Muhammad Nafis al-Banjari

ulama Banjar

Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari (lahir di Martapura, Kesultanan Banjar, 1735 - meninggal di Kelua, 1812[1]) adalah salah seorang Ulama Banjar yang cukup dikenal sebagai tokoh sufi yang tegas dalam melawan segala bentuk penindasan.

Muhammad Nafis
NamaMuhammad Nafis
NisbahAl-Banjari
Makam Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Makam Syekh Muhammad Nafis al-Banjari

Di samping dikenal sebagai ulama yang ahli di bidang fikih, juga ahli dalam bidang tasawuf. Ia telah menulis sebuah kitab yang berisi tentang ajaran-ajaran tasawuf dengan judul Ad-Durrun Nafis. Kitab ini banyak didiskusikan dan diperdebatkan, karena materi-materinya yang dianggap kontroversi oleh para ulama fiqih, beliau adalah keturunan Kesultanan Banjar dan nasabnya bersambung sampai ke Sultan Pangeran Suriansyah. Sultan pertama kerajaan banjar yang berdakwah agama islam dan terus bersambung sampai kerajaan Daha Pertama Kalimantan Selatan yaitu Maharaja Pangeran Suryanata suami dari Puteri Junjung Buih.[2]

  1. Nabi Muhammad SAW, berputeri

2. Sayidah Fatimah az-Zahra menikah dengan Ali bin Abi Thalib, berputera

3. Husain r.a, berputera

4. Ali Zainal Abidin, berputera

5. Muhammad al-Baqir, berputera

6. Imam Ja'far ash-Shadiq, berputera

7 .Ali al-Uraidhi, berputera

8. Muhammad al-Naqib, berputera

9. Isa al-Rumi, berputera

10. Ahmad al-Muhajir, berputera

11. Ubaidillah, berputera

12. Alawi, berputera

13. Muhammad, berputera

14. Alawi, berputera

15. Ali Khali' Qosam, berputera

16. Muhammad Shahib Mirbath, berputera

17. Sayid Alwi, berputera

18. Sayid Abdul Malik, berputera

19. Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera

20. Sayid Ahmad Jalaluddin Syah, berputera

21. Al-Husain Jamaluddin Al-Akbar Wajo

22. Maulana Ibrahim Zainudin Al-Akbar Assamarqandi

23. Saudagar Jantan(As-Sayyid Sulaiman)

24. Saudagar Mangkubumi

25. Empu Jatmika

26. Lambu Amangkurat

27. Maharaja Pangeran Suryanata Raja Nagara diva IV

28. Pangeran Raden Suryawangsa

29. Maharaja Pangeran Carang Lalean

30. Maharaja Raden Sakar Sungsang

31. Raden Bangawan

32. Raden Mantri Alu

33. Pangeran Suriansyah Sultan Banjar Pertama

34. Sultan Rahmatullah

35. Sultan Hidayatullah

36. Sultan Mustainbillah

37. Sultan Inayatullah

38. Sultan Saidullah

39. Sultan Tahlilullah

40. Pangeran Dipati

41. Pangeran Kesuma Negara

42. Ratu Anum Kasuma Yuda

43. Gusti Husein

44. Idris

45. Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari

Riwayat sunting

Nama lengkap dari ulama ini adalah Muhammad Nafis bin Idris bin Husein. Ia lahir sekitar tahun 1148 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1735 Masehi, di Martapura, sekarang ibu kota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Ia berasal dari keluarga bangsawan Banjar yang garis silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M). Sultan Suriansyah merupakan Raja Banjar pertama yang dari lahir sudah memeluk agama Islam, yang dahulu bergelar Pangeran Samudera.

Sejak kecil, Syekh Muhammad Nafis memang sudah menunjukkan bakat dan kecerdasan yang tinggi dibanding dengan teman-teman sebayanya. Bakat dan kecerdasan yang dimilikinya ini membuat Sultan Banjar tertarik. Sehingga, pada akhirnya Muhammad Nafis pun dikirim ke Makkah untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama. Salah satu dari ilmu agama yang digelutinya, bahkan menjadikan ia populer adalah bidang tasawuf. Sebagaimana halnya ulama Jawi (Indonesia) abad ke-17 dan ke-18 yang belajar di Makkah, Syekh Muhammad Nafis juga belajar pada para ulama terkenal, baik yang menetap maupun yang sewaktu-waktu berziarah dan mengajar di Haramain (Makkah dan Madinah) dalam berbagai cabang ilmu keislaman, seperti tafsir, fikih, hadits, ushuluddin (teologi), dan tasawuf.

Di antara gurunya dalam bidang ilmu tasawuf di Makkah adalah Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi al-Azhari (1150-1227 H/1737-1812 M), ulama tasawuf yang kemudian menduduki jabatan Syekh al-Islam dan Syekh al-Azhar sejak 1207 H/1794 M. Dalam mempelajari tasawuf, Syekh Muhammad Nafis berhasil mencapai gelar 'Syekh al-Mursyid', gelar yang menunjukkan bahwa ia diperkenankan mengajar ilmu tasawuf dan tarekatnya kepada orang lain. Setelah itu, ia pulang ke kampung halamannya, Martapura, pada 1210 H/1795 M.

Karya tulis sunting

Karena seringnya melakukan dakwah ke pedalaman, ia hanya sempat mengarang sedikit kitab. Sampai sekarang yang terlacak hanya dua buah kitab saja yaitu:

  • Kanzus Sa’adah, Yaitu kitab yang berisi tentang istilah-istilah ilmu tasawuf. Kitab ini belum pernah dicetak masih berupa manuskrip.
  • Ad-Durrun Nafis, Yaitu kitab yang berisi tentang pengesaan perbuatan, nama, sifat dan zat Tuhan.

Wafat sunting

Muhammad Nafis hidup pada periode yang sama dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M. dan dimakamkan di Mahar Kuning, Desa Binturu, sekarang menjadi bagian desa dari Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong. Dan sekarang makam tersebut menjadi salah satu objek wisata relijius di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Catatan kaki sunting

  1. ^ Sebenarnya tidak ada keterangan tahun wafat yang pasti dari Muhammad Nafis Al-Banjari. Namun, berdasarkan riwayat hidupnya, Muhammad Nafis hidup pada periode yang sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M
  2. ^ Tangklukan, abangan, dan tarekat: kebangkitan agama di Jawa oleh Ahmad Syafii Mufid

Referensi sunting

Pranala luar sunting