Palawija (Sanskerta: phaladwija) secara harfiah berarti tanaman kedua. Berdasarkan makna dari bahasa Sanskerta, palawija bermakna hasil kedua, dan merupakan tanaman hasil panen kedua di samping padi. Istilah palawija berkembang di antara para petani di Pulau Jawa untuk menyebut jenis tanaman pertanian selain padi.[1]

Penanaman lobak di Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Kondisi geografis dan temperatur udara yang dingin tidak memungkinkan daerah ini menanam padi

Jenis tanaman palawija sunting

Tanaman pertanian yang bisa disebut sebagai palawija adalah:[1][2][3]

Beberapa buku menyebutkan buah yang tumbuh menempel di atas tanah juga disebut palawija, seperti labu, blewah, dan semangka,[1] meski dalam definisi pertanian modern mereka disebut dengan hortikultura.

Pertanian berkelanjutan sunting

Dalam sistem yang menekankan pertanian berkelanjutan, palawija merupakan salah satu komponen untuk melakukan rotasi tanaman. Palawija mampu menghemat air di musim kering sehingga tidak memberikan beban bagi irigasi, terutama ketika irigasi tidak mampu memberikan cukup air bagi padi sawah.[3][4] Palawija juga mampu menjadi sumber penghidupan di dataran tinggi di mana padi tidak dapat tumbuh.[5] Di lereng Gunung Merapi, petani melakukan rotasi tanaman dengan menanam padi yang diselingi palawija untuk memutus siklus hidup hama tikus. Rotasi tanaman ini terbukti meningkatkan produktivitas hasil pertanian setempat.[6]

Di sisi lain, palawija merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama sehingga membutuhkan lebih banyak pestisida.[5] Palawija juga rentan dengan serangan "hama besar" seperti babi hutan[7]

Ketahanan pangan sunting

Palawija merupakan salah satu kunci dalam menggalakkan diversifikasi pangan di Indonesia demi mempertahankan ketahanan pangan.[8] Lahan tidur yang tidak tergarap, misal lahan bekas kehutanan, bisa ditanam palawija karena penanaman palawija tidak membutuhkan banyak air. Jika terwujud, hal ini dapat meningkatkan produksi pangan.[9] Berbagai petani juga memilih untuk beralih ke palawija ketika komoditas utama mereka mengalami penurunan harga, seperti yang dialami petani tebu di Jawa Tengah.[10]

Lembaga penelitian sunting

Di Indonesia terdapat tiga lembaga penelitian pertanian yang mengkhususkan diri pada penelitian palawija:

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c Suparman. Bercocok Tanam Ubi jalar. Ganeca Exact. ISBN 979121154X. 
  2. ^ "Mengenal Jenis-Jenis Tanaman Palawija". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-20. Diakses tanggal 20 Desember 2013. 
  3. ^ a b "Hadapi Musim Kemarau, Petani Dihimbau Tanam Palawija". Tempo. 30 April 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-20. Diakses tanggal 2013-12-19. 
  4. ^ R. F. Ellen, ed. (2007). Modern Crises and Traditional Strategies: Local Ecological Knowledge in Island Southeast Asia, Volume 6 of Studies in environmental anthropology and ethnobiology. Berghahn Books. ISBN 1845453123. 
  5. ^ a b Opender Koul, Gerrit W. Cuperus, Norman Elliott, ed. (2008). Areawide Pest Management: Theory and Implementation. CABI. ISBN 1845933737. 
  6. ^ "Warga Lereng Merapi Adakan Tradisi Wiwit". Suara Merdeka. 11 Desember 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-20. Diakses tanggal 2013-12-19. 
  7. ^ "Warga Bunuh Babi Perusak Lahan Palawija". Pikiran Rakyat. 20 November 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-20. Diakses tanggal 2013-12-19. 
  8. ^ "Pemkab Terus Dorong Ketahanan Pangan". Pontianak Post. 12 Desember 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-20. Diakses tanggal 2013-12-19. 
  9. ^ "Perkuat Ketahanan Pangan". Kaltim Post. 24 November 2013. 
  10. ^ "Swasembada Gula di Jateng Bukan Hal Mustahil". Suara Merdeka. 24 November 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-20. Diakses tanggal 2013-12-19. 

Bahan bacaan terkait sunting