Meroë (/ˈmɛr/; juga dieja Meroe;[1][2] Meroitik: Medewi atau Bedewi; bahasa Arab: مرواه Meruwah dan مروى Meruwi; bahasa Yunani Kuno: Μερόη, Meróē, Alkitab; suku Merari) adalah kota kuno yang terletak di tepi timur Sungai Nil di dekat kota Shendi, Sudan. Kota ini merupakan ibu kota Kerajaan Kush selama beberapa abad.

Meroë
Piramida-piramida di Meroë.7
LokasiSungai Nil, Sudan
WilayahKush
Koordinat16°56′00″N 33°43′35″E / 16.93333°N 33.72639°E / 16.93333; 33.72639
JenisPermukiman
Nama resmi: Situs Arkeologi Pulau Meroe
JenisBudaya
Kriteriaii, iii, vi, v
Ditetapkan2011 (sesi ke-35)
No. Referensi1336
Negara anggotaSudan
KawasanAfrika

Situs Meroë merupakan tempat berdirinya dua ratus piramida raja-raja Kush, walaupun sudah banyak yang hancur. Piramida-piramida ini disebut piramida-piramida Nubia. Situs ini diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2011.

Sejarah

sunting

Meroë adalah ibu kota Kerajaan Kush sebelah selatan yang pernah berkuasa selama periode 800 SM hingga 350 M. Tetapi pada awalnya, ibu kota utamanya terletak lebih jauh ke arah utara di Napata.[3] Kemudian Raja Aspelta memindahkan ibu kota tersebut ke Meroë, sekitar tahun 591 SM, tepat setelah penjarahan Napata oleh Firaun Mesir Psamtik II.[4]

Sejarawan Martin Meredith menyatakan bahwa penguasa Kushite memilih Meroë, antara Katarak Kelima dan Keenam di sungai Nil, karena lokasinya yang berada di pinggiran sabuk curah hujan musim panas, dan daerah tersebut kaya akan bijih besi dan kayu keras untuk pengrajinan besi. Lokasi tersebut juga memberikan akses ke jalur perdagangan ke Laut Merah. Kota Meroë terletak di sepanjang sungai Nil tengah yang strategis karena banjir tahunan lembah sungai Nil dan sambungan ke banyak saluran irigasi sungai yang membantu produksi tembikar dan besi ke kerajaan Meroitik, sehingga memungkinkan munculnya kemajuan pada rakyatnya. Menurut teks-teks Meroitik yang telah diterjemahkan, nama lain Kota Meroë tersebut ialah Medewi atau Bedewi.[5]

Periode Meroitik Pertama (542–315 SM)

sunting

Para Raja memerintah di Napata dan Meroë sekaligus, tetapi pusat pemerintahannya berada di Meroë sementara Napata menjadi lokasi berdirinya Kuil Utama Amun, dengan raja pertama yang berkuasa adalah Analmaye (542–538 SM), dan raja terakhir dari periode pertama adalah Nastasen (335–315 SM). Raja dan banyak ratu yang telah wafat dimakamkan di Nuri, tetapi ada juga beberapa ratu yang dimakamkan di Meroë. Salah satu penggalian pada piramida Meroë mengungkapkan bahwa bangunan-bangunan piramida tersebut merupakan tempat pemakaman kerajaan, yang berisi raja dan ratu Meroë berkisar tahun 300 SM hingga 350 M.[6]

Pada abad kelima SM, sejarawan Yunani Herodotus menggambarkan Meroë sebagai sebuah kota besar dan dikatakan sebagai ibu kota orang-orang Etiopia.[7]

Periode Meroitik Kedua (abad ke-3 SM)

sunting

Pusat pemerintahan tetap di Meroë dan istana kerajaan sudah berpindah di lokasi yang sama dengan pusat pemerintahan. Raja dan para ratu dimakamkan di Meroë, di Pemakaman Selatan. Raja pertama pada periode tersebut adalah Aktisanes (Awal abad ke-3 SM), sementara raja terakhir pada periode tersebut adalah Sabrakamani (paruh pertama abad ke-3 SM).

Periode Meroitik Ketiga (270 SM hingga abad ke-1 M)

sunting

Pusat pemerintahan dan istana kerajaan berada di Meroë. Raja dimakamkan di Meroë, di Pemakaman Utara, sementara Ratu dimakamkan di Pemakaman Barat. Meroë perlahan mulai berkembang dan terdapat banyak proyek pembangunan yang dilakukan. Raja pertama pada periode tersebut adalah Arakamani (270–260 SM), dan pemimpin terakhir ialah Ratu Amanitore (pertengahan/ akhir abad ke-1 M).

