Mualim II adalah pelaut berlisensi yang bertugas di departemen dek pada kapal niaga.[1] Mualim II adalah jabatan tertinggi ketiga di atas kapal (atau keempat di sejumlah kapal samudera) dan merupakan salah satu perwira jaga, terutama sebagai navigator kapal. Tugas lain mualim II bervariasi, tetapi mualim II juga kerap menjadi perwira medis[2] dan bertanggung jawab merawat peralatan sinyal bahaya. Pada kapal tanker minyak, mualim II biasanya juga membantu mualim I dalam operasi kargo.

Mualim II
Keterangan umum
BagianDepartemen dek
LokasiDi atas kapal
BerlisensiYa
TugasNavigator, perwira GMDSS, perwira medis
PersyaratanSertifikat Kompetensi Mualim II yang diterbitkan oleh lembaga yang diotorisasi oleh IMO
Dinas jaga
Jaga lautMualim jaga (00:00–04:00, 12:00–16:00)
Jaga pelabuhanMualim jaga (00:00–06:00, 12:00–1800)

Tugas mualim II sebagai navigator fokus pada pembuatan rencana pelayaran kapal. Rencana pelayaran adalah sebuah deskripsi komprehensif dan bertahap mengenai bagaimana rute pelayaran kapal dari satu tempat ke tempat lain. Rencana tersebut meliputi pelepasan dari dok, keberangkatan, rute pelayaran, pendekatan, dan penambatan di pelabuhan tujuan.

Tugas mualim II sebagai perwira GMDSS meliputi pengujian dan perawatan, serta memastikan pencatatan yang layak pada peralatan Global Maritime Distress Safety System kapal. Peralatan keselamatan meliputi Emergency Position-Indicating Radio Beacon, sebuah unit NAVTEX, konsol INMARSAT, berbagai radio, Search and Rescue Transponder, dan sistem Digital Selective Calling.

Tugas jaga sunting

Seorang mualim II hampir selalu merupakan petugas jaga laut.[3][Verifikasi gagal] Di pelabuhan dan laut, mualim II bertanggung jawab ke nakhoda untuk menjaga keamanan kapal, awak kapal, dan kargo kapal selama delapan jam per hari. Secara tradisional, mualim II berjaga mulai dari jam 00.00 hingga jam 04.00 dan mulai dari jam 12.00 hingga jam 16.00. Saat berjaga, mualim II harus menegakkan semua peraturan yang berlaku, seperti International Convention for the Safety of Life at Sea dan peraturan polusi. Di pelabuhan, tugas jaga difokuskan pada operasi kargo, pengawasan keamanan dan api, pemantauan komunikasi, serta tali jangkar atau tambat.

Peraturan IMO mewajibkan mualim II untuk fasih berbahasa Inggris. Hal tersebut diwajibkan karena beberapa alasan, antara lain agar mualim II dapat menggunakan peta laut dan publikasi kelautan, dapat memahami siaran cuaca dan keselamatan, dapat berkomunikasi dengan kapal lain, dan dapat bekerja dengan awak kapal dari berbagai negara.

Di laut, mualim jaga memiliki tiga tugas utama, yakni menavigasi kapal, menghindari kapal lain, dan merespon kedaruratan yang mungkin terjadi. Mualim umumnya berjaga bersama able seaman yang bertindak sebagai juru mudi dan pengamat. Juru mudi bertugas membelokkan arah kapal, sementara pengamat bertugas melaporkan bahaya, seperti kapal yang mendekat. Kedua tugas tersebut kerap dilakukan oleh satu orang, dan di bawah situasi tertentu, tidak dilakukan sama sekali. Kemampuan untuk mengendalikan kapal merupakan kunci dari jaga laut yang aman. Sarat, kemiringan, kecepatan, dan jarak kapal dengan dasar laut mempengaruhi radius belok dan jarak berhentinya. Faktor lain meliputi dampak dari angin dan arus, perbedaan ketinggian air, kedangkalan, dsb. Pengendalian kapal juga menjadi kunci saat kapal sedang menyelamatkan orang tenggelam, akan melego jangkar, atau akan tambat di pelabuhan.[butuh rujukan]

Perwira juga harus dapat mengirim dan menerima sinyal melalui lampu Morse dan menggunakan International Code of Signals.

