa lalu seperti cinta beda status, keadilan, kemakmuran, bakti pada orang tua dan kesetiaan. Pada masa kini hanya 5 cerita yang bertahan, antara lain:

Syarat dan kualitas sunting

Menurut Sin Jae-hyo, salah-satu tokoh yang mempopulerkan pansori pada abad ke-19, syarat untuk menjadi penyanyi pansori ada 4, yakni:

  • inmulchire (penampilan fisik)
  • sasulchire (puitis)
  • deugeum (pencapaian suara)
  • neoreumsae (gerak-gerik)

Semua syarat untuk menjadi penyanyi pansori mudah didapatkan terkecuali deugeum, yang merupakan tantangan tersulit untuk menjadi pansori myeongchang (master). Deugeum yang bermakna "mencapai atau mendapatkan suara" diperoleh dengan cara berlatih dalam waktu yang lama. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan suara yang didambakan setiap penyanyi pansori, yakni suara yang serak dan kasar.

Para penyanyi pansori (sori-kkun) pada zaman dahulu biasanya pergi ke gunung untuk berlatih pansori selama 100 hari, mulai Hari Dano dan kembali pada Hari Chuseok. Mereka tinggal di kuil dan melatih suara di gunung dan air terjun tanpa henti. Pada saat berlatih di air terjun, mereka tidak bisa mendengar suara yang mereka keluarkan, jadi mereka berteriak sekuat tenaga. Upaya ini untuk mencapai deugeum, syarat tersulit yang harus dipenuhi sori-kkun. Beberapa master pansori legendaris diceritakan mengalami penderitaan sebelum berhasil mendapatkan deugeum, seperti Sin Heung-rok, Bang Man-chun dan Park Bong-sul. Tenggorokan yang dipaksakan menjadi luka dan tubuh jatuh sakit. Keadaan ini terus diperparah dengan berlatih terus sampai suara habis dan tenggorokan berdarah. Mereka yang gagal dalam tahap ini umumnya disebabkan oleh kerusakan pita suara. Jadi mereka berhenti berlatih dan beralih menjadi penabuh gendang (gosu). Namun, apabila tenggorokan mereka pulih, barulah suara serak dan kasar yang didamba-dambakan sori-kkun berhasil didapatkan. Biasanya tak cukup sekali, mereka akan mengulangi lagi belajar 100 hari pada tahun berikutnya.

Galeri sunting

Penyanyi pansori terkenal sunting

Pranala luar sunting

Referensi sunting