Konflik dengan Roma

sunting

Penaklukan Roma atas Mesir menyebabkan pertempuran perbatasan dan serangan oleh Meroë di luar perbatasan Romawi. Untuk mengakhiri serangan Meroitik tersebut pada tahun 23 SM Publius Petronius, gubernur Romawi di mesir menginvasi Nubia sebagai tanggapan atas serangan Nubia di Mesir, dan menjarah wilayah utara Nubia. Sebagai pembalasan, orang-orang Nubia melintasi perbatasan bawah Mesir dan menjarah banyak patung di kota-kota Mesir di dekat mata air pertama Sungai Nil, Aswan. Pasukan Romawi kemudian merebut kembali banyak patung utuh tersebut, dan yang lainnya dikembalikan setelah perjanjian damai yang ditandatangani pada 22 SM antara Roma dan Meroë oleh Augustus dan Amanirenas. Satu patung kepala yang dijarah dari patung kaisar Augustus, terkubur di bawah tangga sebuah kuil yang sekarang disimpan di British Museum.[8]

Konflik lainnya yang tecatat oleh sejarah antara Roma dan Meroë terjadi pada musim gugur tahun 61 M. Kaisar kelima Roma, Nero sekelompok garda praetoria dibawah komando tribun dan dua orang perwira ke Meroë. Setelah mencapai kesana mereka melanjutkan perjalanan ke Sungai Nil Putih hingga mereka mencapai lembah Sudd.[9]

Periode Meroitik Keempat (abad ke-1hingga abad ke-4 M)

sunting

Pada periode ini pemakaman Raja terletak di Meroë di Pemakaman Utara, sementara pemakaman Ratu terletak di Pemakaman Barat. Raja pertama dari periode keempat adalah Shorkaror (abad ke-1 M), penguasa terakhir yang memimpin ialah Raja Yesebokheamani, sumber lain menyebutkan Ratu Lakhideamani. Pada tahun 350 M Meroë mendapat serangan dari Aksum hingga kerajaannya hancur. Peristiwa ini diketahui melalui prasasti berbahasa Ge'ez yang ditemukan di situs Meroë; diceritakan bahwa seorang penguasa dari Aksum yang tidak disebutkan namanya, diduga adalah Raja Ezena. Dari deskripsi yang telah diterjemahkan dalam bahasa Yunani, dijelaskan bahwa ia adalah seorang Raja yang menguasai Aksum dan Kerajaan Himyar pada tahun sekitar 330 M. Terdapat juga beberapa bukti arkeologis yang menunjukkan penurunan ekonomi dan politik di Meroë sekitar tahun 300 M.[10]

Situs warisan dunia

sunting

Pada Juni 2011, situs arkeologi Meroë terdaftar oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai salah satu situs warisan dunia.[11]

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ [Unknown Author] (1969). Haley, William & Preece, Warren E., ed. Encyclopaedia Britannica. Vol. 15 (edisi ke-14th revised). s.v. "Meroë." London, ENG: Encyclopedia Britannica, Inc. hlm. 197. 
  2. ^ [Unknown Author] (1961). Ashmore, Harry, ed. Encyclopaedia Britannica. Vol. 18 (edisi ke-14th revised). s.v. "Meroë." New York, NY: Encyclopedia Britannica, Inc. hlm. 677. 
  3. ^ László, Török. The Kingdom of Kush: Handbook of the Napatan-Meroitic Civilization. Leiden: Brill. hlm. 31. ISBN 9004104488. 
  4. ^ Ohaegbulam, Festus Ugboaja (1990). Towards an understanding of the African experience from historical and contemporary perspectives. University Press of America. hlm. 66. ISBN 9780819179418. 
  5. ^ Edwards, David N. (1998). "Meroe and the Sudanic Kingdoms". The Journal of African History. 39 (2): 175–193. doi:10.1017/S0021853797007172. 
  6. ^ Reisner, George A (1923). "The Pyramids of Meroë and the Candaces of Ethiopia". Museum of Fine Arts Bulletin. 21 (124): 11–27. 
  7. ^ Connah, Graham (1987). African Civilizations: Precolonial Cities and States in Tropical Africa: An Archaeological Perspective. Cambridge University Press. hlm. 24. ISBN 9780521266666. 
  8. ^ "British Museum - Bronze head of Augustus". web.archive.org (dalam bahasa Inggris). Archived from the original on 2008-02-10. Diakses tanggal 2021-08-21. 
  9. ^ Kirwan, L. P. (1957). "Rome beyond The Southern Egyptian Frontier". The Royal Geographical Society (with the Institute of British Geographers). 123 (1): 13–19. doi:10.2307/1790717. 
  10. ^ Munro-Hay, Stuart C (1991). Aksum: An African Civilisation of Late Antiquity. Edinburgh University Press. hlm. 79. ISBN 9780748601066. 
  11. ^ Centre, UNESCO World Heritage. "Archaeological Sites of the Island of Meroe". UNESCO World Heritage Centre (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-08-20.