Perwira navigasi sunting

Pada kapal, mualim II adalah perwira yang bekerja di bawah nakhoda dan bertanggung jawab mengecek fungsionalitas dari semua peralatan navigasi, seperti pemerum gema, radar, ECDIS, AIS, dan di sejumlah kapal bahkan peralatan radio GMDSS. Namun baru-baru ini, perusahaan cenderung menyerahkan tanggung jawab perawatan peralatan GMDSS ke mualim III. Pengecekan tersebut dilakukan sesuai sistem perawatan berencana dari perusahaan, dan biasanya dilakukan sebelum kapal datang di pelabuhan dan sebelum berangkat dari pelabuhan. Jika peralatan navigasi diduga memberikan informasi yang salah, maka peralatan tersebut harus dicek. Mualim II juga bertugas mengoreksi peta navigasi dan memastikan kebaruan peta. Koreksi tersebut dilakukan sesuai Notice to Mariners mingguan/bulanan/tahunan, jika kapalnya menggunakan Admiralty Chart. Koreksi pun dilakukan dengan menggunakan simbol standar dari Chart 5011. Admiralty Publication NP 294 juga harus digunakan sebagai referensi untuk merawat peta. Namun, dengan munculnya ECDIS secara bertahap, koreksi manual terhadap peta pun tidak perlu dilakukan lagi. ECDIS pun mengarah pada berkembangnya peta vektor, yang dapat diperbarui dari jarak jauh dengan siaran dari penyedia layanan, asalkan kapal tersebut terhubung dengan Internet. Koreksi juga dapat dikirim melalui email, atau CD koreksi, tergantung pada penyedia layanan dan kebutuhan kapal.

Navigasi sunting

 
Saat berlayar, perwira bertugas menavigasi kapal, biasanya dalam tiga giliran jaga.

Teknik navigasi benda langit, terestrial, elektronik, dan pesisir digunakan untuk menentukan posisi kapal di peta laut. Perwira mengarahkan juru mudi untuk tetap berada di jalur yang benar, dengan memperhatikan dampak angin, pasang air laut, arus, dan kecepatan kapal. Perwira juga menggunakan informasi tambahan dari publikasi kelautan, seperti Sailing Directions, tabel pasang surut air laut, Notice to Mariners, dan peringatan navigasi via radio untuk menghindarkan kapal dari bahaya saat berlayar.

Keselamatan mengharuskan mualim untuk dapat memecahkan masalah kendali kapal secepat mungkin dan mengkalibrasi sistem untuk mengoptimalkan performanya. Karena kompas dan girokompas digunakan untuk menentukan arah, maka perwira harus dapat menentukan dan mengkoreksi kesalahan kompas.

Dampak besar dari cuaca terhadap kapal pun mewajibkan perwira untuk dapat menginterpretasikan dan mengaplikasikan informasi meteorologi dari semua sumber yang tersedia. Hal tersebut membutuhkan keahlian di bidang sistem cuaca, prosedur pelaporan, dan sistem perekaman.

Manajemen lalu lintas sunting

 
Mualim sangat dibutuhkan selama Perang Dunia II.
 
Mualim II pada kapal kargo milik NDL, 1966. Pada saat itu, ia bertanggung jawab atas semua operasi kargo

International Regulations for Preventing Collisions at Sea adalah dasar dari jaga laut yang aman. Keselamatan mewajibkan tiap awak kapal untuk mematuhi peraturan tersebut dan mengikuti prinsip jaga laut yang aman. Memaksimalkan kerja sama di anjungan, termasuk mempraktekkan manajemen sumber daya anjungan, pun makin menjadi fokus dalam tugas jaga laut.

Tujuan utama dari radar dan Automatic Radar Plotting Aid (ARPA) di anjungan kapal adalah agar kapal dapat bergerak dengan aman di sekitar kapal lain. Instrumen tersebut membantu untuk mengetahui informasi dari obyek yang mendekati kapal, seperti:

  • jarak, baringan, arah, dan kecepatan
  • waktu dan jarak ke titik pertemuan terdekat
  • perubahan arah dan kecepatan

Faktor tersebut membantu perwira untuk mengaplikasikan COLREGS untuk bermanuver dengan aman di dekat halangan atau kapal lain.

Sayangnya, radar memiliki sejumlah batasan, dan ARPA juga menurunkan batasan tersebut serta memiliki sejumlah batasan lain. Faktor seperti hujan, ombak tinggi, dan awan tebal dapat menghalangi radar untuk mendeteksi kapal lain. Lebih lanjut, lalu lintas yang padat dan perubahan kecepatan atau arah juga dapat membingungkan unit ARPA. Pada akhirnya, kesalahan manusia, seperti kesalahan memasukkan kecepatan dan kebingungan antara vektor relatif dan asli menambah batasan dari radar atau ARPA.

Di bawah kondisi terbaik, operator radar harus dapat mengoptimasi pengaturan sistem dan mendeteksi perbedaan antara sistem ARPA dengan kondisi aslinya. Informasi yang didapat dari radar dan ARPA harus diperlakukan dengan hati-hati, karena terlalu bergantung dengan sistem tersebut dapat membahayakan kapal. Perwira harus memahami performa sistem, batasan dan akurasi, kemampuan dan batasa pelacakan, serta waktu pemrosesan, dan memahami penggunaan peringatan operasional dan pengujian sistem.

Kedaruratan sunting

Kedaruratan dapat terjadi kapan saja. Perwira harus dapat melindungi penumpang dan awak kapal. Perwira harus dapat mengambil tindakan awal pasca kapal menabrak atau karam. Tanggung jawabnya meliputi melakukan penilaian kerusakan dan kendali, memahami prosedur menyelamatkan orang di laut, membantu kapal lain yang kesusahan, dan merespon kedaruratan lain yang dapat muncul di pelabuhan.

Perwira harus mengerti sinyal bahaya dan mengetahui Merchant Ship Search and Rescue Manual yang disusun oleh IMO.

Penanganan kargo sunting

Perwira kapal harus dapat mengawasi pemuatan, penyimpaman, pengamanan, dan penurunan kargo. Perwira kapal juga harus memahami perawatan kargo selama pelayaran.

Pengetahuan mengenai dampak kargo juga penting, termasuk dampaknya terhadap kelaiklautan dan stabilitas kapal. Perwira kapal juga harus memahami penanganan, penyimpanan, dan pengamanan kargo, termasuk kargo yang berbahaya.

Mengendalikan operasi kapal sunting

Memahami stabilitas, kemiringan, tekanan, dan dasar konstruksi kapal adalah kunci untuk menjaga kelaiklautan kapal. Perwira harus mengetahui apa yang harus dilakukan pada saat kapal kebanjiran dan kehilangan daya apung. Api juga menjadi kekhawatiran. Mengetahui kelas dan bahan kimia dari api, serta perangkat dan sistem pemadam api, membuat perwira dapat bertindak cepat pada saat terjadi kebakaran di atas kapal.

Seorang perwira harus ahli dalam menggunakan sekoci dan kapal penyelamat. Keahlian tersebut meliputi pengoperasian perangkat dan pengaturan peluncuran sekoci, dan pengoperasian peralatan di dalam sekoci, seperti perangkat radio, EPIRB satelit, SART, pakaian selam, dan bantuan perlindungan terhadap suhu.

Perwira dilatih untuk melakukan tindakan medis, dan mengikuti instruksi yang diberikan melalui radio atau dari panduan. Pelatihan tersebut meliputi hal-hal yang harus dilakukan untuk menangani insiden dan penyakit yang umum terjadi di kapal.

Lisensi sunting

Amerika Serikat sunting

Untuk dapat menjadi mualim II (tak terbatas) di Amerika Serikat, seseorang harus telah menjadi mualim III dan bertugas selama 360 hari. Mualim III yang mendapat lisensinya pasca implementasi STCW 95, berarti juga telah lolos dari semua ujian yang diperlukan untuk mendapat lisensi mualim II, sehingga dapat mengklaim lisensi mualim II setelah memenuhi persyaratan masa tugas. Sementara mualim III yang mendapat lisensinya sebelum STCW 95 harus memenuhi persyaratan tambahan.

Terdapat dua metode untuk mendapat lisensi mualim III tak terbatas di Amerika Serikat, yakni mengikuti institusi pelatihan khusus atau mengumpulkan "jam layar" dan mengikuti serangkaian pelatihan dan ujian.[4]

Institusi pelatihan yang dapat mengarah pada lisensi mualim III meliputi U.S. Merchant Marine Academy (kurikulum dek), U.S. Coast Guard Academy, dan U.S. Naval Academy dengan kualifikasi sebagai perwira jaga navigasi, perguruan tinggi maritim, Great Lakes Maritime Academy, atau program pelatihan mualim magang selama tiga tahun yang disetujui oleh Komandan USGS.

Seorang awak kapal dapat memulai proses pengajuan lisensi setelah tiga tahun bertugas di departemen dek di kapal, dengan setidaknya enam bulan sebagai able seaman, bosun, atau juru mudi. Kemudian awak kapal mengikuti kursus pelatihan yang diwajibkan, dan menyelesaikan penilaian di atas kapal. Pada akhirnya, awak kapal dapat mengajukan lisensi mualim III ke United States Coast Guard.

Seorang pemilik dari kapal seberat 1.600 ton, di bawah kondisi tertentu, juga dapat mengajukan lisensi mualim III tak terbatas.

Jika disetujui, ia harus melewati ujian komprehensif sebelum dapat memperoleh lisensi. Hawsepiper adalah istilah industri maritim informal yang digunakan untuk menyebut mualim yang memulai karirnya sebagai seorang awak kapal tanpa lisensi dan tidak berkuliah di perguruan tinggi maritim untuk mendapat lisensi perwira.

Tabung jangkar (hawsepipe) adalah pipa tempat rantai jangkar melewati lambung kapal. Hawsepiper merujuk pada orang yang menanjaki tabung jangkar, sebuah metafora maritim untuk menyebut orang yang menanjaki struktur pangkat di atas kapal. Hawsepiper dianggap sebagai istilah yang positif saat dinyatakan dengan hormat. Sejumlah hawsepiper pun bangga akan latar belakangnya dan menggunakan istilah tersebut untuk mendeskripsikan dirinya.

Sejumlah serikat awak kapal niaga juga menawarkan pelatihan yang dibutuhkan oleh anggotanya untuk meningkatkan karirnya. Lebih lanjut, sejumlah perusahaan juga menawarkan bantuan keuangan untuk pegawainya agar dapat mengikuti pelatihan.

Karena peraturan STCW '95 telah berlaku, muncul keluhan bahwa jenjang karir hawsepiper menjadi terlalu sulit, karena meningkatnya biaya dan waktu yang diperlukan untuk mengikuti pelatihan formal di kelas. Kritikus pun menyatakan bahwa peraturan baru tersebut akan menyebabkan kurangnya jumlah pelaut berlisensi, terutama di negara seperti Amerika Serikat.

India sunting

Di India, otoritas yang berwenang menerbitkan lisensi adalah Direktorat Jenderal Perkapalan. Untuk dapat memperoleh lisensi, seorang kadet harus telah berlayar selama jangka waktu tertentu sesuai Peraturan STCW 2010. Selain itu, seorang kadet juga harus menguasai berbagai pelatihan wajib mengenai penyelamatan orang, bertahan hidup, pemadaman api, manajemen sumber daya anjungan, dsb. Seorang kadet juga harus lolos ujian tertulis dan lisan, yang mana untuk ujian lisan, seorang kadet akan diuji oleh surveyor kelautan, deputi penasehat kelautan, atau penasehat kelautan di India.

Catatan sunting

  1. ^ STCW Requirements
  2. ^ "Who does what?". Irish Maritime Development Officer. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-25. Diakses tanggal 2007-03-31. 
  3. ^ "Standards of Training, Certification and Watchkeeping". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 April 2012. 
  4. ^ "U.S. Code of Federal Regulations, Title 46, Part 10, Subpart 407". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-30. 

Referensi sunting

  • Turpin, Edward A.; McEwen, William A. (1980). Merchant Marine Officers' Handbook (edisi ke-4th). Centreville, MD: Cornell Maritime Press. ISBN 0-87033-056-X. 

Pranala luar sunting